Follow me on Facebook! Follow me on Twitter!
 7projectsdistro.com - Toko Kaos Distro Online Terlengkap Termurah dan Terpercaya

PERANAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK REKLAME DI DINAS PENDAPATAN DAERAH KECAMATAN PANCORAN JAKARTA SELATAN

PanduanTOEFL Terbaik dengan Metode MindMap
1.1 Latar Belakang Masalah

Pajak reklame merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang mempunyai potensi cukup besar di wilayah Pemerintah Daerah Propinsi DKI
Jakarta. Sektor ini memberikan pemasukan sebesar Rp. 231.358.933.516,00 bagi pajak
daerah DKI Jakarta pada tahun 2007 (sumber subdis Pengendalian Dipenda DKI
Jakarta).
Jakarta sebagai Ibukota Negara RI yang sekaligus sebagai kota dagang serta
pariwisata merupakan tempat yang sangat baik bagi pengusaha untuk mempromosikan
barang dan jasa mereka dengan menggunakan berbagai aneka ragam media reklame
seperti papan reklame, spanduk dan jenis-jenis media reklame lainnya yang diatur
oleh peraturan pajak reklame diwilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sistem pemungutan pajak reklame adalah sistem menghitung sendiri (Self
Assesment System). Sistem memberikan kepercayaan lebih besar kepada wajib pajak
untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Yaitu wajib pajak diperkenankan untuk
menghitung dan menetapkan sendiri besar pajak terutang. Selain hak, wajib pajak
mempunyai kewajiban perpajakan diantaranya melakukan pembayaran / penyetoran
masa atas pajak yang terutang (dalam tahun berjalan) paling lambat tanggal 15 (lima
belas) bulan berikutnya pada Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKD) atau bank atau
tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah
(SSPD). Setelah melakukan pembayaran / penyetoran wajib pajak berkewajiban untuk
menyampaikan SSPD tindakan tersebut sebagai laporan kepada Dinas Pendapatan
Daerah Propinsi DKI Jakarta atau Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya sesuai
dengan lokasi usahanya.
Dengan berlakunya sistem pemungutan pajak menghitung sendiri (Self
Assesment System) memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban
perpajakan kepada wajib pajak lebih diperhatikan. Hal ini diharapkan dapat merangsang
peningkatan kesadaran dan kepatuhan serta tanggung jawab perpajakan di masyarakat.
Wajib pajak diperluas sertanya dalam perpajakan sehingga fungsi aparat pajak itu sendiri
berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak.
Terhadap wajib pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan dikenakan sanksi
administrasi berupa bunga dan atau kenaikan bahkan diancam dengan pidana kurungan paling
lama enam bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Peningkatan pemasangan reklame dapat menguntungkan pemerintah daerah dari
sektor pajak daerah khususnya pajak reklame. Pajak reklame merupakan bagian dari
pajak daerah memiliki potensi yang terus dapat ditingkatkan sebagai sumber andalan
bagi pajak daerah (Ahmad Nurcholis, Kajian Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
pada Dinas Pendapatan Daerah, www.pajak.go.id, 2006). Namun penerimaan dari
pajak reklame di DKI Jakarta masih tergolong rendah. Hal tersebut disebabkan karena
masih banyak reklame yang lolos dari pengenaan pajak, masih banyak ditemukan
reklame yang pemasangannya dilakukan tanpa izin, pemasangan reklame yang tanpa
tanda pelunasan pajak dan reklame yang telah habis masa berlakunya tetapi masih
terpasang atau belum dibongkar oleh pemiliknya serta reklame lain yang
pemasangannya melanggar ketentuan yang berlaku. Hal ini sangat merugikan
pemerintah daerah, bukan saja dari segi penerimaan pajak reklame tetapi juga dapat
mengganggu ketertiban serta mengurangi keindahan kota karena setiap penyelenggaraan
reklame harus memperhatikan persyaratan keindahan, kesopanan, ketertiban keamanan,
kesusilaan, keagamaan dan kesehatan. Selain itu penyelenggara reklame juga dilarang
menyelenggarakan reklame yang bersifat komersial, reklame rokok serta minuman
beralkohol ditempat-tempat tertentu.
Dengan adanya ancaman sanksi administrasi dan atau pidana kurungan badan,
diharapkan semua wajib pajak mempunyai kesadaran untuk membayar pajak yang terutang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun dalam kenyataan masih
dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak yang
semestinya. Apabila kita berbicara mengenai pajak, maka terdapat dua pihak yang selalu
bersinggungan yaitu pemerintah (fiskus) dan masyarakat (wajib pajak). Sebagaimana kita
ketahui, pada dasarnya tidak ada seorang pun rela untuk membayar pajak apalagi setelah
diketahui uang hasil pajak tersebut tidak dirasakan secara langsung. (Richard Burton,
Memahami Masalah Penagihan Pajak, Jurnal Perpajakan Indonesia hal 20, volume 1 / nomor
1, edisi Agustus 2001).
Bahkan kalau boleh masyarakat tidak membayar pajak, dan seandainya membayar
pajak pun agar jumlahnya yang terkecil. Hal ini bisa dimaklumi, karena pajak merupakan
suatu sarana sistematis dari negara untuk mengambil sebagian harta milik masyarakat tanpa
jasa timbal, sedangkan masyarakat kalau boleh hartanya tidak berkurang sedikit pun. (Liberty
Pandiangan, Pajak Pusat dan Pajak Daerah dalam Kerangka Sistem Perpajakan %asional,
Jurnal Perpajakan Indonesia volume 2 / nomor 7 edisi Februari 2002). Oleh karena itu untuk
meningkatkan kesadaran, dan kepatuhan wajib pajak perlu dilakukan penegakan aturan (law
enforcement) yang dalam bidang perpajakan dilakukan melalui tindak penagihan yang
mempunyai kekuatan hukum memaksa.
Munculnya istilah penagihan pada dunia perpajakan identik dengan tidak taatnya wajib
pajak. Bila seluruh wajib pajak telah mematuhi semua peraturan perpajakan mungkin istilah
penagihan tidak muncul. Kegiatan penagihan bukan pekerjaan mudah, pelaksanaanya sangat
sulit dilapangan, karena harus berhadapan dengan beberapa wajib pajak yang karakternya
beraneka ragam. Namun demikian agar undang-undang pajak dapat berjalan dengan baik, maka
tindakan penagihan pajak harus terus berjalan terhadap mereka yang belum melunasi kewajibannya supaya rencana penerimaan pajak yang telah ditetapkan setiap tahunnya menjadi
tidaik terganggu. (Richard Burton, Memahami Masalah Penagihan Pajak, Jurnal Perpajakan
Indonesia hal 20, volume 1 / nomor 1, edisi Agustus 2001).
Penagihan pajak diartikan sebagai serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan cara menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberi tahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang
telah disita. Tindakan-tindakan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu tindakan
penagihan yang bersifat pasif, berupa teguran atau peringatan dan tindakan penagihan aktif yang
terdiri dari pemberian surat paksa yang diikuti dengan pelaksanaan sita, penyanderaan dan
penjualan yang disita secara lelang. Tujuan penagihan adalah memberikan kepastian hukum dan
keadilan serta dapat mendorong peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya kepada Dinas Pendapatan Daerah Propinsi DKI
Jakarta.
Dipenda Kecamatan Pancoran merupakan Dinas Pendapatan Daerah yang terletak di
wilayah Jakarta Selatan. Di Dipenda ini ruang lingkup tugasnya sama seperti Dipenda
pada umumnya meliputi registrasi dan administrasi data Wajib Pajak, serta memberikan
pelayanan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya perpajakannya.
Banyak terdaftarnya Wajib Pajak terutama yang banyak bergerak dibidang jasa tentunya
merupakan faktor yang sangat potensial untuk meraih penerimaan pajak di wilayah ini.
Berdasarkan pengamatan penulis, di Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan masih
banyak para penyelenggara reklame yang berbuat curang dengan memanipulasi ukuran reklame sehingga jumlah pajak reklame yang mereka bayarkan bisa lebih kecil dari yang
seharusnya. Penulis juga melihat sekitar + 30% reklame yang liar karena tidak disertai
adanya penning (tanda pelunasan pajak). Terhadap reklame yang izinnya akan habis
Dipenda akan mengeluarkan surat pemberitahuan 44 hari sebelum izinnya habis namun
biasanya sekitar 70% akan langsung membayarnya tetapi sisanya akan membayar jika
mereka telah menerima surat teguran dan surat paksa.
Penagihan pajak dengan surat paksa telah mampu mencairkan tunggakan pajak
reklame sebesar Rp. 98.384.660,00 pada tahun 2005, Rp. 102.843.510,00 pada tahun
2006 dan Rp. 93.710.700,00 pada tahun 2007. Tindakan penagihan pajak mempunyai
hubungan yang positif dan berbanding lurus dengan penerimaan pajak, karena jika
jumlah tagihan pajak tersebut dapat dilunasi maka otomatis penerimaan dari pajak akan
meningkat pula.
Oleh karena itu bagi Dipenda Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan, pajak
reklame dapat diperkirakan menjadi sumber keuangan potensial dan berkembang serta
sejalan dengan pertumbuhan kota Jakarta sebagai kota dagang, pariwisata dan industri.
Berdasarkan kondisi dan uraian mengenai peranan pajak reklame serta
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara reklame, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian tentang pajak reklame dengan judul "Peranan
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Reklame
di Dinas Pendapatan Daerah Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan"

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana peranan penagihan pajak dengan surat paksa terhadap Pencairan
Tunggakan Pajak Reklame di Dipenda Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan?
2. Faktor apa saja yang menjadi penghambat sehubungan dengan pelaksanaan
penagihan pajak reklame di wilayah Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan?
3. Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah untuk
mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan penagihan pajak reklame?
Like Skripsi Ini :

Baca Juga Judul Menarik Lainnya di Bawah INI :

Comment With Facebook!

Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: PERANAN PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA TERHADAP PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK REKLAME DI DINAS PENDAPATAN DAERAH KECAMATAN PANCORAN JAKARTA SELATAN

0 komentar:

Posting Komentar