A. Latar Belakang Permasalahan Implementasi Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara Pidana (SKPPP/SKP3)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang
lebih populer dengan KUHAP telah diberlakukan dalam rentang waktu yang
relatif panjang/lama, yakni sejak tanggal 31 Desember 1981. Namun demikian
Martin Basiang menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya khususnya yang
berkenaan dengan penuntutan masih cukup banyak hal yang belum sinkrone
dengan maksud dan tujuan pembentuk Undang-Undang tersebut.
39
Salah satu ciri hukum adalah ketidakpastiannya, sehingga manakala kita
menghadapi suatu kejadian, kita harus secara tegar dan pasti menjawabnya. Itu
tuntutan hukum, ini adalah hukum, itu adalah melawan hukum, kita menarik garis
pemisah yang tajam dan kita kemudian ragu.
Ketika kontroversi terjadi pada kasus mantan Presiden Soeharto, hukum
positif yang bertugas menjawab ketidakpastian menyatakan Soeharto harus di
adili, kenyataan menunjukkan lain ketika tim dokter menyatakan Soeharto
menderita brain damage permanen sehingga tidak fit untuk diadili dan dibawa
kepengadilan. Hukum positif c.q. KUHAP hanya mengatur 3 hal di mana seorang
terdakwa tidak dapat dituntut ke pengadilan, yaitu meninggal dunia (mati),
menjadi gila (sakit ingatan), dan dinyatakan di bawah pangampuan (onder
curatele).
Timbul keraguan di kalangan penegak hukum bagaimana menegakkan
hukum sesuai dengan due process of law. Di tengah keraguan ini tiba-tiba saja
Kejaksaan Agung mengeluarkan SKPPP (Surat Ketetapan Penghentian
Penuntutan Perkara) yang menghebohkan dunia hukum. Apa latar belakang
dikeluarkannya SKPPP? Politis atau hukum? Memang Soeharto sakit tidak bisa
dipaksa dibawa dan diadili ke pengadilan. Tetapi apakah pengeluaran SKPPP ini
dapat dibenarkan secara hukum? Itu menjadi masalah yang pelik. Uniknya, alasan
dikeluarkannya SKPPP untuk kepastian hukum agar perkara Soeharto tidak
digantung terus-menerus. Sebaliknya, Jaksa Agung juga menyatakan kalau
ternyata nanti Soeharto sembuh, tidak tertutup kemungkinan dituntut lagi.
Kembali lagi terjadi ket idakpast ian huku m.
Dalam pemikiran hukum (rechtsdenken), masyarakat minta jawaban
tentang keadilan. Apakah adil kalau proses pengadilan Soeharto dihentikan begitu
saja dengan SKPPP? Tetapi apakah juga adil kalau Soeharto yang sakit dipaksa
untuk diadili? Di sinilah otoritas hukum (rechtsgezag) dipertanyakan. Sampai di
manakah hukum mempunyai otoritas?
40
Kekurangserasian praktek pelaksanaan KUHAP dimaksud antara lain
disebabkan memang antara KUHP dan KUHAP latar belakang pembentukannya
berbeda secara mencolok. KUHP sebagai hukum materiil yang pelaksanaan dan
penegakannya dilakukan melalui ketentuan-ketentuan KUHP sebagai hukum
formal adalah produk hukum warisan kolonial sedang KUHAP itu sendiri adalah
produk hukum nasional. Sebagai produk hukum kolonial, sudah tentu ia
mengandung ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan
kolonial, sedang KUHAP sebagai produk hukum nasional adalah perangkat yang
bertujuan mengabdi pada kepentingan nasionaL.
41
Disamping itu, peralihan dari Hukum Acara Pidana yang lama (Het
Herziene Inlandsch reglement- staatsblad Tahun 1941 Nomor 44), sedikit
banyaknya masih “membekas” dalam praktek, sehingga dalam praktek peradilan
kini” Nafas” HIR tersebut masih nampak.
Ruslan Saleh mengatakan dalam ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah penuntutan yang ditetapkan dalam KUHAP masih terdapat adanya ketentuan yang menimbulkan keragu-raguan yang pada akhirnya memancing timbulnya penafsir yang beraneka ragam. Timbulnya penafsiran demikian disebabkan pembentuk Undang-Undang sendiri tidak memberikan penjelasan resminya, bahkan ketentuan yang kurang jelas tersebut dalam penjelasan resminya dinyatakan sebagai “ cukup jelas”.
42
Guna mengatasi hal tersebut telah ditempuh berbagai langkah
kebijaksanaan antara lain : diterbitkannya Keputusan Menteri Kehakiman RI
Nomor: M. 01 – PW 07.03 tahun 1982 tanggal 4 Februari 1982 tentang pedoman
pelaksanaan KUHAP, Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.14-
PW.07.03 Tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 tentang tambahan pedoman
pelaksanaan KUHAP, penataran gabungan antar aparat penegak hukum,
Makehjapol I dan II, Rapat-Rapat Koordinasi dan Rapat teknis dan sebagainya.
Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa dalam praktek masih cukup banyak
perbedaan persepsi antar aparat penegak hukum dilapangan.
Perbedaan-perbedaan persepsi tersebut perlu diatasi, guna memberikan
kepastian dan ketertiban dalam rangka menegakkan kebenaran dan keadilan.
Untuk itu dalam upaya penegakan hukum tersebut maka Kejaksaan Republik
Eksistensi dan kehadiran Praperadilan, bukan merupakan lembaga
peradilan tersendiri tetapi hanya merupakan wewenang dan fungsi baru yang
dilimpahkan KUHAP kepada setiap Pengadilan Negeri, sebagai wewenang fungsi
dan tambahan Pengadilan Negeri yang telah ada selama ini. Sebab wewenang
fungsi Pengadilan Negeri bukan hanya saja mengadili dan memutus perkara
pidana dan perkara perdata saja sebagai tugas pokok tetapi disamping tugas pokok
tersebut Pengadilan Negeri diberi tugas tambahan untuk menilai sah atau tidaknya
penahanan, penyitaan, pengahentian penyidikan atau penghentian penuntutan
yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum, yang wewenang
pemeriksaannya diberikan kepada Praperadilan.
B. Perumusan Masalah
Bertit ik tolak dari uraian dan latar belakang diatas dapatlah dirumuskan
permasalahan yang menjadi pokok bahasan berkenaan dengan SKPPP sebagai
berikut:
1. Bagaimana Peraturan Perundang-Undangan dan alasan serta prosedur hukum
pengeluaran Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKPPP)
Pidana ditinjau dari KUHAP dan KUHP ?
2. Bagaimana akibat-akibat hukum atau kekuatan mengikat Surat Ketetapan
Penghentian Penuntutan Perkara (SKPPP) Pidana.?
3. Bagaimana Implementasi upaya hukum Praperadilan dan Banding terhadap
Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKPPP / SKP3 ) Kasus
Penghentian Penuntutan Perkara Soeharto?
16.07
Unknown
No comments
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Implementasi Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara Pidana (SKPPP/SKP3)
Rating:
0 komentar:
Posting Komentar