A. Latar Belakang Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar.
1
Ketentuan Pasal 1 ayat (2) ini merupakan penjabaran lebih lanjut
dari Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang mengamanatkan bahwa susunan Negara Republik Indonesia adalah negara
yang berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut prinsip
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Dari ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini menunjukkan Indonesia secara
tegas menganut konsep Kedaulatan Rakyat.
Kedaulatan atau souvereiniteit ( souvereignty ) merupakan konsep
mengenai kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan negara.
2
Kata “daulat” dan
“kedaulatan” berasal dari kata Arab daulah yang berarti rezim politik atau
kekuasaan. Makna aslinya seperti yang dipakai dalam Alquran adalah peredaran
dalam konteks pengertian kekuasaan. Perkataan ini dipakai dua kali atau didua
tempat, yaitu (i) hari-hari kekuasaan dipergantikan diantara umat manusia (tilka
al-ayyamu nudawiluha baina al-naas); dan (ii) hendaklah jangan samapi terjadi
bahwa kekayaan hanya beredar diantara orang-orangkaya saja (duulatan baina al-
aghniya). Artinya, akar kata daulat dalam Alquran terkait dengan konsep
mengenai kekuasaan di bidang politik dan kekuasaan di bidang ekonomi. Baru
kemudian dalam praktik,dikenal adanya istilah teknis kekuasaan seperti Daulat
Bani Abbasyiah, Daulat Bani Umayyah, dan sebagainya dimana kata daulat
dikaitkan dengan rezim politik.
Dalam ilmu hukum, dikenal adanya 5 (lima) teori atau ajaran menegenai
siapa yang berdaulat itu, yaitu :
1. Teori Kedaulatan Tuhan;
2. Teori Kedaulatan Raja;
3. Teori Kedaulatan Negara;
4. Teori Kedaulatan Rakyat;
5. Teori Kedaulatan Hukum;
Pertama, ajaran Kedaulatan Tuhan menganggap Tuhan sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam negara. Dalam prakteknya, kedaulatan Tuhan ini dapat
menjelma dalam hukum yang harus dipatuhi oleh kepala negara atau dapat pula
menjelma dalam kekuasaan raja sebagai kepala negara yang mengklaim
wewenang untuk menetapkan hukum atas nama Tuhan. Kedua, ajaran Kedaulatan
Raja beranggapan bahwa rajalah yang memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu
negara. Pandangan seperti ini muncul terutama setelah periode sekularisasi negara
dan hukum di Eropa. Ketiga, ajaran Kedaulatan Negara, adalah reaksi atas
kesewenangan raja yang muncul bersamaan dengan timbulnya konsep negara
bangsa dalam pengalaman sejarah di Eropa. Masing-masing kerajaan di Eropa melepaskan diri dari ikatan negara dunia yang diperintah oleh raja yang sekaligus
memegang kekuasaan sebagai Kepala Gereja. Setelah itu, muncul pula ajaran
Kedaulatan Hukum yang menganggap bahwa negara itu sesungguhnya tidaklah
memegang kedaulatan. Sumber kekuasaan tertinggi adalah hukum dan setiap
kepala negara harus tunduk kepada hukum. Kemudian muncul pula ajaran
Kedaulatan Rakyat yang meyakini bahwa yang sesungguhnya berdaulat dalam
setiap negara adalah rakyat. Kehendak rakyat merupakan satu-satunya sumber
kekuasaan bagi setiap pemerintah. Lebih lanjut, Kedaulatan rakyat merupakan
antitesis terhadap gagasan kedaulatan raja, kedaulatan negara ataupun gagasan
kedaulatn lainnya yang memungkinkan segelintir orang menguasai rakyat banyak
(individuals) di bidang politik (demokrasi politik) dan menguasai sumber-sumber
penghidupan di bidang ekonomi (demokrasi ekonomi).
4
Titik tolak pembeda antara masing-masing kedaulatan tersebut adalah
pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Dengan menganut kedaulatan
rakyat dalam pelaksanaan kenegaraannya, maka Indonesia secara formil megakui
bahwa rakyatlah yang memegang kedaulatan tersebut. Dalam hal ini, tercipta
hubungan tak terpisahkan antara rakyat dan kekuasaan negara.
Hubungan antara rakyat dan kekuasaan negara sehari-hari lazimnya
berkembang atas dua teori, yaitu teori demokrasi langsung (direct democracy)
dimana kedaulatan rakyat dapat dilakukan secara langsung dalam arti rakyat
sendirilah yang melaksanakan kekuasaan tertinggi tertinnginya, serta teori
demokrasi tidak langsung (representative democracy). Yusril Ihza Mahendra
mengungkapkan, demokrasi sebagai ide tentang pemerintahan yang ideal memang
tidak akan terwujud dalam realitas. Demokrasi memang mengandung unsur
utopia,. Rakyat pun tidak mungkin memerintah dirinya sendiri. Karena itu,
berbagai bentuk kelembagaan negara diwujudkan dalam struktur negara modern,
yang diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum yang tegas agar ditaati.
modern sekarang ini dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, maka
ajaran demokrasi tidak langsung, atau sering disebut demokrasi perwakilan,
menjadi lebih populer sekarang ini. Biasanya pelaksanaan kedaulatan ini disebut
sebagai lembaga perwakilan.
Dibanyak negara modern, pengisian jabatan keanggotaan lembaga
perwakilan ini, biasanya dilakukan melalui mekanisme Pemilihan Umum yang
diikuti oleh partai-partai politik yang menghimpun dan mengorganisasikan
aspirasi, pendapat dan suara rakyat yang berdaulat itu. Oleh karena itu, sistem
demokrasi atau paham kedaulatan rakyat di zaman modern ini tidak dapat
dilepaskan dari soal pemilihan umum dan partai politik.
6
Dalam perkembangan sejarah Republik Indonesia sendiri, Pemilihan
Umum pernah dianggap tidak terlalu penting dalam melegitimasi kekuasaan. Hal
ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa pada masa Orde Lama, Pemilihan Umum
hanya berlangsung sekali. Walaupun banyak kalangan menyebutkan secara
5
Di zaman kualitas pemilihan umum yang diselenggarakan pada tahun 1955 tersebut
merupakan pemilihan umum yang paling demokratis dalam perkembangan sejarah
ketatanegaraan Indonesia, akan tetapi dilihat kuantitas dari pemilihan umum yang
sangat minim tersebut maupun pelaksanaan demokrasi terpimpin oleh Presiden
Soekarno yang berarti juga mengurangi peran dan fungsi partai politik telah
mengeliminir peranan rakyat dalam melaksanakan kedaulatan rakyat yang
dimilikinya.
Oleh karena itu, penulis mencoba membahas masalah ini dan mengangkat
judul “Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai
Politik di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis merumuskan beberapa masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peranan pemilihan umum sebagai sarana penegakan
kedaulatan rakyat?
2. Bagaimanakah pengaturan pemilihan umum setelah berlangsungnya
reformasi di Indonesia?
3. Bagaimanakah hubungan antara sistem pemilihan umum dengan jumlah
kursi partai politik pada pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah di Kota Medan pada Pemilihan Umum 2004?
11.25
Unknown
No comments
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Hubungan Antara Sistem Pemilihan Umum Dengan Jumlah Kursi Partai Politik Di Dewan Perwakilan Rakyat
Rating:
0 komentar:
Posting Komentar