1.1. Latar Belakang Masalah MENGUKUR TINGKAT KEMAMPUAN KEUANGAN DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PERIODE 2000-2004 DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Dalam sistem pemerintahan di Indonesia tidak mengenal adanya sistem
sentralistik sebagaimana yang tersirat dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945.
Asas penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan dengan asas desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sehingga terdapat pemerintah daerah dan
daerah otonom atau wilayah yang bersifat administratif. Hal ini ditujukan untuk
mencapai masyarakat yang adil makmur baik materiil maupun spirituil.
Diterapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah serta Undang-Undang Nomor 35 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Daerah, akan dapat memberikan kewenangan atau otonomi yang
luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proposional.
Hal ini diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya
nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah secara demokratis, peran
serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah, terutama kepada pemerintah kabupaten dan pemerintah
kota. Tujuan pemberian kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah
guna peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan dan keadilan sosial, demokrasi dan penghormatan terhadap budaya lokal, serta memperhatikan potensi dan
keanekaragaman daerah.
Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan semakin besar,
sehingga tanggung jawab yang diemban juga akan bertambah banyak. Darumurti dan
Rauta (2000: 49) mengemukakan implikasi dari adanya kewenangan urusan
pemerintah yang begitu luas yang diberikan kepada daerah dalam rangka otonomi
daerah, dapat merupakan berkah bagi daerah. Namun pada sisi lain bertambahnya
kewenangan daerah tersebut sekaligus juga merupakan beban yang menuntut
kesiapan daerah untuk pelaksanaannya, karena semakin bertambah urusan
pemerintah yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Oleh karena itu, ada
beberapa aspek yang harus dipersiapkan, antara lain sumber daya manusia, sumber
daya keuangan, sarana dan prasarana daerah.
Dalam mengisi dan melaksanakan pembangunan, masalah keuangan
merupakan masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran
yang harus dilakukan oleh pemerintah demi kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi, meningkatnya pendapatan perkapita dan taraf hidup
masyarakat, merupakan faktor-faktor yang menjadi tantangan bagi masyarakat dan
pemerintah. Hal ini akan menyebabkan pengeluaran pemerintah yang semakin tinggi.
Di lain pihak sumber penerimaan yang terbatas harus diusahakan untuk menutupi
kebutuhan tersebut.
Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk dapat
mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya
sendiri (Kaho, 1998: 124). Kemampuan daerah yang dimaksud adalah sampai
seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangannya sendiri guna
membiayai kebutuhan daerah tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan
dan subsidi dari pemerintah pusat. Selain itu, salah satu kriteria penting untuk
mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah
tangga adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Pendapat
tersebut menunjukkan bahwa keuangan merupakan faktor penting dalam mengukur
tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya.
Kemampuan keuangan suatu daerah dapat dilihat dari besar kecilnya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh daerah yang bersangkutan. Dalam
kaitannya dengan pemberian otonomi daerah yang lebih besar kepada daerah. PAD
selalu dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur
ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Pada prinsipnya semakin besar
sumbangan PAD kepada APBD maka akan menunjukkan semakin kecil
ketergantungan daerah kepada pusat sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi
daerah dari prinsip secara nyata dan bertanggung jawab.
Insukindro dkk. (1994: 1) mengemukakan bahwa Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dapat dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur
tingkat ketergantungan suatu daerah kepada pemerintah daerah. Pada prinsipnya,
semakin besar sumbangan PAD kepada APBD akan menunjukkan semakin kecilnya
tingkat ketergantungan daerah kepada pemerintah daerah. Dalam rangka
implementasi Undang-undang Nomor 32 dan 35 tahun 2004, salah satu faktor yang
harus dipersiapkan oleh pemerintah daerah adalah kemampuan keuangan daerah,
sedangkan indikator yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan keuangan
daerah tersebut ialah rasio PAD dibandingkan dengan total penerimaan APBD
(Kuncoro, 1995: 8).
Dengan adanya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998, Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi mengamanatkan kepada
Presiden untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab. Otonomi yang luas ialah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintah yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan di bidang politik luar negri, pertahanan dan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan di bidang lain yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah. Keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh
dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pengendalian sampai dengan evaluasi.
Prinsip-prinsip otonomi daerah yang dianut dalam Undang-undang Nomor
35 Tahun 2004, yaitu :
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi keanekaragaman daerah
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi daerah propinsi merupakan
otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga
tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah.
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonom dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada
lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang
dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otoritas, kawasan
pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan,
kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru,
kawasan pariwisata dan semacamnya, berlaku ketentuan peraturan daerah
otonom.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawasan
maupun fungsi anggaran dan penyelenggaraan pemerintah daerah.
7. Pelaksanaan tugas pembantuan tidak hanya dari pemerintah kepada daerah,
tetapi juga pemerintah daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan,
sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang
menugaskan.
Dengan perubahan yang sangat mendasar dalam Undang-Undang tersebut,
dampak yang akan sangat dirasakan oleh pemerintah daerah ialah bukan hanya
sekedar menyangkut suatu perubahan sistem dan struktur pemerintah daerah. Akan
tetapi juga menyangkut tentang kesiapan dan ketersediaan sumber daya manusia
aparatur, baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang akan berperan dan berfungsi
sebagai motor penggerak jalannya daerah yang kuat, efektif dan efisien, serta
memiliki akuntabilitas,.
Hubungan keuangan pusat dan daerah yang berlaku sebelumnya
membawa dampak pada relatif kecilnya sumbangan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Selama ini,
pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1974 mengakibatkan kurang mampu membantu daerah
dalam meningkatkan kemandirian keuangan daerah. Hal ini disebabkan UU No. 5
Tahun 1974 cenderung bersifat sentralistik dan membatasi berbagai kewenangan
daerah yang penting.
Kemampuan daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah juga
mengalami berbagai kendala sebagai berikut (Arifin, 2000: 83-84) :
1. Dalam Undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, jenis-jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut daerah
sudah ditetapkan secara limitatif, sehingga akan menyulitkan daerah untuk
berkreasi dalam menetapkan peluang pajak baru.
2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menghadapi berbagai kendala antara
lain keterbatasan modal, campur tangan birokrat yang berlebihan, status
badan hukum yang tidak jelas dan minimnya sumber daya manusia yang
berkualitas dan profesional.
3. Khusus untuk penerimaan yang berasal dari bagi hasil pajak dan bukan
pajak, kendala yang dihadapi daerah adalah belum adanya mekanisme dan
prosedur baku dalam penyaluran dana, sehingga seringkali terjadi
keterlambatan.
Setiap daerah di Indonesia memiliki permasalahan yang relatif hampir
sama dalam kaitanya dengan pelaksanaan otonomi daerah, kemampuan suatu daerah
menjadi daerah otonom dapat dilihat dari 3 aspek ketersediaan prasarana dan sarana,
pembiayaan dan personalia yang memadai menurut Mardiasmo (2000:1) yang
harusdiatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan dan anggaran
daerah, untuk mewujudkan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas nyata dan
bertanggung jawab diperlukan manajemen keuangan daerah yang mengontrol
kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan
akuntabel.
Dalam rangka membantu tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan,
pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat Kabupaten lampung
Daerah Tingkat II Lampung Tengah dibagian Timur, maka dibentuk wilayah kerja
Pembantu yaitu Lampung Timur, Pada tahun 1999 dengan undang-undang nomor
12 tahun 1999, wilayah Pembantu Bupati Kabupaten Lampung Tengah wilayah
Sukadana dibentuk menjadi Kabupaten Lampung Timur, alasan dipilihnya Lampung
Timur
Secara umum, luas wilayah Kabupaten Lampung Timur adalah
atau sekitar 15 % dari total Wilayah Propinsi Lampung dan hingga
kini berdasarkan keputusan Bupati Lampung Timur no.19 tahun 2000 dan no.6 tahun
2002 maka jumlah desa dikabupaten Lampung Timur sebanyak 232 desa definitif
dan 3 desa persiapan.
Adapun menjadi masalah pokok dalam penelitian ini bahwa untuk menjadi
suatu daerah otonom yang sesungguhnya maka salah satu unsur penting yaitu
diperlukan adanya sumber keuangan yang cukup oleh karna itu perlu dilakukan
analisis terhadap realita kondisi keuangan daerah pada kabupaten Lampung timur
baik secara Internal maupun eksternal termasuk bagaimana proyeksi penerimaan
daerah pada masa lima tahun yang akan datang dari tinjauan kebelakang realisasi
keuangan daerah selama ini menyadari keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
maka penelitian dilakukan untuk menganalisis kemampuan kabupaten Lampung
Timur menjadi daerah otonom dalam konsep kemampuan desentralisasi otonomi
daerah, dibatasi pada aspek keuangan yang meliputi struktur dan pengesahan dalam
menghitung rasio keuangan daerah yang meliputi: Pendapatan Asli Daerah
(PAD),Total Penerimaan Daerah (TPD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Kusus (DAU), Bagi Hasil Pajak, Belanja Rutin, Bantuan-bantuan dan Anggaran
pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di sisi lain, sangat disadari bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki
potensi penerimaan yang berbeda, karena adanya perbedaan potensi sumber daya,
tingkat ekonomi dan karakteristik sosial budaya. Perbedaan seperti ini menjadikan
hasil penelitian yang dilakukan di daerah tertentu sulit untuk menjelaskan persoalan
yang sama di daerah lain. Dengan demikian, khusus untuk Lampung Timur perlu
dilakukan penelitian tersendiri untuk mendapatkan gambaran yang relatif lebih
lengkap mengenai kemampuan daerah menjadi daerah otonom.
Pada saat krisis ekonomi secara secara makro, dimana tingkat inflasi
menjadi tinggi sehingga harga barang dan jasa menjadi melambung tinggi. Daya beli
masyarakat relatif rendah yang berakibat kegiatan ekonomi menjadi negatif. Tetapi
kondisi ini berjalan membaik dengan pertumbuhan yang positif sejak tahun 1999 dan
serterusnya.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis berusaha untuk mengetahui lebih
jauh mengenai seberapa besar kemampuan keuangan daerah Kabupaten Lampung
Timur dalam menghadapi otonomi daerah. Untuk itu penulis menuangkannya dalam
skripsi dengan judul : “ MENGUKUR TINGKAT KEMAMPUAN KEUANGAN DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PERIODE 2000-2004 DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana kemampuan keuangan daerah Kabupaten Lampung Timur dalam rangka
mendukung pelaksanaan otonomi daerah periode 2000-2004?
12.02
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: MENGUKUR TINGKAT KEMAMPUAN KEUANGAN DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH PERIODE 2000-2004 DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
Rating: