A. Latar Belakang Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan
oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum
itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja
yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti
dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur
penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu,
apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.
1
Mengingat demikian banyaknya instansi (struktur kelembagaan) dan
pejabat (kewenangan) yang terkait di bidang penegakan hukum, maka reformasi
penegakan hukum tampaknya memerlukan peninjauan dan penataan kembali
seluruh struktur kekuasaan/kewenangan penegakan hukum. Jadi, “reformasi
penegakan hukum” mengandung di dalamnya “reformasi kekuasaan/kewenangan
di bidang penegakan hukum”.
2
Reformasi di bidang penegakan hukum dan struktur hukum, bahkan juga
di bidang perundang-undangan (substansi hukum), berhubungan erat dengan
reformasi di bidang “budaya hukum dan pengetahuan/pendidikan hukum”.
Masalah-masalah yang mendapat sorotan masyarakat luas saat ini (seperti kolusi,
korupsi, mafia peradilan dan bentuk-bentk penyalahgunaan kekuasaan atau
persekongkolan lainnya di bidang prosedur/penegakan hukum), jelas sangat
terkait dengan masalah budaya hukum dan pengetahuan/pendidikan hukum.
Hukum keimigrasian merupakan bagian dari sistem hukum yang berlaku
di Indonesia, bahkan merupakan subsistem dari Hukum Administrasi Negara.
Sebagai sebuah subsistem hukum, hukum keimigrasian di Indonesia telah ada
sejak pemerintahan kolonial Belanda
4
3
. Ketentuan hukum keimigrasian di
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1991
secara formal tidak mengalami perkembangan berarti. Dikatakan demikian karena
ketentuan keimigrasian masih tersebar dalam beberapa ketentuan perundang-
undangan dan masih kuat dipengaruhi oleh hukum kolonial. Disamping tidak
seseuai lagi dengan perkembangan kehidupan nasional, sebagian dari ketentuan
tersebut masih merupakan ketentuan bentukan pemerintah kolonial. Disamping
tidak sesuai lagi dengan perkembangan kehidupan nasional, sebagian dari
ketentuan tersebut masih merupakan bentukan pemerintah kolonial Belanda yang
diserap ke dalam hukum keimigrasian nasional, seperti Toelatingsbesluit
Staatsblad 1916 Nomor 47 (Penetapan Izin Masuk/PIM), diubah dan ditambah
terakhir dengan Staatsblad 1949 Nomor 330, serta Toelatingsordonnantie
Staatsblad 1949 Nomor 33 (Ordonansi Izin Masuk/OIM), yang tentu saja
kehadirannya ditujukan untuk mendukung kepentingan pemerintah kolonial.
Misalnya disebutkan dalam Ordonansi Izin Masuk bahwa orang asing yang telah
diberi izin masuk, sekaligus juga diberi izin menetap. Demikian pula dalam
pengaturan Penetapan Izin Masuk, keberadaan pendatang ilegal dapat menjadi
legal hanya dengan membayar sejumlah denda. Hal tersebut tentu saja merupakan
kemudahan di bidang keimigrasian karena membuka pintu selebar-lebarnya bagi
pendatang dari berbagai negara demi kepentingan politik, ekonomi, dan
pertahanan pemerintah kolonial.
5
. Barulah kemudian, pada tanggal 31 Maret
1992, Undang-undang tentang keimigrasian yang berjiwa nasional dilahirkan.
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut
UU No. 9 Tahun 1992) merupakan unifikasi beberapa ketentuan yang berkaitan
dengan keimigrasian, yang sebelumnya tersebar dalam beberapa ketentuan
perundang-undangan.
Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu-lintas orang,
barang, jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu
pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus
orang asing ke wilayah RI tentunya akan meningkatkan penerimaan uang yang
dibelanjakan di Indonesia, meningkatnya investasi yang dilakukan, serta
meningkatnya aktivitas perdagangan yang akan meningkatkan penerimaan devisa.
Namun peningkatan arus lalu-lintas barang, jasa, modal, informasi dan
orang juga dapat mengandung pengaruh negative, seperti:
a. Dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang
bergabung dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal
Asing dan/ atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pembelian saham
atau kontrak lisensi).
b. Munculnya Transnational Organized Crimes (TOC), mulai dari
perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang, narkotika, dan
obat terlarang, imigran gelap, sampai ke perbuatan terorisme
internasional.
Dampak negatif ini akan semakin meluas ke pola kehidupan serta tatanan sosial
budaya yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan
ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisasikan dampak negatif yang
timbul akibat mobolitas manusia, baik warga negara Indonesia maupun orang
asing, yang keluar, masuk, dan tinggal di wilayah Indonesia, keimigrasian harus
mempunyai peranan yang semakin besar. Penetapan politik hukum keimigrasian
yang bersifat selektif (selective policy) membuat institusi imigrasi Indonesia
memiliki landasan operasional dalam menolak atau mengizinkan orang asing, baik
dari segi masuknya, keberadaannya, maupun kegiatannya di Indonesia
Berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif, ditetapkan bahwa
hanya orang asing yang:
a. Memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan negara Republik
Indonesia;
b. Tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum; serta
c. Tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia,
diizinkan masuk dan dibolehkan berada di wilayah Indonesia, serta diberi izin
tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia.
Dengan demikian, peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan
kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan keluar-masuk orang
dari dan ke dalam wilayah Indonesia, dan pemberian izin tinggal serta
pengawasan terhadap orang asing selama berada di wilayah Indonesia.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka perlulah kiranya
penulis untuk membahas lebih jauh mengenai tindak pidana di bidang
keimigrasian ini khususnya hal-hal yang berkaitan dengan penyalahgunaan izin
keimigrasian, maka dari itu penulis mengambil judul skripsi “Penegakan Hukum
Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-
Undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian”.
6
.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana di uraikan diatas, maka
perlu di rumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana
penyalahgunaan izin keimigrasian?
2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan izin
keimigrasian?
3. Bagaimanakah peranan aparatur penegak hukum dalam penegakan hukum
terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian?
16.11
Unknown
No comments
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian
Rating:
0 komentar:
Posting Komentar