1.1 Latar Belakang Pengaruh Lama Waktu Mordan Tawas terhadap Ketuaan Warna dan Kekuatan Tarik Kain Sutera dalam Proses Pewarnaan dengan Zat Warna Daun Mangga pada Busana Pesta Anak
Pewarna bukan istilah yang asing dalam dunia tekstil. Hasil pewarnaan di
bidang tekstil diharapkan dapat menghasilkan warna kain yang bervariasi,
sehingga dapat menghasilkan warna kain yang menarik. Pewarnaan pada kain
dilakukan dengan berbagai macam teknik dan bahan pewarnaan. Berdasarkan
teknik pewarnaan dapat dibedakan menjadi teknik celup dan teknik colet,
sedangkan menurut bahan yang digunakan pewarnaan dapat dibedakan menjadi
pewarnaan dengan zat pewarna kimia dan zat pewarna alam.
Pada mulanya pemakaian zat warna alam yang tidak praktis. Pewarnaan
menggunakan zat pewarna alami dilakukan secara tradisional, dengan pencelupan
berulang-ulang dan memerlukan waktu yang lama sehingga sangat tidak praktis,
menyebabkan zat kimia masuk dalam orientasi industri tekstil, sehingga
keberadaan zat pewarna alami sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan.
Pewarna kimia yang lebih menjanjikan kepraktisannya menyebabkan
pewarna alam mulai ditinggalkan. Zat pewarna kimia diperoleh dari campuran zat
kimia yang sudah diolah menjadi zat pewarna, misalnya zat pewarna naptol,
indigosol, remasol dan lain sebagainya. Selain itu juga zat warna kimia adalah
hasil warnanya bervariasi, memiliki daya warna yang tinggi, namun di lain sisi zat
warna kimia mempunyai kelemahan yang dapat merusak lingkungan yaitu zat
warna kimia pada umumnya mengandung racun, larutan bekas pencelupan dengan
zat warna kimia potensial dapat mencemari lingkungan, dengan sifat B
beracun berbahaya) juga sisa zat warna kimia merupakan senyawa organik, yang
dapat mengganggu kesehatan. Zat warna alam diperoleh dari hasil perebusan
bahan alam (ekstraksi), sehingga menghasilkan zat pewarna alam. Zat pewarna
alam diperoleh dari bahan-bahan alam seperti daun, kulit kayu, akar, buah dan lain
sebagainya (Susanto 1980).
Kelebihan dari zat warna alam yaitu tidak merusak lingkungan, dapat
memanfaatkan bahan alam yang tidak terpakai, dan harga relatif murah,
kelemahannya hasil warna kurang bervariasi. Beberapa keuntungan zat pewarna
alam inilah yang menyebabkan zat pewarna alam masih dapat dipakai saat ini.
Pada penelitian ini digunakan daun mangga sebagai bahan zat pewarna karena
daun mangga merupakan salah satu bahan alam yang mudah didapatkan di
wilayah Indonesia. Zat warna dapat diperoleh dari daun mangga karena
mengandung klorofil yang merupakan zat hijau daun (Kanicius 1991:48).
Setelah dilakukan pra eksperimen, ternyata daun mangga dapat
dimanfaatkan sebagai zat pewarna yang menghasilkan warna kuning. Pra
eksperimen menunjukkan bahwa daun mangga dapat digunakan sebagai pewarna
tekstil khususnya dari serat protein, terutama serat sutera yang sudah di masak
dengan air sabun sehingga berwarna putih, berkilau dan mudah menyerap warna.
Teknik yang dipakai pada pewarnaan dengan menggunakan zat pewarna
alam adalah teknik celup. Teknik celup merupakan suatu teknik pemberian warna
pada bahan tekstil secara merata dengan menggunakan media air. Dalam
3
(bahan pewarnaan ini terdapat beberapa tahap yang harus dilalui untuk keberhasilan
pewarnaan.
Tahap-tahap pewarnaan dengan menggunakan daun mangga ini meliputi
mordanting, pembasahan, pencelupan kain ke dalam zat pewarna, dan terakhir
fiksasi. Tahap pertama adalah mordanting, yaitu proses awal yang dilakukan
sebelum pewarnaan dengan tujuan menghilangkan semua jenis kotoran pada kain
sehingga pada proses pewarnaan zat pewarna dapat masuk ke dalam serat kain,
pada penelitian ini menggunakan mordan tawas. Proses ini memerlukan waktu 12
jam. Penelitian ini memilih lama waktu mordanting menggunakan mordan tawas
selama 8 jam, 12 jam dan 16 jam. Memilih 8 jam karena mengetahui pengaruh
lama waktu mordanting menggunakan mordan tawas yang lebih efisien dibanding
12 jam dalam pewarnaan kain sutera tanpa mengurangi proses mordanting.
Peneliti memilih 16 jam untuk mengetahui pengaruh lama waktu mordanting yang
lebih lama dibanding 12 jam dalam proses pewarnaan kain sutera tanpa
mengurangi fungsi mordanting. Pada penelitian ini digunakan lama waktu mordan
tawas dengan selang waktu 4 jam karena diduga waktu 4 jam cukup menunjukkan
hasil yang berbeda.
Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah tawas. Berdasarkan
tahap-tahap diatas, mordanting merupakan tahap pertama yang cukup lama
dibanding tahap-tahap lain, karena itu penulis memilih meneliti lama waktu
mordan tawas untuk memperoleh waktu yang efektif tanpa mengurangi fungsinya,
sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan lama
waktu mordan tawas dengan lama waktu 8 jam, 12 jam dan 16 jam terhadap
ketuaan warna dan kekuatan tarik kain.
Daun mangga merupakan salah satu zat pewarna yang ramah lingkungan.
Terjadinya warna pada daun mangga tersebut memberi gagasan kepada peneliti
untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Lama Waktu Mordan
Tawas Terhadap Ketuaan Warna dan Kekuatan Tarik Kain Sutera dalam Proses
Pewarnaan Dengan Zat Warna Daun Mangga Pada Busana Pesta Anak.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin diselidiki dari penelitian pewarnaan dengan
menggunakan daun mangga sebagai bahan penelitian ini, yaitu:
1. Apakah ada pengaruh perbedaan waktu mordan tawas selama 8 jam, 12 jam,
dan 16 jam terhadap ketuaan kain sutera dalam proses pewarnaan dengan
pewarna daun mangga?
2. Apakah ada pengaruh perbedaan waktu mordan tawas selama 8 jam, 12 jam,
dan 16 jam terhadap kekuatan tarik kain sutera dalam proses pewarnaan
dengan pewarna daun mangga?
23.03
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Pengaruh Lama Waktu Mordan Tawas terhadap Ketuaan Warna dan Kekuatan Tarik Kain Sutera dalam Proses Pewarnaan dengan Zat Warna Daun Mangga pada Busana Pesta Anak
Rating: