1.1 Latar Belakang Masalah Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Produk Rusak pada CV. Menara Kudus
Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap 
perusahaan dituntut untuk dapat ikut serta dalam persaingan. Salah satu 
usaha yang dilakukan perusahaan agar dapat bersaing adalah meningkatkan 
kualitas hasil produksinya. Dengan hasil produksi yang berkualitas, maka 
diharapkan para pelanggan/konsumen akan tertarik dan membeli hasil 
produksi yang ditawarkan oleh perusahaan. 
Menurut Hansen dan Mowen (2005: 5) kualitas adalah derajat atau 
tingkat kesempurnaan, dalam hal ini kualitas merupakan ukuran relatif dari 
kebaikan. Secara operasional, produk atau jasa yang berkualitas adalah yang 
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Untuk memenuhi harapan 
pelanggan tersebut dapat melalui atribut-atribut kualitas atau sering disebut 
dengan dimensi kualitas. Ada delapan dimensi kualitas, yaitu kinerja, 
estetika, kemudahan perawatan dan perbaikan, fitur, keandalan, tahan lama, 
kualitas kesesuaian dan kecocokan penggunaan. 
Untuk mencapai produk yang berkualitas, perusahaan harus selalu 
melakukan pengawasan dan peningkatan terhadap kualitas produknya, 
sehingga akan diperoleh hasil akhir yang optimal. Kualitas yang meningkat 
akan mengurangi terjadinya produk rusak sehingga mengakibatkan biaya-
biaya yang terus menurun dan pada akhirnya meningkatkan laba. Biaya yang 
dikeluarkan dalam kaitannya dengan usaha peningkatan kualitas produk 
disebut biaya kualitas. 
Menurut Tjiptono dan Diana (2003: 34) biaya kualitas adalah biaya 
yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas yang buruk. Jadi, 
biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan, 
pengidentifikasian, perbaikan dan pencegahan kerusakan. Biaya kualitas 
dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu biaya pencegahan, 
biaya deteksi/penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan 
eksternal. 
Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan 
produk yang dihasilkan. Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk 
menentukan apakah produk dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan 
kualitas. Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ada 
ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang dan jasa 
tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan). Biaya kegagalan eksternal 
adalah biaya yang terjadi karena produk atau jasa gagal memenuhi 
persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan 
kepada para pelanggan. 
Golongan biaya kualitas yang dikeluarkan untuk mencegah produk dari 
kerusakan adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian, sedangkan biaya 
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal tidak dikeluarkan untuk 
mencegah produk dari kerusakan karena biaya kegagalan dikeluarkan 
setelah produk itu jadi dan untuk memperbaharui produk yang rusak.  Menurut Hansen dan Mowen (2005: 13) biaya pencegahan dan biaya 
penilaian meningkat berarti menunjukkan jumlah unit produk rusak 
menurun dan sebaliknya jika biaya pencegahan dan biaya penilaian menurun 
menunjukkan jumlah unit produk rusak meningkat. Di lain pihak, biaya 
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal naik jika jumlah unit 
produk rusak meningkat dan sebaliknya biaya kegagalan internal dan biaya 
kegagalan eksternal turun jika jumlah unit produk rusak turun. Hal ini 
menunjukkan bahwa biaya pencegahan dan biaya penilaian berpengaruh 
terhadap produk rusak sedangkan biaya kegagalan internal dan biaya 
kegagalan eksternal dipengaruhi oleh unit produk rusak. Sedangkan menurut 
Feigenbaum (1992: 104) kenaikan dalam biaya pencegahan mengakibatkan 
turunnya kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek positif pada 
biaya penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya kebutuhan 
akan aktivitas-aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin. Dari 
pendapat Feigenbaum dapat dipahami bahwa biaya pencegahan berpengaruh 
negatif terhadap produk rusak sedangkan biaya penilaian berpengaruh positif 
terhadap produk rusak. Hal ini dikarenakan biaya pencegahan dan biaya 
penilaian dikeluarkan sebelum terjadinya produk rusak sehingga dapat 
mempengaruhi besarnya jumlah produk rusak. 
Dengan demikian biaya kualitas dapat dipakai oleh perusahaan sebagai 
pengukur keberhasilan program perbaikan kualitas. Hal ini berkaitan dengan 
kebutuhan perusahaan yang harus selalu memantau dan melaporkan 
kemajuan dari program perbaikan tersebut. Apabila suatu perusahaan ingin melakukan program perbaikan kualitas, maka perusahaan harus 
mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan pada masing-masing dari 
keempat kategori biaya dalam sistem pengendalian kualitas (Gaspersz, 2005: 
172). Untuk itu suatu perusahaan perlu membuat laporan biaya kualitas. 
Informasi yang ada dalam laporan biaya kualitas secara garis besar 
memberikan manfaat (1) Sebagai alat untuk mengukur kinerja (2) Sebagai 
alat analisis mutu proses (3) Sebagai alat pemprograman (4) Sebagai alat 
penganggaran yaitu untuk membuat anggaran pengeluaran dalam mencapai 
program pengendali mutu (5) Sebagai alat peramal yaitu untuk 
mengevaluasi dan menjamin prestasi produk dalam memenuhi persaingan 
pasar (Feigenbaum, 1992: 119). 
CV. Menara Kudus merupakan salah satu unit usaha dari Menara 
Group yang bergerak di bidang percetakan, penerbitan dan toko buku. 
Perusahaan didirikan pada tahun 1951 ini, dalam pertumbuhannya 
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan 
semakin banyaknya cabang-cabang atau kantor perwakilan yang tersebar di 
seluruh Indonesia. Perkembangan yang pesat ini menunjukkan bahwa 
pemasaran produk CV. Menara Kudus cukup luas, yang berarti juga bahwa 
volume produksi yang tinggi mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. 
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang percetakan, penerbitan 
dan toko buku, CV. Menara Kudus mempunyai keterkaitan yang sangat erat 
dengan dunia pendidikan. Hal ini menjadi salah satu tujuan perusahaan yang 
mendapatkan perhatian khusus, dimana perusahaan merasa mempunyai suatu tanggung jawab moral dalam keikutsertaannya pada masalah 
peningkatan kecerdasan masyarakat. Dengan demikian, perusahaan harus 
mampu menghasilkan produk berupa buku-buku yang berkualitas. Hal ini 
dapat dilihat dari keberadaan bagian quality control yang bertugas 
melakukan pengawasan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Produk-
produk yang berhasil diterbitkan antara lain: buku-buku untuk kepentingan 
umum, buku dan kitab untuk madrasah dan ponpes. 
Dalam proses produksinya, CV. Menara Kudus masih terdapat 
penyimpangan yaitu berupa produk rusak. Jika produk rusak tersebut 
jumlahnya terus meningkat maka dapat berdampak pada peningkatan harga 
pokok produksi per unit barang. Hal ini akan berdampak buruk pada tingkat 
persaingan di dunia usaha. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut, 
perusahaan harus dapat menekan jumlah produk rusak seminimal mungkin. 
Alternatif yang dapat digunakan perusahaan dalam mengendalikan jumlah 
produk rusak yaitu dengan mengeluarkan biaya kualitas yang terdiri dari 
biaya pencegahan dan biaya penilaian. Dari hasil survei pendahuluan yang 
peneliti lakukan, jumlah produk rusak pada CV. Menara Kudus jumlahnya 
selalu berfluktuatif dalam setiap bulannya. Persentase produk rusak yang 
terjadi di CV. Menara Kudus yaitu antara 2% - 4% dari produk jadi (lihat 
tabel 1.1). Kecenderungan produk rusak dalam perusahaan ini adalah 
terletak di bagian finishing yaitu bagian lipat potong, cetakan dan pada saat 
penjilidan. 
Produk yang dikategorikan rusak oleh CV. Menara Kudus sudah dibuat 
laporan tersendiri yang menyajikan jumlah produk rusak yang telah 
diproduksi pada setiap kali proses produksi. Laporan ini digunakan sebagai 
evaluasi kinerja perusahaan yang terlepas dari konsep teoritis mengenai 
biaya kualitas. Namun walaupun sudah membuat laporan tersendiri 
mengenai jumlah produk rusak untuk setiap kali proses produksi, laporan 
produk rusak tersebut belum dapat dievaluasi untuk kepentingan manajemen 
perusahaan, untuk itu harus dibandingkan dengan penyebab produk rusak 
yaitu biaya kualitas. Pada dasarnya biaya kualitas dikeluarkan untuk 
mengurangi produk dari kerusakan. Perusahaan belum mempunyai laporan 
biaya kualitas yang disajikan secara tersendiri, meskipun perusahaan telah 
mengeluarkan sejumlah biaya yang dipergunakan untuk peningkatan 
kualitas. Biaya-biaya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas tersebut 
berasal dari anggaran total yang masih tersebar dalam laporan biaya 
produksi, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum.  Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian 
dengan judul “Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Produk Rusak  pada CV. Menara Kudus”.  
1.2 Permasalahan 
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka 
permasalahan dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh biaya 
kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap 
produk rusak baik secara simultan maupun parsial pada CV. Menara Kudus?
 23.22
23.22
 Unknown
Unknown
Comment With Facebook!
Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP PRODUK RUSAK PADA CV. MENARA KUDUS




 

 Posted in:
 Posted in:  