Follow me on Facebook! Follow me on Twitter!
 7projectsdistro.com - Toko Kaos Distro Online Terlengkap Termurah dan Terpercaya

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP) MENGGUNAKAN PRAKTIKUM APLIKATIF BERBASIS LIFE SKILL

PanduanTOEFL Terbaik dengan Metode MindMap
A. Latar Belakang Masalah PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL  PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP)  MENGGUNAKAN  PRAKTIKUM APLIKATIF BERBASIS LIFE SKILL 

Peningkatan mutu pendidikan dan pengajaran di sekolah senantiasa diupayakan agar berhasil sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tuntutan masyarakat. Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Tap MPR No. 11/MPR/2000 berdasarkan Pancasila adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan ketrampilan untuk mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Tujuan pendidikan yang masih umum (tujuan pendidikan nasional) dijabarkan menjadi tujuan kurikuler, yaitu tujuan yang harus dicapai dalam bidang studi tertentu. Tujuan ini lebih dikhususkan lagi menjadi tujuan instruksional, yaitu tujuan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan tersebut. Mereka dianggap berhasil bila mencapai tujuan tersebut, sedang yang mendapat hambatan diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Untuk mempelajari kimia tidak hanya dengan pemberian fakta dan konsep saja, tetapi bagaimana siswa dilatih untuk menemukan fakta dan konsep tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi bagi para guru mengajarkan semua fakta dan konsep kepada siswa. Tetapi selama ini, penyajian pelajaran kimia di SMA sering diarahkan hanya pada penguasaan konsep, sehingga sangat sedikit menyentuh aspek lain di luar itu seperti sikap ilmiah dan pengembangan ketrampilan proses (Karim, 2000 dalam Hidayat, 2003).

Berdasarkan hasil observasi awal dan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran kimia SMA Negeri 5 Semarang yaitu Ibu Dra. Pudji Astuti, bahwa nilai mid semester siswa kelas XI-IA 4 di bawah tingkat ketuntasan belajar yaitu sebesar 5,8 dan persentase ketuntasan klasikal sebesar 29%. Hasil belajar kimia siswa yang di bawah tingkat ketuntasan belajar ini disebabkan oleh beberapa hal, baik yang berasal dari siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang kurang dimanfaatkan. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada tanggal 11 April 2007, hal yang menyebabkan mengapa hasil belajar kimia siswa sebagian besar di bawah tingkat ketuntasan belajar ini adalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran yang digunakan guru cenderung monoton yaitu ceramah. 2. Siswa cenderung pasif dan kurang berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. 3. Kurangnya pemanfaatan sarana yang ada di laboratorium secara optimal. 4. Sumber bahan pelajaran yang digunakan kurang memadai. Hal yang harus dilakukan agar proses belajar mengajar dapat tercapai dengan baik adalah dengan menggunakan model pembelajaran yang cocok. Model pembelajaran apa yang cocok agar siswa dapat berpikir secara kritis, logis, dan memecahkan masalah dengan sikap terbuka, kreatif dan inovatif serta tidak membosankan merupakan pertanyaan yang tidak mudah dijawab, karena masing- masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Selama ini guru kimia masih banyak menggunakan metode ceramah yang kurang melibatkan siswa dalam proses belajar mengajarnya, sehingga diperlukan model pembelajaran lainnya yang dapat melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar. Banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar, diantaranya adalah Student Teams Achievement Divisions (STAD). Pembelajaran kooperatif STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. STAD dikembangkan oleh Robert Slavin di Universitas John Hopkins. Pembelajaran kooperatif STAD menekankan pada penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan perolehan kesempatan yang sama untuk berbagi hasil bagi setiap anggota kelompok. (Ibrahim, dkk. 2000:20). Dengan model pembelajaran kooperatif STAD ini akan merangsang minat belajar siswa karena di dalam proses pembelajaran, ada kerjasama dalam tim sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk menguasai materi pelajaran yang dipelajari secara bersama dalam kelompoknya sampai tuntas. Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD yaitu oleh Susilowati (2006) dan Sari (2005) bahwa melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan hasil belajar kimia pada pokok materi kesetimbangan dan materi stoikiometri pada siswa kelas XI SMA Negeri 15 Semarang dan pada kelas X-6 semester I SMA Negeri 13 Semarang tahun pelajaran 2004/2005. Ilmu kimia sebagai proses dan produk mestinya mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam meningkatkan kecerdasan siswa sebab belajar kimia dapat diartikan sebagai upaya untuk mengetahui berbagai gejala atau fenomena alam agar mendapatkan suatu senyawa yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia. Selain itu dapat pula dgunakan sebagai alat untuk mendidik siswa agar memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap ilmiah. Atas dasar pemikiran di atas tentunya perlu upaya yang terus menerus untuk mencari dan menemukan pendekatan pembelajaran kimia yang unggul, yaitu suatu pendekatan pembelajaran kimia yang mampu memotivasi peserta didik untuk berwirausaha. Namun pembelajaran kimia tersebut tetap merupakan pembelajaran kimia yang menarik serta memupuk daya kreativitas dan inovasi peserta didik. Selanjutnya, pembelajaran kimia yang demikian itu dapat disebut sebagai pendekatan pembelajaran chemoentrepreneurship disingkat CEP.

(Supartono,2006) Hasil analisis kurikulum 2004 (KBK) untuk SMP / MTs mata pelajaran sains aspek kimia dan SMA / MA mata pelajaran kimia menunjukkan bahwa pendekatan CEP sesuai dan cocok dengan tujuan pemberian mata pelajaran kimia, antara lain : (1) Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, (2) Memupuk sikap ilmiah siswa, (3) Memberi kesempatan siswa untuk melakukan kerja ilmiah, (4) Meningkatkan kesadaran siswa untuk memelihara dan melestarikan lingkungan, (5) Memahami konsep-konsep kimia dan saling keterkaitannya serta penerapannya, (6) Membentuk sikap positif siswa terhadap kimia untuk kemudian mempelajari kimia lebih lanjut. Atas dasar kenyataan- kenyataan tersebut, maka penerapan pendekatan CEP menjadi sangat tepat untuk dilaksanakan. Salah satu cara mengajar yang menekankan pada pemahaman konsep lewat proses mengalami adalah metode praktikum aplikatif. Cara praktikum mutlak diperlukan karena salah satu tujuan pembelajaran kimia adalah agar siswa memiliki ketrampilan dalam melakukan kegiatan laboratorium untuk memahami konsep-konsep kimia serta menumbuhkan minat dan sikap ilmiah (Depdiknas, 1999:1). Dengan praktikum aplikatif, memungkinkan siswa untuk berproses dalam menemukan konsep sendiri, sehingga materi yang dipelajari dapat diidentifikasi, dianalisis dan disintesis, diuji kebenarannya dan disimpulkan menjadi suatu konsep. Dengan penggunaan cara praktikum aplikatif ini diharapkan siswa termotivasi untuk belajar, kreatif, berpikir logis serta sistematis dan dapat melatih siswa untuk berpikir ilmiah. Pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) bertujuan untuk menyiapkan siswa untuk meneruskan tingkat pendidikan ke Perguruan Tinggi. Namun pada kenyataannya tidak semua lulusan SMA berkesempatan dan diterima melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi. Hasil selaksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) 2007 yang diumumkan jumat 3 Agustus 2007 diperoleh informasi bahwa, dari total 396.767 peserta SPMB yang berebut kursi di 56 perguruan tinggi negeri (PTN) yang ada di Indonesia, sebanyak 298.264 peserta atau sekitar 75 persen dipastikan gagal. Karena total penerimaan SPMB yang disediakan tahun ini hanya 98.503. ( http://www.surya.co.id/web/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=16 776.) Untuk mengantisipasi kemungkinan siswa yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, maka siswa SMA perlu dibekali dengan life skill atau kecakapan hidup khususnya vocational skill (kecakapan vokasional/kejuruan). Life skill atau kecakapan hidup merupakan orientasi pendidikan yang mensinergikan mata pelajaran menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang. Orientasi pembelajarannya mengikuti alur konsep pengajaran life skill yang meliputi materi-materi kecakapan akademik, kecakapan sosial, kecakapan berpikir, dan kesadaran diri. Peserta didik, setelah mengikuti model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) berorientasi chemoentrepreneurship (CEP) menggunakan praktikum aplikatif berbasis lifeskill, diharapkan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mampu bekerja dan berusaha secara mandiri. Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul: PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL  PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP)  MENGGUNAKAN  PRAKTIKUM APLIKATIF BERBASIS LIFE SKILL 

B. Identifikasi Masalah
Sebelum dipilih model atau pendekatan dalam proses pembelajaran terlebih dahulu dilakukan identifikasi masalah yang menyangkut kekurangan proses pembelajaran kimia.
1. Kondisi Siswa
a. Siswa kurang berminat dan kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dikarenakan KBM kimia dilaksanakan pada tengah hari.
b. Siswa kurang mandiri dalam proses pembelajaran, ditandai dengan siswa hanya mau menjawab jika ditunjuk oleh guru.
c. Siswa malu bertanya dan kurang menguasai materi pelajaran secara utuh.
d. Siswa beranggapan bahwa kimia merupakan pelajaran yang sulit.
e. Hasil nilai mid semester siswa kurang dari standar ketuntasan belajar, yaitu nilai rata-rata 5,8 dengan persen ketuntasan klasikal hanya 29%.
2. Kondisi Guru
Pemahaman mengenai aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik masih kurang sehingga dalam menilai hasil belajar cenderung hanya menggunakan aspek kognitif saja sedangkan aspek kognitif dan psikomotorik belum tergali secara optimal.
3. Kondisi Proses Pembelajaran
a. Model pembelajaran yang paling sering digunakan yaitu metode ceramah.
b. Komunikasi berjalan satu arah.
c. Sumber belajar yang tersedia memadai, seperti sudah adanya laboratorium, perpustakaan, internet dan ruang kelas, namun kurang dimanfaatkan secara optimal.
Keadaan di atas menyebabkan hasil belajar kimia siswa relatif rendah sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk meningkatkan hasil belajar kimia.

Like Skripsi Ini :

Baca Juga Judul Menarik Lainnya di Bawah INI :

Comment With Facebook!

Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) BERORIENTASI CHEMOENTREPRENEURSHIP (CEP) MENGGUNAKAN PRAKTIKUM APLIKATIF BERBASIS LIFE SKILL