Latar Belakang Masalah STATUS ANAK ANGKAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi Kasus Tentang Pengesahan Anak Angkat dan Pembagian Harta Warisan di Pengadilan Negeri Kudus)
Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia
sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang
terdiri dari seorang ayah, Ibu dan anak. Dalam Kenyataan tidak selalu ketiga
unsur ini terpenuhi, sehingga kadang-kadang terdapat suatu keluarga yang
tidak mempunyai anak.
Dengan demikian dilihat dari eksistensi keluarga sebagai kelompok
kehidupan masyarakat, menyebabkan tidak kurangnya mereka yang
menginginkan anak, karena alasan emosional, sehingga terjadilah perpindahan
anak dari satu kelompok keluarga ke dalam kelompok keluarga yang lain
(Muderis Zaini 1995:8).
Disamping itu, salah satu tujuan dari perkawinan yang dilakukan,
pada dasarnya adalah untuk memperoleh keturunan, yaitu anak. Begitu
pentingnya hal keturunan (anak) ini, sehingga menimbulkan berbagai peristiwa
hukum karena, misalnya, ketiadaan keturunan (anak). Perceraian, poligami dan
pengangkatan anak merupakan beberapa peristiwa hukum yang terjadi karena
alasan di dalam perkawinan itu tidak memperoleh keturunan (walaupun bukan
satu-satunya alasan). Tingginya frekuensi perceraian, poligami dan
pengangkatan anak yang dilakukan di dalam masyarakat mungkin merupakan
akibat dari perkawinan yang tidak menghasilkan keturunan. Jadi, seolah-olah
apabila suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan, maka tujuan
perkawinan tidak tercapai. Dengan demikian, apabila di dalam suatu
perkawinan telah ada keturunan (anak), maka tujuan perkawinan dianggap
telah tercapai dan proses pelanjutan generasi dapat berjalan (Soerjono
2001:251).
Tujuan seseorang melakukan pengangkatan anak antara lain adalah
untuk meneruskan keturunan, manakala di dalam suatu perkawinan tidak
memperoleh keturunan. Ini merupakan motivasi yang dapat dibenarkan dan
salah satu jalan keluar sebagai alternatif yang positif serta manusiawi terhadap
naluri kehadiran seorang anak dalam pelukan keluarga, bertahun-tahun belum
dikaruniai seorang anakpun. Dengan mengangkat anak diharapkan supaya ada
yang memelihara di hari tua, untuk mengurusi harta kekayaan sekaligus
menjadi generasi penerusnya.
Mengangkat anak merupakan suatu perbuatan hukum, oleh kerena itu
perbuatan tersebut mempunyai akibat hukum. Salah satu akibat hukum dari
peristiwa pengangkatan anak adalah mengenai status anak angkat tersebut
sebagai ahli waris orang tua angkatnya. Status demikian inilah yang sering
menimbulkan permasalahan di dalam keluarga. Persoalan yang sering muncul
dalam peristiwa gugat menggugat itu biasanya mengenai sah atau tidaknya
pengangkatan anak tersebut, serta kedudukan anak angkat itu sebagai ahli
waris dari orang tua angkatnya.
Berdasarkan surat edaran Mahkamah Agung tanggal 7 April 1979
no.2 tahun 1979 tentang Pengangkatan Anak dikatakan antara lain bahwa;
“Pengesahan Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia hanya dapat
dilakukan dengan suatu penetapan di Pengadilan Negeri, dan tidak dibenarkan
apabila pengangkatan anak tersebut dilakukan dengan akta notaris yang di
legalisir oleh Pengadilan Negeri”. (Muderis Zaini 1995:112) Dengan
demikian, setiap kasus pengangkatan anak harus melalui Penetapan Pengadilan
Negeri.
Menurut Hukum Islam, anak angkat tidak dapat diakui untuk bisa
dijadikan dasar dan sebab mewarisi, karena prinsip pokok dalam kewarisan
Islam adalah hubungan darah / nasab / keturunan (Hilman Hadikusuma
1983:78). Dengan kata lain bahwa peristiwa pegangkatan anak menurut hukum
kawarisan Islam, tidak membawa pengaruh hukum terhadap status anak
angkat, yakni bila bukan merupakan anak sendiri, tidak dapat mewarisi dari
orang yang setelah mengangkat anak tersebut (Zakiah Darodjat 1986:64).
Hal ini, tentunya akan menimbulkan masalah dikemudian hari apabila
dalam hal warisan tersebut tidak dipahami oleh anak angkat, dikarenakan
menurut hukum Islam, anak angkat tidak berhak mendapatkan pembagian
harta warisan dari orang tua angkatnya, maka sebagai solusinya menurut
Kompilasi Hukum Islam adalah dengan jalan pemberian “Wasiat Wajibah”
sebanyak-banyaknya 1/3 (sepertiga) harta warisan orang tua angkatnya.
Sebagaimana telah diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 209 ayat 2
yang berbunyi : “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat maka diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya
angkatnya”.
1/3
dari harta warisan orang tua
Permasalahan pengangkatan anak dan pembagian harta warisan
menurut Kompilasi Hukum Islam tersebut diatas menarik bagi penulis untuk
membahasnya terutama berkaitan dengan bagaimana penyelesaiannya di
Pengadilan Negeri Kudus.
1.2 Identifikasi Masalah
Menurut ketentuan umum dalam kompilasi Hukum Islam Pasal 171
bahwa anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya
sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari
orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.
Atas dasar pengertian tersebut jelaslah bahwa yang dilarang menurut
Hukum Islam adalah pengangkatan anak sebagai anak kandung dalam segala
hal. Dari sini terlihat adanya titik persilangan menurut ketentuan hukum adat,
yang menghilangkan atau memutuskan kedudukan anak angkat dengan orang
tua kandungnya sendiri. Hal ini bersifat prinsip dalam lembaga Adopsi karena
adanya ketentuan yang menghilangkan hak-hak ayah kandung dan dapat
merombak ketentuan-ketentuan mengenai waris.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka sudah selayaknya apabila
ada suatu cara untuk menjembatani masalah anak angkat, sehingga anak
angkat dapat dipelihara dengan baik dan dapat terjamin masa depannya khususnya yang berkaitan dengan bagian waris anak angkat yang
bersangkutan.
Dengan demikian, adopsi yang dilarang menuntut ketentuan dalam
hukum Islam adalah seperti dalam pengertian aslinya, yakni menurut versi
Hukum barat yaitu mengangkat anak secara mutlak. Dalam hal ini adalah,
memasukkan anak yang diketahuinya sebagai anak orang lain kedalam
keluarganya yang tidak ada pertalian nasab kepada dirinya sebagai anak
sendiri, seperti hak menerima warisan sepeninggalnya dan larangan kawin
dengan keluarganya.
Dipilihnya lokasi di Pengadilan Negeri Kudus sebagai daerah
penelitian adalah karena yang berhak menerima dan memeriksa perkara
pengesahan pengangkatan anak yakni hanya di Pengadilan Negeri, sehingga
kasus-kasus permohonan pengesahan pengangkatan anak dan pembagian harta
warisan bagi anak angkat dapat ditemukan di Pengadilan Negeri Kudus. Selain
itu, juga karena peneliti bertempat tinggal di daerah tersebut, sehingga akan
menghemat biaya, waktu dan tenaga dalam hal pengurusan perijinan, kegiatan
penelitian maupun dalam proses pengumpulan data.
Berpijak dari uraian diatas maka peneliti mengambil judul: “STATUS
ANAK ANGKAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi Kasus
Tentang Pengesahan Anak Angkat dan Pembagian Harta Warisan di
Pengadilan Negeri Kudus).
1.3 Rumusan Masalah
Dari paparan dalam latar belakang masalah tersebut diatas, dapat
dirumuskan pokok masalahnya yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan anak angkat menurut Kompilasi Hukum Islam ?
2. Bagaimana pembagian harta warisan bagi anak angkat menurut Kompilasi
Hukum Islam ?
3. Bagaimana penyelesaian kasus pengangkatan anak angkat dan pembagian
harta warisan anak angkat di Pengadilan Negeri Kudus berdasarkan
Kompilasi Hukum Islam.
1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui kedudukan anak angkat menurut Kompilasi Hukum
Islam.
2. Untuk mengetahui pembagian harta warisan bagi anak angkat menurut
Kompilasi Hukum Islam.
3. Untuk mengetahui penyelesaian kasus pengangkatan anak dan pembagian
harta warisan di Pengadilan Negeri Kudus sesuai dengan Kompilasi
Hukum Islam.
11.55
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: STATUS ANAK ANGKAT MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi Kasus Tentang Pengesahan Anak Angkat dan Pembagian Harta Warisan di Pengadilan Negeri Kudus)
Rating: