1.1 Latar Belakang AKTIVITAS KEWIRAUSAHAAN SOSIAL  PADA YAYASAN KREASI USAHA MANDIRI ALAMI (KUMALA)   DI RAWA BADAK, JAKARTA UTARA
Salah satu persoalan penting kalangan LSM saat ini adalah keberlanjutan 
financial. Ini karena mayoritas LSM sangat tergantung pada bantuan hibah, 
khususnya dari lembaga-lembaga luar negeri. Data lengkap mengenai jumlah dan 
komposisi sumber dana bagi LSM masih belum tersedia, tetapi penelitian Ibrahim 
dalam Zaim Saidi (2004) pada 25 organisasi sedikit menggambarkan komposisi 
ini. Meskipun, responden yang disurvei adalah organisasi yang masuk dalam 
kategori Organisasi Sumber daya Sipil (OSMS), dan bukan sepenuhnya LSM. 
Karenanya data yang tersedia ini lebih menggambarkan sumber dana yang 
diterima oleh organisasi OSMS dan LSM maupun lembaga dana. 
Dari penelitian Rustam Ibrahim tersebut mayoritas masih mengandalkan 
sumber bantuan luar negeri yang mencapai 65%, dan sumber dalam negeri 35%. 
Secara lebih terinci sumber dalam negeri terutama adalah hasil usaha sendiri 
(33%), sumbangan perusahaan dan dana abadi (masing-masing 17%). Donasi 
individual menyumbang 14%. Sisanya dalam jumlah lebih kecil bersumber dari 
pemerintah (5%) dan sumbangan Ornop (3%), Dan sumber lainnya (11%).  
Sementara itu dalam beberapa tahun ini, ada kecenderungan aliran hibah 
itu berkurang. Sebabnya antara lain, situasi dunia yang terus berubah ikut 
mempengaruhi skala prioritas donator. Karena itu kalangan LSM perlu mulai 
menggalang dana alternatif, yang bukan sama sekali tidak ada, tetapi kontribusinya masih sangat kecil. Sumber alternatif ini beragam dari sumbangan 
perorangan sampai penjualan produk dan jasa yang terkait dengan misi lembaga. 
Dalam sebuah artikelnya, Zaim Saidi (2004) menyimpulkan bahwa 
kemandirian dan keberlanjutan pendanaan organisasi nirlaba dapat ditempuh 
lewat dua jalur utama. Pertama, upaya penggalangan dana secara massal dari 
masyarakat umum. Kedua, menciptakan dana sendiri lewat pengelolaan unit-unit 
usaha. Cara pertama telah dibuktikan oleh sejumlah lembaga semacam Yayasan 
Dompet Dhuafa, Dana Sosial Al Falah, Darut Tauhid, Pos Kemanusiaan Peduli 
Umat, dan sejenisnya. Cara yang kedua, belum terlalu banyak diterapkan oleh 
LSM, salah satu yang melakukannya adalah Yayasan Bina Swadaya.  
Menurut Zaim Saidi (2004) untuk strategi pertama, meskipun efektif bagi 
sebagian lembaga, dirasakan sulit diterapkan oleh sebagian lembaga lain. Hal ini 
dapat dimengerti karena tidak semua “isu”, atau misi organisasi, “laku dijual” 
kepada masyarakat umum. Tema-tema yang dekat dengan masalah keagamaan, 
sebagaimana umumnya ditangani oleh berbagai lembaga yang disebut di atas, 
akan mudah didukung oleh masyarakat. Tapi “isu-isu LSM” seperti 
pemberdayaan perempuan, hak azasi, hak konsumen, advokasi publik dan 
sejenisnya, tampaknya belum nyambung dengan minat masyarakat pada 
umumnya. 
Karena itu strategi kedua merupakan pilihan yang berikutnya. Seperti 
halnya Yayasan Kreasi Usaha Mandiri Alami (KUMALA) membangun unit-unit 
usaha dan ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi lembaga (earned 
income). Melalui unit usaha Gallery Karya Kita atau biasa disebut Galery K’Qta, 
strategi yang dilakukan untuk menggalang dana lewat strategi ini adalah penjualan 
produk atau barang dan jasa seperti kertas seni daur ulang dan kerajinan tangan 
(handycraft), digital printing, konveksi, warnet, bubut kayu, sepatu lukis dan 
lukisan.  
Tujuan dari unit usaha Gallery K’Qta adalah kegiatan pengembangan dan 
pembinaan kreatifitas anak jalanan melalui kegiatan belajar membuat kerajinan 
tangan dari barang-barang bekas. Seluruh unit usaha tersebut dilakukan oleh 
kelompok sasaran atau binaan yang terdiri dari anak jalanan, remaja bermasalah 
dan pemuda pengangguran, masyarakat miskin kota maupun masyarakat desa, dan 
juga melibatkan pengurus dan orang yang direkrut yang memahami usaha.  
Hasil produksi dan jasa tersebut dijual semuanya ke beberapa distributor 
atau  pasar yang dimiliki Yayasan KUMALA. Hasil usaha tersebut 5-20 % 
diberikan untuk lembaga, dan sisanya untuk pelaksana dan pengembangan usaha 
yaitu anak-anak jalanan, remaja bermasalah dan pemuda pengangguran. 
Usaha-usaha tersebut ada yang sudah dilepas secara keseluruhan dan ada 
pula yang masih didampingi oleh KUMALA. Semua usaha tersebut 
berkonstribusi ke lembaga (KUMALA) walaupun jenis konstribusinya berbeda 
jumlahnya. 
Dalam artikelnya, Zaim Sadi (2004) menyimpulkan bahwa praktik 
perolehan uang dari unit usaha itu bisa berasal dari tiga sumber. Pertama, dari 
kelompok sasaran, yang diminta memberikan kontribusi. Kedua, penjualan 
produk atau jasa, yang sesuai dengan misi sosial lembaga, meskipun tidak berasal 
dari sasaran. Ketiga, penjualan produk atau jasa yang sama sekali tak terkait 
dengan misi sosial lembaga. 
Adapun tujuan lain dari unit usaha Gallery K’Qta di KUMALA adalah 
untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan pelayanan sosial terhadap kelompok sasaran 
seperti anak jalanan, remaja bermasalah dan pemuda pengangguran, masyarakat 
miskin kota maupun masyarakat desa, kegiatan pelayanan diarahkan pada 
pembinaan, pengembagan kapasitas termasuk pelatihan-pelatihan kewirausahaan, 
serta pendampingan berkelanjutan. Untuk sasaran usia sekolah (7-17 tahun) 
difokuskan pada penguatan pendidikan, mental spiritual dan pendampingan 
keluarga. Untuk remaja dan pemuda (18-35 tahun) difokuskan pada upaya 
pengembangan potensi, mental spiritual dan pendampingan kewirausahaan. 
KUMALA juga melakukan kegiatan pendampingan untuk pelestarian lingkungan 
sosial di beberapa lokasi wilayah yang menjadi daerah cagar alam serta kegiatan-
kegiatan sosial lainnya. 
Menurut Gregory Dees dalam artikel V. Winarto (2008), kewirausahaan 
sosial merupakan kombinasi dari semangat besar dalam misi sosial dengan 
disiplin, inovasi, dan keteguhan seperti yang lazim di dunia bisnis. Kegiatan 
kewirausahaan sosial dapat meliputi kegiatan : a) yang tidak bertujuan mencari 
laba, b) melakukan bisnis untuk tujuan sosial, dan c) campuran dari kedua tujuan 
tersebut, yakni tidak untuk mencari laba, dan mencari laba namun untuk tujuan 
sosial. 
Kegiatan yang dilakukan Gallery K’Qta meliputi tahapan penetapan 
kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan dari kelompok sasaran, pengidentifikasian 
kemampuan dan potensi yang ada, serta ketersediannya pasar. Hal ini sejalan 
dengan aspek-aspek yang diungkapkan Gregory Dees (2001) meliputi misi untuk 
menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (adopting a mission to create and 
sustain social value), mengenali dan menilai peluang (recognizing and assessing 
new opportunities), proses mobilisasi sumber daya (mobilizing resources), proses 
manajemen resiko (risk management), mengidentifikasi dan menarik pelanggan 
(understanding and attracting customers).  
Dari penjelasan tersebut menjadi dasar bagi peneliti dalam melakukan 
penelitian. Maka dalam penelitian ini peneliti merumuskan pertanyaan pokok 
penelitian “Bagaimana kewirausahaan sosial yang dilakukan Yayasan Kreasi Usaha Mandiri Alami (KUMALA) sebagai lembaga pelayanan sosial ? “
1.2 Identifikasi Masalah 
Sebagaimana telah dijelaskan dalam latar belakang penelitian, maka untuk 
memperjelas fokus penelitian tersebut dirumuskan identifikasi masalah sebagai 
berikut :  
a. Bagaimana misi sosial yang dilakukan Yayasan Kreasi Usaha Mandiri 
Alami (KUMALA) ? 
b. Bagaimana pemanfaatan kesempatan dan inovasi baru yang 
dilakukanYayasan Kreasi Usaha Mandiri Alami (KUMALA) ? 
c. Bagaimana pemanfaatan sumber daya dalam mencapai misi sosial 
yang dilakukan Yayasan Kreasi Usaha Mandiri Alami (KUMALA)?
d. Bagaimana manajemen resiko yang dilakukan Yayasan Kreasi Usaha 
Mandiri Alami (KUMALA) ? 
e. Bagaimana pemahaman dan penarikan konsumen yang dilakukan 
Yayasan Kreasi Usaha Mandiri Alami (KUMALA) ?
 21.46
21.46
 Unknown
Unknown
Comment With Facebook!
Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: AKTIVITAS KEWIRAUSAHAAN SOSIAL  PADA YAYASAN KREASI USAHA MANDIRI ALAMI (KUMALA)   DI RAWA BADAK, JAKARTA UTARA




 

 Posted in:
 Posted in:  