A. Latar belakang Analisa Hubungan Body Image dengan Mekanisme Koping Yang Digunakan Pada Pasien Kusta di Rumah Sakit Dr.Tadjuddin Chalid Makassar
Data menurut WHO
(
Word Health Organisation
)
pada akhir tahun
2007 Indonesia merupakan negara ke 3 di dunia yang mempunyai jumlah
penderita kusta terbanyak di dunia setelah India dan Brasil dengan jumlah
penderita kusta 20 ribu kasus baru per tahun. Kasus paling banyak terdapat di
regional Asia tenggara
(
201.635)
kemudian diikuti dengan regional Afrika
(
42.814)
, Amerika
(
41.780)
dan sisanya berada di regional dunia lainnya
(
Arkam, 2009
)
Sejauh ini 17 provinsi di Indonesia, masih tergolong sebagai daerah
endemis
(
terpapar
)
kusta. Kebanyakan di daerah Indonesia Timur, seperti
Papua, Kalimantan, Halmahera, Maluku, dan Sulawesi Selatan.Sedangkan
yang terbanyak adalah propinsi Jawa Timur.
(
Yayasan Transformasi Lepra
Indonesia, 2007
)
.
Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2007 dengan jumlah penduduk
7.675.893 jiwa memiliki penderita kusta terdaftar sebanyak 1.634 atau
2.1/10.000 penduduk dengan RFT 862 penderita
(
DinKes Sulsel, 2008
)
.
Rumah Sakit Tadjuddin Chalik Makassar yang merupakan pusat
rujukan untuk wilayah Regional Indonesia Bagian Timur, pada tahun 2007
menerima penderita rawat jalan sebanyak 1.749 pasien dan rawat inap 867
pasien dengan tingkat kecacatan tangan 1.085, kaki 1.267, dan mata 228 kasus. Tahun 2008 jumlah pasien rawat jalan sebanyak 1.813 dan rawat inap
968 pasien dengan tingkat kecacatan tangan 1.005 kasus, kaki 1.077 dan mata
33 kasus
(
P2 Kusta RSK Daya, 2008
)
.
Penyakit kusta bagi sebagian orang, khususnya orang yang belum
mengerti dengan jelas mengenai penyakit ini merupakan suatu penyakit yang
sangat menakutkan. Penyakit kusta sendiri dapat menimbulkan masalah yang
sangat kompleks oleh karena adanya ulserasi, mutilasi dan demormitas yang
disebabkan sehingga menimbulkan banyak permasalahan, bukan saja dari segi
medis atau kesehatan tetapi juga dari segi mental, sosial, psikologi, dan
ekonomi bagi pasien, sehingga memerlukan penanganan yang serius
(
Djuanda, 2007
)
.
Dampak sosial akibat penyakit ini menimbulkan keresahan yang
sangat mendalam tidak hanya pasien, akan tetapi juga pada keluarga,
masyarakat bahkan negara. Rasa takut berlebihan terhadap penyakit ini
dirasakan masih tetap berakar pada seluruh lapisan masyarakat. Oleh
karenanya rasa takut yang berlebihan dan prasangka terhadap penyakit ini, ada
kecenderungan penderita atau mantan penderita diperlakukan tidak
manusiawi seperti ditolak oleh keluarganya, ditinggalkan oleh suami atau
istrinya, dibuang secara paksa, diusir dari perkampungan, dikucilkan atau
dipasung oleh keluarga, dikeluarkan dari sekolah, ditolak untuk bekerja,
mendapat perlakuan kejam, dihina dan biasanya penderita tidak mengeluh bila
hal ini terjadi, bahkan cenderung mengikuti perlakuan yang ada, dengan
alasan untuk melindungi keluarga.
(
Stuart & Sundeen, 2005
)
.
Dari sekian banyak permasalahan yang muncul masalah psikologis
merupakan masalah yang paling serius bagi penderita kusta. Dengan kondisi
kesehatan yang demikian akan menjadi sumber stressor bagi pasien, sehingga
dapat mempengaruhi konsep dirinya, begitu pula dengan kecacatan yang
timbul akibat dari penyakit ini dapat mempengaruhi Citra Tubuh
(
body image
)
penderita tersebut. Perubahan fisik pada tubuh seseorang dapat menyebabkan
perubahan citra tubuh, dimana identitas dan harga diri juga dapat dipengaruhi,
sering menggangu peran, yang dapat mengganggu identitas dan harga diri
seseorang
(
Potter & Perry, 2005)
. Penderita kusta sendiri akan merasa rendah
diri, merasa tertekan batin, takut menghadapi keluarga dan masyarakat karena
sikap penerimaan mereka terkadang yang kurang wajar tersebut.
Penelitian yang dilakukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara menyatakan bahwa lebih dari 75% penderita kusta di
Sumatera Utara mengalami gangguan citra tubuh
(
body image
)
berhubungan
dengan penyakit Kusta
(
Zulkifli, 2003)
. Sementara di Sulawesi Selatan
Selatan sendiri penelitian yang dilakukan oleh Astuti Ismasari tahun 2006
menyatakan bahwa 66.66% penderita kusta mengalami gangguan citra tubuh
(
body Image
)
.
Dalam menghadapi permasalahan tersebut diatas diperlukan suatu
mekanisme koping yang konstruktif dari pasien. Dengan mekanisme yang
positif diharapkan pasien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki,
menilai kemampuan diri yang dapat digunakan, membuat rencana sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, melaksanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki, dan dapat memanfaatkan sistim pendukung yang
ada. Penggunaan mekanisme koping yang positif pada penderita kusta yang
mengalami kecacatan akan dapat membantu mengurangi permasalahan citr
tubuh
(
body Image
)
yang muncul pada dirinya atau paling tidak dapa
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terajadi padanya.
Berkaitan dengan masalah ini maka salah satu fungsi perawat sebaga
konselor diharapkan mampu membantu permasalahan klien. Perawat dapa
memberikan dorongan dan motivasi kepada klien ke arah pemecaha
masalah. Dukungan perawat diharapkan akan dapat meningkatkan rasa
percaya diri pada klien, sehingga klien mampu menerima keadaan tubuhny
sesuai dengan kondisi yang terjadi.
Dengan melihat jumlah penderita yang masih begitu banyak dar
tahun ke tahun dan tingkat kecacatan yang masih terbilang cukup tinggi sert
dampak psikologis yang ditimbulkan baik pada penderita sendiri maupun
masyarakat, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
Analisa hubungan body image dengan mekanisme koping yan
digunakan pada Penderita kusta di Rumah Sakit Dr.Tadjuddin Chali
Makassar
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka rumusan masala
yang dapat penulis buat adalah sebagai berikut: “Apakah ada hubungan bod
image dengan mekanisme koping pada pasien kusta di Rumah Saki
Dr.Tadjuddin Chalid Makassar?”
22.16
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Analisa Hubungan Body Image dengan Mekanisme Koping Yang Digunakan Pada Pasien Kusta di Rumah Sakit Dr.Tadjuddin Chalid Makassar
Rating: