A. Latar Belakang Kebijakan Pemerintah Kota Semarang Dalam Pembinaan Gelandangan di Kota Semarang
Pembangunan Nasional Indonesia dan hakekatnya merupakan pembangunan
manusia seutuhnya serta pembangunan masyarakat seluruhnya. Sebagai
konsekuensinya maka segenap aspek yang menyangkut kehidupan dan penghidupan
manusia dan masyarakat Indonesia harus memperoleh perlakuan yang selaras, serasi
dan seimbang dalam pembangunan. Termasuk di dalamnya masalah-masalah sosial
yang menghambat terwujudnya kesejahteraan dan pembangunan masyarakat
Indonesia. Masalah-masalah sosial tersebut merupakan bentuk tingkah laku yang
melanggar adat istiadat masyarakat. Masalah sosial disebut juga dengan situasi
sosial yang dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai mengganggu, tidak
dikehendaki, berbahaya dan merugikan banyak orang. (Kartini Kartono, 2005 : 6)
Dalam menghadapi masalah-masalah yang dapat menghambat terwujudnya
kesejahteraan harus diadakan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Salah satu masalah yang menghambat pembangunan pada saat
ini adalah masalah penanganan tuna wisma dan tuna susila atau disebut juga
gelandangan (Soedjono, 1989 : 15).
Gelandangan hampir terdapat di semua kota-kota besar, yang merupakan
masalah serius dalam suatu pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Pada
umumnya gelandangan ditimbulkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah proses
urbanisasi terlalu tinggi, di mana masyarakat desa yang datang ke kota terlalu
banyak sehingga tidak tertampung. Keinginan masyarakat desa datang ke kota untuk
memperolah penghidupan yang layak ternyata tidak seperti yang diharapkan. Proses
urbanisasi tersebut membawa dampak sosial baik bagi penduduk kota maupun bagi
pendatang. Sulitnya mencari pekerjaan, maka para pendatang tidak sedikit yang
akhirnya menjadi pengangguran di kota. Desakan penghidupan yang memerlukan
biaya untuk kelangsungan hidup, maka diantara para pengangguran tersebut ada
yang sebagian akhirnya menjadi gelandangan.
Gelandangan mempunyai lingkungan pergaulan hidup, norma dan aturan
yang berbeda dengan masyarakat biasa, tidur seenaknya di tempat-tempat umum
(kolong jembatan), makanpun ia begitu kotor dan di tempat umum mereka biasa
makan, cara membentuk rumah tangga jarang mereka lakukan kawin resmi dan
selalu berganti pasangan, sehingga bila dikaitkan dengan pencemaran lingkungan
hidup, gelandangan adalah salah satu penyebabnya.
Gelandangan tidak saja merupakan penyakit sosial, tetapi juga merupakan
suatu masalah yang memerlukan penanganan dan pembinaan yang cukup serius.
Oleh karena itu apabila tidak segera ditangani maka penyakit masyarakat ini akan
merajalela, sehingga diperlukan suatu langkah positif yang berupa tindakan
penanganan dari pemerintah. Di Kota Semarang, penanganan masalah gelandangan
dilakukan dengan melibatkan Dinas Kesejahteraan Sosial beserta Satuan Polisi
Pamong Praja yaitu dengan melakukan razia, kemudian yang tertangkap dilakukan
pembinaan serta pelatihan ketrampilan dan dikirim ke tempat asal mereka. Di Kota
Semarang, masalah gelandangan dikatakan relatif tinggi, hal ini diperoleh dari data
Dinas Kesejahteraan Sosial berikut :
Berdasarkan data tersebut di atas, dari tahun 2001 sampai tahun 2005
mengalami peningkatan, jumlah gelandangan yang ditampung pun kian meningkat
pada tahun 2001 jumlah gelandangan yang ditampung 154 orang, pada tahun 2005
jumlah gelandangan yang ditampung sekitar 200 orang, sehingga diperlukan adanya
pembinaan yang serius mengingat jumlah gelandangan ini terus meningkat dari
tahun ke tahun. Merujuk pendapat dari Sumargono, bahwa dengan adanya
peningkatan jumlah gelandangan tersebut, maka kebijakan yang dilakukan
Pemerintah Kota Semarang dalam penanganan dan pembinaan gelandangan, yaitu
antara lain :
1) melakukan razia terhadap gelandangan 2) menampung terhadap gelandangan yang terkena razia, kemudian melakukan
pencatatan untuk mengetahui jumlah serta latar belakang lehidupan mereka. 3) membina dengan membangkitkan kesadaran, harga diri dan kepercayaan pada
diri sendiri serta arti pentingnya bekerja. 4) menghindarkan mereka dari pengaruh negatif yang berkaitan dengan kriminal. 5) mengembalikan mereka ke tempat asalnya.
(Sumber : Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Semarang, 2006)
Kebijakan tersebut dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang agar
pembangunan di Kota Semarang berjalan lancar. Masalah gelandangan merupakan
masalah sosial yang sulit sekali dihilangkan karena adanya pengaruh masyarakat
yang masih menganggap bahwa kehidupan di kota lebih baik daripada kehidupan di
desa. Kaum gelandangan sendiri merusak tata kota, yang ingin kotanya terlihat
bersih, selain itu menjadikan kesehatan kota menjadi buruk, dan kebanyakan mereka
kurang berpendidikan. Oleh karena itu diperlukan pembinaan atau kebijakan dari
Pemerintah Kota Semarang dalam upaya penanggulangan masalah gelandangan.
Masalah gelandangan merupakan salah satu bentuk masalah sosial yang
muncul disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : faktor pendidikan,
kepribadian, ketaatan pada agama, urbanisasi, ekonomi, lingkungan dan geografis.
Pada umumnya para gelandangan mengalami proses demoralisasi dan tidak mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Perasaan bahagia dan kemampuan
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan itu tergantung pada sikap pribadi.
Individu yang puas dalam usaha pembenaran diri dan pendifinisian diri akan merasa
bahagia dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya, sebaliknya,
dia akan menjadi sangat tidak bahagia apabila tidak ada kongruensi atau
keseimbangan antara pendefinisian diri dengan peranan sosial. Jadi seorang individu
menjadi gelandangan karena adanya tekanan konflik batin dan krisis-krisis jiwa.
(Kartini Kartono, 2005 : 47)
Gelandangan merupakan salah satu gejala “social disorganization” yang
mana masalah tersebut menjadi salah satu bagian dari dinamika masyarakat, oleh
karena itu masyarakat sebagai pihak yang terkena langsung imbas dari keadaan
tersebut, mempunyai otoritas untuk menentukan sikap menerima ataupun menolak.
Penyelesaian masalah para gelandangan tidak harus tergantung pada pendekatan
yuridis saja yaitu melalui Peraturan Pemerintah atau Undang-Undang. Meskipun
pihak-pihak pembentuk peraturan merupakan orang-orang yang dianggap mampu
mewakili masyarakat, tetapi tidak mungkin pihak-pihak tersebut mengerti semua
kepentingan-kepentingan dan keinginan-keinginan masyarakat yang diwakilinya.
Oleh karenanya adalah sesuatu yang wajar apabila pada akhirnya terdapat perbedaan
antara pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh kaidah-kaidah hukum dengan
pola-pola perikelakuan yang diharapkan oleh masyarakat sebagai akibat adanya
perbedaan kepentingan dan pola perikelakuan antara pembentuk hukum dan
masyarakat sebagai obyek hukum. Sebab bagaimanapun juga isi dari produk hukum
yang baik seharusnya adalah terdiri dari cerminan-cerminan aspirasi masyarakat,
bukan berisi pemaksaan kepentingan para pembuatnya.
Masyarakat mempunyai independensi untuk menerima atau menolak,
melindungi ataupun memberi sanksi terhadap masalah gelandangan ini. Masyarakat
bisa mewujudkan ketidakberpihakan pada masalah gelandagan melalui saluran-
saluran reaksi baik yang bersifat positif maupun negatif, atau bahkan sekedar
memberikan sanksi yang ringan berupa cemoohan atau umpatan saja. Masyarakat
mempunyai filter yang berupa moralitas pribadi masing-masing individu dan juga
kekuatan mengikat nilai-nilai serta norma-norma yang tumbuh di masyarakat.
Akhirnya akan sampai pada suatu keadaan dimana hukum sebagai
perekayasa kehidupan masyarakat tidak mampu berbuat banyak dalam membentuk
pola perilaku masyarakat. Dari kenyataan tersebut, maka penulis dapat menarik
suatu kesimpulan bahwa pola pikir dan perilaku masyarakat yang senantiasa
berkembang sehingga jauh meninggalkan perkembangan bidang hukum, serta
adanya ketidakberdayaan hukum dalam mengantisipasi perkembangan masyarakat
yang demikian cepat. Mungkin telah saatnya masyarakat dibiarkan untuk
menentukan langkahnya sendiri selama masih dalam batas-batas kewajaran sebagai
dinamika perkembangan masyarakat.
Pendekatan melalui bidang hukum, dengan berbagai peraturan ternyata
belum mampu mengatasi keadaan yang demikian. Bagaimanapun juga hukum
sebagai norma sosial adalah tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu
masyarakat. Hukum merupakan pencerminan dan konkritisasi daripada nilai-nilai
yang pada suatu saat berlaku dalam masyarakat. Oleh karenanya pemerintah Kota
Semarang sebagai bagian kecil dari masyarakat yang merupakan elit masyarakat
sebagai pembentuk peraturan dan dianggap mampu mewakili kepentingan
masyarakat, harus mampu menterjemahkan aspirasi dari masyarakatnya.
Usaha pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang
seharusnya tidak dibatasi dalam lingkup yang terbatas yaitu hanya difokuskan pada
para gelandangan saja. Tetapi usaha tersebut harus diproyeksikan untuk sasaran
yang lebih luas lagi yaitu mencakup juga masyarakat umum, sehingga masyarakat
akan mampu dengan sendirinya untuk memproteksi diri dari akibat negatif adanya
gelandangan.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan tema judul “Kebijakan Pemerintah Kota Semarang Dalam Pembinaan Gelandangan di Kota Semarang.”
B. Identifikasi Masalah
Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter
(bawaan sejak lahir, warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku
kriminal itu bisa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria, dapat
berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut umur. Kejahatan atau tindak
kriminal merupakan satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan
melekat pada tiap masyarakat, perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman
yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial yang mendasari kehidupan
atau keteraturan sosial dapat menimbulkan ketegangan individual maupun
ketegangan-ketegangan sosial yang merupakan ancaman riil atau potensial bagi
berlangsungnya ketertiban sosial.
Berdasarkan uraian latar belakang, maka identifikasi masalah penelitian ini
adalah mengenai gelandangan yang menjadi masalah sosial masyarakat yang dapat
menimbulkan tingkat kriminalitas di kota Semarang. Dan kebijakan pemerintah
dalam menangani gelandangan di kota Semarang.
23.27
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG DALAM PEMBINAAN GELANDANGAN DI KOTA SEMARANG
Rating: