A. LATAR BELAKANG Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian
Penggolongan berbagai tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) pada dasarnya merupakan upaya pembentuk undang-
undang untuk membedakan antara jenis tindak pidana yang satu dengan yang lain.
Penggolongan jenis tindak pidana tersebut terasa sangat urgen, mengingat begitu
banyaknya tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP.
Secara prinsip penggolongan berbagai tindak pidana dalam KUHP
didasarkan pada kepentingan umum yang ingin dilindungi.
kepentingan hukum yang ingin dilindungi tersebut dikenal berbagai penggolongan
tindak pidana dalam KUHP yaitu tindak pidana terhadap harta benda atau harta
kekayaan, tindak pidana terhadap nyawa, tindak pidana terhadap kehormatan dan
tindak pidana terhadap badan atau tubuh.
1
Sebagai mana kita ketahui bahwa tujuan umum dari hukum acara pidana
adalah berupaya untuk mencari dan menemukan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materil yaitu kebenaran sejati (matriel warheid). Hal ini senada dengan
apa yang dikatakan oleh Van Bemmelan dalam bukunya Strafordering Leerbook
van Het Nederlandsch Procesrecht (Undang-undang di Belanda yang memuat
Atas dasar
Penulis dalam hal ini mencoba memberi penjelasan mengenai tindak
pidana terhadap badan atau tubuh yaitu tindak pidana penganiayaan yang
mengakibatkan kematian dan bagaimana peranan Visum et Refertum dalam tindak
pidana tersebut.
Hukum Acara Pidana) yaitu bahwa yang terpenting dalam hukum acara pidana
adalah mencari dan menemukan kebenaran.
Upaya mencari kebenaran yang materil ini menjadi salah satu perbedaaan
antara hukum pidana dengan hukum perdata. Dalam hukum acara perdata
kebenaran yang akan dicapai adalah kebenaran formal yaitu kebenaran yang
didasarkan pada formalitas hukum, sementara hukum pidana tidak hanya
mendasar pada formalitas hukum semata, tetapi juga harus ditunjang dengan
penggunaan formalitas hukum tersebut disidang pengadilan dan fakta yang
ditemukan dalam sidang pengadilan menjadi bahan masukan bagi hakim dalam
memutuskan perkara.
Dalam hukum acara pidana ada beberapa pihak yang terlibat didalamnya
yaitu:
1. Polisi;
2. Jaksa; dan
3. Hakim.
Ketiga hal inilah yang nantinya diharapakan dapat mewujudkan tujuan dari
hukum acara pidana itu sendiri dengan menerapkan secara jujur dan tepat
ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam
suatu perkara pidana sehingga siapa yang bersalah dapat dijatuhi hukuman dan
sebaliknya yang tidak bersalah dibebaskan dari hukuman.
Dalam melakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan,
Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim tidak terlepas dari ilmu pengetahuan lain
dalam melaksanakan ketiga hal tersebut dibidangnya masing-masing. Salah
satunya adalah ilmu kedokteran kehakiman atau kedokteran forensik. Ilmu
kedokteran kehakiman adalah penggunaan ilmu kedokteran untuk kepentingan
pengadilan yang mana ilmu kedokteran kehakiman itu sangat berperan dalam
membantu pihak Kepolisian, Kejaksaaan dan Kehakiman untuk menyelesaikan
segala persoalan yang hanya dapat dipecahkan dengan ilmu pengetahuan ini.
Ilmu kedokteran kehakiman sangat berperan untuk membantu dunia
peradilan dalam peristiwa:
1. Terlukanya seseorang;
2. Terganggunya kesehatan seseorang; dan
3. Mati/meninggalnya seseorang.
Dimana dari akibat yang terjad tersebut ada dugaan dari penyidik bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana. Untuk itu diperlukan bantuan dari seorang ahli
untuk memecahkan persoalan tersebut,
Permintaan bantuan ahli ini dinyatakan dalam KUHAP yang salah satunya
adalah Pasal 133 ayat (1) yang menyatakan:
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.”
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh ahli kedokteran kahakiman
atau dokter atau ahli lainnya atas korban atau barang bukti yang dikirim oleh
penyidik, maka ahli tersebut akan membuat laporan dari hasil pemeriksaan yang
telah dilakukannya dan kesimpulan dari ahli bersangkutan berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya. Laporan dari ahli ini disebut
dengan istilah Visum et Refertum.
Visum bukanlah istilah hukum melainkan visum itu sendiri merupakan
istilah kedokteran. Oleh karena itu dapat dimaklumi bahwa masyarakat pada
umumnya kurang memahami/mengetahui apa sebenarnya pengertian dan sejauh
mana peranan Visum et Refertum dalam tindak pidana khususnya tindak pidana
penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Didalam Undang-undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana juga tidak
ditemukan istilah maupun pengertian Visum et Refertum, tetapi yang dapat
ditemukan adalah keterangan ahli yaitu apa yang seorang ahli nyatakan
dipersidangan baik tulisan dalam bentuk laporan maupun lisan yang disampaikan
langsung di persidangan, dimana keterangan ahli yang diberikan dalam bentuk
laporan ini telah tercakup di dalam Visum et Refertum.
Meskipun pengertian Visum et Refertum dalam KUHAP tidak
dicantumkan secara tegas, namun sebagai pedoman dapat dijelaskan bahwa
pengert ian Visum et Refertum itu adalah:
“Hasil dari pemeriksaan yang dibuat oleh dokter berdasarkan apa yang dilihatnya
dan diketahuinya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang
dimilikinya guna kepentingan pengadilan.”
Visum et Refertum sangat penting dalam suatu perkara pidana khususnya
untuk peristiwa matinya seseorang yang diakibatkan oleh penganiayaan yang
dilakukan dengan berbagai modus operandi. Karena umumnya barang bukti
peristiwa tersebut tidak memungkinkan untuk dihadirkan dalam persidangan.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal diatas maka dapat dirumuskan yang menjadi pokok
permasalahan adalah:
1. Bagaimana hubungan kausalitas penganiayaan dengan meninggalnya korban
2. Bagaimana peranan Visum et Refertum sebagai alat bukti dalam menentukan
tindak pidana yang terjadi, apakah penganiayaan yang mengakibatkan
kemat ian; atau pembunuhan
Hukum
- Efektifitas Mediasi Dalam Perkara Perdata Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Agama Salatiga 2010)
- Tinjauan Hukum Terhadap Kemiripan Merek Pada Suatu Produk Makanan Dan Minuman Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
- Putusan Hakim Pidana Di Bawah Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
- Perlindungan Hukum Terhadap Artis Cilik Dalam Perjanjian Kerja Dengan Rumah Produksi Sinetron Dihubungkan Dengan Dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Juncto Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
- Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding Dalam Perjanjian Berdasarkan Buku Iii Burgerlijke Wetboek (Bw)
- Tinjauan Hukum Mengenai Pungutan Pajak Pemasangan Iklan Pada Media Internet Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
- Perlindungan Konsumen Atas Cacat Tersembunyi Pada Objek Perjanjian Jual Beli Mobil Yang Memberikan Fasilitas Garansi Dihubungkan Dengan Buku Iii Burgerlijk Wetboek Juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
- Peranan Penyidik Polri Sebagai Penuntut Dalam Sistem Pemeriksaan Acara Cepat
- Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan Dalam Perjanjian Kredit
- Analisa Kasus tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidanapenganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian
Rating:
0 komentar:
Posting Komentar