Follow me on Facebook! Follow me on Twitter!
 7projectsdistro.com - Toko Kaos Distro Online Terlengkap Termurah dan Terpercaya

PENGARUH LEVERAGE, LIKUIDITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA

PanduanTOEFL Terbaik dengan Metode MindMap
1.1.LATAR BELAKANG PENGARUH LEVERAGE, LIKUIDITAS DAN  UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP   KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN  PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES   YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA

Pasar modal merupakan salah satu alternatif yang digunakan oleh perusahaan untuk memperoleh dana. Di Indonesia sudah banyak perusahaan yang menjual sahamnya melalui pasar modal. Dalam melakukan kegiatannya di pasar modal para pelaku pasar mendasarkan keputusan yang akan diambil pada informasi yang diterimanya sehingga ketersediaan informasi yang relevan dan akurat akan membantu dalam proses investasi dan pendanaan pasar modal. Perusahaan yang telah memperoleh dana dari masyarakat dengan menjual saham di Pasar Modal, oleh Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) diwajibkan untuk membuat Laporan Tahunan, yang disajikan setransparan mungkin yaitu apa adanya, tidak dibuat-buat, jujur, netral dan obyektif (Yularto dan Chariri, 2003:1). Laporan tahunan yang dibuat oleh perusahaan berupa laporan keuangan yang disajikan dalam bentuk kuantitatif, dimana informasi- informasi yang disajikan di dalamnya sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan karena dapat membantu perusahaan dalam memprediksi kinerja dan prospek perusahaan. Perusahaan-perusahaan sebenarnya enggan untuk memperluas pengungkapan laporan keuangan tanpa tekanan dari profesi akuntansi atau pemerintah. Akan tetapi pengungkapan merupakan hal yang vital bagi pengambilan keputusan optimal para investor dan pasar modal yang stabil (Irwin, Semakin besar suatu usaha bisnis akan semakin mendorong perlunya informasi akuntansi, baik untuk pertanggungjawaban maupun untuk dasar pengambilan keputusan (Subiyantoro, 1997:1). Tujuan utama dari laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomis (Harahap, 2002:131).

Para pemakai laporan keuangan akan menggunakannya untuk meramalkan, membandingkan dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomis yang diambilnya. Bagi para investor, informasi yang disampaikan oleh manajemen perusahaan dijadikan sebagai alat analisis dan pengawasan terhadap kinerja perusahaan. Sementara bagi manajemen, keterbukaan informasi dimaksudkan untuk menunjukkan keseriusan dalam mengelola perusahaan secara profesional, sehingga dapat membantu para investor dalam mengambil keputusan investasi (Hadi dan Sabeni, 2002:91). Salah satu atribut penting dalam penyampaian suatu informasi akuntansi adalah kualitas. Kualitas informasi keuangan tercermin pada sejauh mana luas pengungkapan laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan. Ada tiga konsep mengenai luas pengungkapan keuangan, yaitu adequate, fair dan full disclosure. Konsep yang paling sering digunakan adalah adequate disclosure (pengungkapan yang cukup), yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, dimana pada tingkat ini investor dapat menginterpretasikan angka-angka dalam laporan keuangan yang benar. Tetapi pengungkapan yang layak mengenai informasi yang signifikan bagi para investor dan pihak lainnya hendaknya cukup, wajar dan lengkap (Irwin, 1994:204). Pengungkapan laporan keuangan dapat dilakukan dalam bentuk penjelasan mengenai kebijakan akuntansi yang ditempuh, kontijensi, metode persediaan, jumlah saham beredar, dan ukuran alternatif. Pengungkapan bukan hanya memberikan penjelasan atas laporan yang disajikan akan tetapi juga menyajikan informasi yang bermanfaat dalam mempelajari usaha suatu perusahaan secara menyeluruh. Ada dua jenis pengungkapan (disclosure) yang dimuat dalam laporan keuangan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar. Yang pertama adalah pengungkapan wajib (mandatory), yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku. Kedua adalah pengungkapan sukarela (voluntary), yaitu pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diwajibkan oleh peraturan yang berlaku (Na’im dan Rakhman, 2000:72-73).

Semakin berkembangnya pasar modal di Indonesia menjadikan perusahaan tergerak untuk menyajikan pengungkapan, terutama yang wajib dan sukarela. Hal ini dimungkinkan dengan harapan informasi yang disajikan dapat memberi gambaran kebijakan dan prospek perusahaan untuk menarik para investor. Pengungkapan laporan keuangan yang memadai bisa ditempuh melalui penerapan regulasi informasi yang baik. Untuk menyelenggarakan regulasi informasi yang baik, terutama bagi para pelaku pasar modal, pemerintah telah menunjuk Bapepam dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Bapepam melalui Surat Edaran Ketua BAPEPAM mengeluarkan Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan No. SE-02/PM/2002 Tanggal 27 Desember 2002 yang berisi tentang elemen-elemen yang seharusnya diungkap dalam laporan keuangan. Laporan keuangan (financial statement) yang sering disajikan meliputi neraca, laporan rugi/laba, laporan arus kas, dan laporan ekuitas pemilik dengan pemegang saham (Sugiri dkk, 2002:3). Tanggung jawab utama dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan ini berada di tangan manajemen. Manajemen juga memiliki kemampuan dan wewenang untuk menentukan bentuk dan isi laporan tambahan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Rasio leverage mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang. Beberapa analis menggunakan istilah rasio solvabilitas yang berarti mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya (Husnan, 1998:560). Perusahaan dengan leverage yang tinggi menanggung biaya pengawasan (monitoring cost) yang tinggi. Jika menyediakan informasi secara lebih komprehensif akan membutuhkan biaya lebih tinggi, maka perusahaan dengan leverage yang tinggi akan menyediakan informasi secara lebih komprehensif. Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Na’im dan Rakhman (2000:75) bahwa perusahaan dengan rasio hutang atas modal tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi dalam laporan keuangan untuk memenuhi debitur jangka panjang dibandingkan perusahaan dengan rasio rendah. Sedangkan menurut Meek dkk (1995) dalam Nugraheni dkk (2002:78) menyatakan semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, maka akan semakin besar pula agency cost atau dengan kata lain, untuk memenuhi kebutuhan kreditur jangka panjang perusahaan dituntut untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Simanjuntak dan Widiastuti, 2004:354). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Subiyantoro (1997) mengenai Hubungan Antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Dengan Karakteristik Perusahaan Publik Di Indonesia, membuktikan bahwa variabel rasio ungkitan (leverage) berpengaruh terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Hal ini dibuktikan dari koefisien regresi sebesar 0,2709 dan P = 0,003. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Na’im dan Rakhman (2000), dimana t = 2,28 ; p < 0,05 dan penelitian Simanjuntak dan Widiastusi (2004), dimana t hitung = 2,229 dan signifikansi 0,034 < 0,05. Penelitian- penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suripto (1999), dimana koefisien leverage positif tetapi tidak signifikan ; Marwata (2001), dimana signifikansi 0,314 > 0,05 ; Fitriani (2001) ; Nugraheni dkk (2002), dimana signifikansi 0,633 > 0,05 ; Yularto dan Chariri (2003), dimana signifikansi 0,953 > 0,05 ; dan penelitian Zubaidah dan Zulkifar (2005), dimana t hitung -0,754 < t tabel 1,956 pada alfa 0,05. Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek (Husnan, 1998:562). Perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi akan melakukan pengungkapan informasi yang lebih luas kepada pihak luar karena ingin menunjukkan bahwa perusahaan tersebut kredibel. Tapi di pihak lain, likuiditas dipandang sebagai ukuran kinerja manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan (Cooke, 1989 dalam Nugraheni dkk, 2002:75). Hal ini berbeda dengan pendapat Wallace dkk (1994) dalam Nugraheni dkk (2002:75), yang menyatakan perusahaan dengan likuiditas rendah justru cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi kepada pihak eksternal sebagai upaya untuk menjelaskan lemahnya kinerja manajemen. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Subiyantoro (1997) mengenai Hubungan Antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Dengan Karakteristik Perusahaan Publik Di Indonesia, membuktikan variabel likuiditas berpengaruh terhadap pengungkapan laporan keuangan. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi 0,1491 dan P = 0,0813. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Wallace dkk (1994). Penelitian-penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian Suripto (1999), dimana koefisien likuiditas positif tetapi tidak signifikan ; Marwata (2001), dimana signifikansi 0,827 > 0,05 ; Fitriani (2001) ; Nugraheni dkk (2002), dimana signifikansi 0,985 > 0,05 ; Hadi dan Sabeni (2002), dimana t hitung -1,805 < t tabel -1,98 ; Yularto dan Chariri (2003), dimana signifikansi 0,937 > 0,05 ; Simanjuntak dan Widiastuti (2004), dimana signifikansi 0,821 > 0,05 ; dan penelitian dilakukan oleh Zubaidah dan Zulkifar (2005), dimana t hitung -1,159 < t tabel 1,960. Ukuran perusahaan adalah besarnya assets yang dimiliki perusahaan (Saidi, 2002:50). Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil (Jensen dan Meckling, 1976; Singhvi dan Desai (1971) serta Buzby (1975) dalam Marwata, 2001:160). Pendapat serupa dikemukakan Cooke (1989) dan Meek (1995) dalam Suripto (1999:6). Penelitian mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan yang dilakukan oleh Subiyantoro (1997) mengenai Hubungan Antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan Dengan Karakteristik Perusahaan Publik Di Indonesia, membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi sebesar 0,7911 dan P = 0,000. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suripto (1999), signifikansi 0,0328 < 0,05 ; Marwata (2001), dimana signifikansi 0,000 < 0,05 ; Fitriani (2001) ; Hadi dan Sabeni (2002), dengan signifikansi 0,000 < 0,05 ; dan penelitian yang dilakukan oleh Zubaidah dan Zulkifar (2005), dimana t hitung 4,991 < t tabel 1,960 pada alfa 0,05. Penelitian-penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cooke (1989) dalam Suripto (1999) yang menyatakan bahwa variabel size tidak berpengaruh terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan. Sejumlah penelitian mengenai kelengkapan pengungkapan laporan keuangan telah banyak dilakukan, namun masih terdapat perbedaan hasil. Hasil penelitian tersebut beragam, dimungkinkan dikarenakan adanya perbedaan sifat variabel independen dan dependen yang diteliti, perbedaan objek penelitian, perbedaan periode pengamatan dan jenis pengungkapan. Penelitian ini juga menggunakan variabel yang pernah dilakukan dalam peneletian terdahulu, namun dalam penelitian ini terdapat sedikit perbedaan dalam penyajian variabel-variabel tersebut. Yang pertama, penelitian-penelitian sebelumnya lebih menekankan perhatian pada kelengkapan pengungkapan wajib saja (Nugraheni dkk, 2002) atau sukarela saja (Suripto, 1999; Marwata, 2001; Hadi dan Sabeni, 2002; Yularto dan Chariri, 2003 serta Zubaidah dan Zulkifar, 2005). Dalam penelitian ini, prosedur penelitian tersebut mencakup keduanya baik wajib maupun sukarela. Kedua, penelitian-penelitian sebelumnya banyak dilakukan terhadap data satu periode saja. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memperluas penelitian dengan menganalisis data lima tahun untuk menguji apakah variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kelengkapan pengungkapan dalam penelitian ini tetap konsisten meski dalam waktu yang berbeda. Penelitian ini mempersempit dan memfokuskan pembahasan pada pengaruh leverage, likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan periode penelitian tahun 2002-2006. Sampel penelitian ini yaitu laporan keuangan Perusahaan Food And Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Tahun 2002-2006. Pemilihan Perusahaan Food And Beverages dikarenakan berbagai alasan. Pertama, perusahaan yang tergabung dalam sektor Perusahaan Food And Beverages telah terdaftar sebelum tanggal dilakukannya penelitian yaitu tanggal 31 Desember 2001. Kedua, Perusahaan Food And Beverages merupakan bagian dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan jumlah perusahaan paling banyak yaitu 20 perusahaan, dibandingkan dengan kategori perusahaan lain yang termasuk sektor manufaktur. Ketiga, Perusahaan Food And Beverages cukup menarik dijadikan obyek penelitian karena perusahaan Food And Beverages merupakan perusahaan yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi dan dikonsumsi oleh masyarakat. Perusahaan Food And Beverages juga mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan Perusahaan Food And Beverages mempunyai sifat yang non siklial dalam artian Perusahaan Food And Beverages lebih stabil dan tidak mudah terpengaruh oleh musim ataupun perubahan kondisi perekonomian karena dalam keadaan apapun orang akan tetap mengkonsumsi makanan ataupun minuman sebagai kebutuhan dasar.

Penelitian ini dibatasi pada upaya untuk melihat kelengkapan pengungkapan laporan keuangan yang meliputi pengungkapan wajib dan sukarela, variabel independen yang berpengaruh terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan dan sejauh mana signifikansi variabel independen tersebut baik secara simultan maupun parsial. Perlu ditekankan bahwa penelitian ini hanya menyangkut kelengkapan pengungkapan bukan keluasan pengungkapan atau kualitas pengungkapan. Hal ini berdasarkan alasan yang dikemukakan Fitriani (2001:139) bahwa kualitas pengungkapan memiliki sejumlah unsur lain selain kelengkapan berupa kejelasan dan ketepatan waktu pengungkapan. Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “ PENGARUH LEVERAGE, LIKUIDITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA “.

1.2.IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH
Perusahaan mengungkapkan dan menyampaikan informasi perusahaan secara transparan dalam bentuk laporan keuangan perusahaan. Pengungkapan laporan keuangan adalah suatu hal yang harus dilakukan perusahaan untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak terkait. Dengan adanya pengungkapan laporan keuangan perusahaan, maka akan dapat menarik minat investor untuk menanamkan dananya di perusahaan. Pengungkapan laporan keuangan perusahaan dapat dipengaruhi oleh leverage, likuiditas dan ukuran perusahaan.
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah dalam penelitian adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh leverage, likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada Perusahaan Food And Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta secara simultan?
2. Apakah terdapat pengaruh leverage, likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap kelengkapan pengungkapan laporan keuangan pada Perusahaan Food And Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta secara parsial?

Like Skripsi Ini :

Baca Juga Judul Menarik Lainnya di Bawah INI :

Comment With Facebook!

Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: PENGARUH LEVERAGE, LIKUIDITAS DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP KELENGKAPAN PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA