1.1.  Latar Belakang Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Aborsi dari Kehamilan Tidak  Dikehendaki
Perilaku remaja sekarang sudah amat mengkhawatirkan. Hal ini ditandai 
dengan semakin meningkatnya kasus-kasus seperti aborsi, kehamilan tidak 
diinginkan (KTD), dan infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS (Suarta, 
2007). Dari berbagai survei di Indonesia mendukung penemuan bahwa akar masalah 
dibalik alasan melakukan aborsi adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan 
remaja dalam masalah pengaturan kesehatan reproduksi dan seksual (Wilopo, 2005). 
Indonesia merupakan salah satu negara yang melarang praktek aborsi. Hal ini 
ditegaskan dalam UU Kesehatan No 23 tahun 1992. Bahkan KUHP dengan tegas 
melarang tindakan aborsi apapun alasannya kecuali untuk menyelamatkan nyawa si 
ibu sebagaimana diatur dalam pasal 346, pasal 347, pasal 348, pasa1 349 
(Maria,2006). 
Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), 
diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang 
dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang 
memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak 
aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani 
oleh orang yang tidak berkompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi 
standar (Hanifah,2007). 
Menurut Wilopo (2005), dampak negatif aborsi pada status kesehatan 
perempuan, baik dari aspek fisik atau psikososial kontroversial, terutama yang terjadi 
pada usia remaja. Selain dampak negatif kesehatan tersebut, dampak lain secara 
sosial, ekonomis dan kultural merupakan masalah penting. Aborsi pada usia remaja 
merupakan indikasi bahwa remaja memiliki kehidupan reproduksi yang tidak sehat 
serta belum siap dalam memasuki kehidupan berkeluarga. Padahal, agar terbentuk 
keluarga yang berkualitas diperlukan kesiapan dalam pengetahuan dan kesesuaian 
sikap dalam mengatur kehidupan reproduksinya, sehingga pembentukan keluarga 
adalah proses yang direncanakan dan tidak dilakukan secara dini serta tanpa rencana 
atau keluarga prematur. Aborsi tidak aman dapat mengakibatkan terjadinya infeksi 
saluran reproduksi, sehingga menimbulkan nyeri panggul yang kronis, infeksi ruang 
panggul, dan berakibat kemandulan dikemudian hari. Resiko ini lebih berat apabila 
perempuan juga mengidap penyakit menular seksual. Kemandulan karena gangguan 
saluran reproduksi ini akan menentukan kehidupan keluarganya di masa depan. 
Kehidupan keluarga dengan infertilitas memiliki resiko yang lebih tinggi untuk 
mengalami perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga, sehingga ada hubungan 
yang tidak langsung antara aborsi, infertilitas dan kualitas keluarga.  
Sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja 
muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu 
yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, 
tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini 
aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi 
dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung menyembunyikan kejadian aborsi, dilain pihak aborsi terjadi di masyarakat. 
Ini 
terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat, 
selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat 
untuk mereka yang terlambat datang bulan (Hanifah, 2007). 
Dari situs http://situs.kesrepro.info, diakses tanggal 10 juli 2007 World Health 
Organization (WHO), di tahun 1999, setiap tahun terdapat sekitar 210 juta ibu yang 
hamil di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 46 juta di antaranya melakukan aborsi, 
dan hampir setengahnya melalui cara-cara yang tidak aman (sekitar 20 juta). 
Akibatnya, terdapat 70.000 kematian ibu akibat melakukan aborsi tidak aman setiap 
tahunnya, sementara empat juta lainnya mengalami kesakitan. 
Menurut Hidayat (2004), di Indonesia diperkirakan ada satu juta wanita yang 
mengalami KTD (kehamilan tidak dikehendaki). Dan menurut laporan WHO, di seluruh 
dunia diperkirakan 15 juta remaja setiap tahunnya hamil, 60% diantaranya tidak 
dikehendaki. Salah satu akibat sehingga terjadinya KTD adalah ketidak tahuan atau 
minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan.
Para siswa khususnya remaja putri di SMU Negeri I Pematang Siantar tentu 
saja tidak luput dari arus informasi yang semakin gencar tersebut. Tanpa adanya atau 
tanpa dibekalinya remaja dengan pengetahuan maupun sikap yang baik terhadap 
informasi tersebut, hal ini tentu sangat berpeluang terjadinya hubungan seks pranikah 
yang berlanjut kepada kejadian aborsi dari kehamilan yang tidak dikehendaki di 
sekolah tersebut.  
Berdasarkan paparan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang 
pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki 
di SMU Negeri I Pematang Siantar Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun. 
1.2.  Permasalahan 
Bagaimana pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan 
tidak dikehendaki di SMU Negeri I Pematang Siantar Kecamatan Siantar Kabupaten 
Simalungun. 
 23.06
23.06
 Unknown
Unknown
Comment With Facebook!
Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Aborsi dari Kehamilan Tidak  Dikehendaki




 

 Posted in:
 Posted in:  