A. Latar Belakang Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban
Dalam proses pengungkapan suatu kasus pidana mulai dari tahap 
penyelidikaan sampai dengan pembuktian di persidangan, keberadaan dan peran 
saksi sangatlah diharapkan. Bahkan menjadi faktor penentu dan keberhasilan 
dalam pengungkapan kasus pidana dimaksud.
1
 
Salah satu elemen penting untuk pembuktian kasus pidana adalah 
keterangan saksi. Namun, karena tidak adanya peraturan hukum yang memadai 
seperti Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi, banyak saksi yang enggan 
memberikan keterangan baik di tingkat penyelidikan, penyidikan maupun 
penuntutan. Akibatnya, tidak jarang kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat 
negara menguap begitu saja dan bahkan sering pula para pelaku tersebut 
dibebaskan oleh palu hakim. 
Keberhasilan suatu proses peradilan pidana akan sangat bergantung pada 
alat bukti yang berhasil dimunculkan dalam persidangan, salah satunya adalah 
keterangan saksi. Saat ini, tidak sedikit kasus yang kandas di tengah jalan karena 
ketiadaan saksi untuk menopang tugas aparat penegak hukum, yakni polisi
 dan 
jaksa. Dengan demikian, jelas keberadaan saksi merupakan elemen yang sangat 
menentukan dalam suatu proses peradilan pidana. Namun, perhatian terhadap 
peran saksi sampai saat ini masih jauh dari perhatian masyarakat dan penegak 
hukum. Keengganan para saksi memberikan informasi juga telah membuat 
pemberitaan-pemberitaan di media menguap begitu saja, jauh dari penyelesaian. 
Persoalan utama dari kesaksian itu sendiri adalah banyaknya saksi yang 
tidak bersedia menjadi saksi atau pun tidak berani mengungkapkan kesaksian 
yang sebenarnya karena tidak adanya jaminan yang memadai atas perlindungan 
maupun mekanisme tertentu untuk bersaksi. Saksi termasuk pelapor bahkan sering 
kali mengalami intimidasi atau tuntutan hukum atas kesaksian atau laporan yang 
diberikannya. Tidak sedikit pula saksi yang akhirnya menjadi tersangka dan 
bahkan terpidana karena dianggap mencemarkan nama baik pihak-pihak yang 
dilaporkan yang telah diduga melakukan suatu tindak pidana.
2
Tuntutan perlunya Undang-undang Perlindungan Saksi sangat diperlukan 
saat ini untuk mengungkap kasus-kasus besar yang menarik perhatian publik. 
Seperti diketahui, pemerintah di masa kepemimpinan Presiden Megawati 
Soekarno Putri telah pernah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 
2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi dalam 
pelanggaran hak sasi manusia berat yang ditetapkan tanggal 13 maret 2002. 
Namun Peraturan Pemerintah ini tidak berjalan efektif, karena justru dalam 
praktik persidangan pelanggaran HAM berat Timor-timur dan Tanjung Priok saat 
itu para saksi dan korban tidak terlindungi keselamatannya, sering kali terjadi 
intimidasi atau terror. Akibatnya mereka enggan bersaksi di persidangan.
Padahal saksi merupakan salah satu alat bukti di dalam pemeriksaan 
perkara pidana dimana keterangannya dapat emebuktikan terjadi atau tidaknya 
suatu perbuatan pidana. Hal ini sejalan dengan Pasal 184 KUHAP dimana alat-
alat bukti ialah: 
a. keterangan saksi 
b. keterangan ahli 
c. surat
d. petunjuk
e. keterangan terdakwa.
4
Seperti misalnya pada saksi pelapor, di dalam Undang-undang 
Perlindungan Saksi harus tegas diatur saksi pelapor mana saja yang harus 
dilindungi, artinya tidak semua saksi pelapor yang harus dilindungi. Jika dalam 
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, atau persidangan pengadilan ternyata saksi 
pelapor tersebut terlibat dalam kejahatan yang dilaporkan seperti kasus korupsi, 
pelanggaran HAM Berat, teroris, narkoba, pejabat terkait dapat memerintahkan 
pelapor tersebut menjadi tersangka. Jika pemeriksaan tersebut di tingkat 
pengadilan maka Hakim dapat memerintahkan Jaksa Penuntut Umum agar saksi 
pelapor tadi dijadikan terdakwa. 
Sebaliknya jika saksi pelapor tadi tidak terlibat dengan kasus yang dia 
laporkan tetapi terlibat dalam kasus yang lain seperti pada kasus Khairiansyah 
Salman, tidak terlibat dengan laporannya kasus Komisi Pemilihan Umum (KPU), 
3
 tetapi terlibat kasus Dana Abadi Umat (DAU), jelas UU Perlindungan Saksi untuk 
kasus KPU dapat diterapkan kepadanya tetapi untuk kasus DAU tidak berlaku UU 
Perlindungan Saksi terhadap dirinya karena ia telah menjadi Terdakwa dalam 
kasus Dana Abadi Umat (DAU). 
Hal ini berbeda dengan laporan suap konglomerat Probosutedjo yang 
melibatkan 5 oknum pegawai Mahkamah Agung, pengacara Harini Wiyoso yang 
mencatutkan nama Majelis Hakim Agung Bagir Manan, Parman Suparman, 
Usman Karim yang memeriksa perkara itu. Probosutedjo jelas melakukan suap 
terhadap pihak-pihak terkait, dia tidak mungkin dilindungi Undang-undang 
Perlindungan Saksi.
5
Kelahiran Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan landasan 
hukum yang kuat bagi perlindungan terhadap saksi maupun korban termasuk 
pelapor agar berani dalam memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dalam 
proses pemeriksaan perkara pidana tanpa mengalami ancaman atau tuntutan 
hukum. Karena selama ini dapat dilihat bahwa para saksi, korban khususnya 
pelapor seperti mendapat tekanan yang sangat berat selama proses pemeriksaan 
sehingga terkesan mereka takut untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya, hal 
seperti inilah yang nantinya akan sangat menghambat proses pemeriksaan yang 
terjadi.
6
 
 
Para saksi yang murni tidak terkait dengan apa yang dilaporkan tidak perlu takut. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah semudah itu para saksi melaporkan kesalahan orang lain kepada pihak yang berwenang?. Untuk 
mengungkap kasus-kasus besar tidaklah mudah karena selain saksi yang bersangkutan dijamin keamanannya, saksi pelapor tersebut juga haruslah mempunyai kepedulian menegakkan hukum dan keadilan tanpa ada keterlibatannya dalam kasus tersebut. Jika para saksi murni melaporkan kejahatan si pelaku maka dalam Undang-undang Perlindungan Saksi tersebut selain diberikan jaminan perlindungan keamanan kepada saksi yang bersangkutan. Pemerintah harus pula memeberikan suatu penghargaan atau hadiah berharga kepada saksi tersebut. Sehingga para saksi berikutnya akan lebih banyak berani mengungkapkan kasus-kasus besar yang selama ini terkubur dalam.
7
Banyaknya kasus-kasus hukum yang tidak terungkap, umumnya disebabkan saksi dan korban takut memberikan kesaksian, karena mendapat ancaman dari pihak tertentu. Padahal, suksesnya proses peradilan pidana ditentukan keberadaan saksi dan korban.
8
 Berangkat dari hal-hal tersebut di atas maka penulis merasa sangat tertarik 
bahkan merasa bahwa ini adalah suatu kewajiban untuk mengangkat masalah mengenai perlindungan hukum terhadap saksi ini kedalam skripsi penulis dengan judul Perlindungan Terhadap Saksi dalam Proses Pemeriksaan di Kepolisian sebelum dan sesudah berlakunya UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, hal ini mengingat bahwa saksi adalah salah satu faktor penting dalam pembuktian suatu tindak pidana, keterangan saksi akan dapat menentukan apakah benar telah terjadi tindak pidana, dan keterangan saksi jugalah yang nantinya akan menjadi salah satu pertimbangan bagi seorang Hakim dalam mengambil Putusan. 
B. Permasalahan 
Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi 
permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : 
1. Bagaimanakah kedudukan saksi di dalam pembuktian perkara pidana. 
2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap saksi menurut Undang-
undang Nomor 13 Tahun 2006 Perlindungan Saksi dan Korban. 
3. Bagaimanakah perlindungan Hukum terhadap saksi sebelum dan setelah 
berlakunya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan 
Saksi dan Korban. 
Comment With Facebook!
Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Perlindungan Terhadap Saksi Dalam Proses Pemeriksaan Di Kepolisian Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Uu Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi Dan Korban




 

 16.24
16.24
 Unknown
Unknown
 
 Posted in:
 Posted in:  
0 komentar:
Posting Komentar