Latar Belakang Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Boneka Pada Siswa Kelas VII-G SMP Negeri 4 Pemalang
Bahasa merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan kita karena
bahasa merupakan alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain,
untuk mengembangkan ekspresi, dan juga untuk mengembangkan kemampuan
intelektual seseorang.
Tarigan (1986:2) mengemukakan bahwa pada prinsipnya, tujuan
pembelajaran bahasa adalah agar siswa terampil berbahasa, yaitu terampil menyimak,
terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis.
Berkaitan dengan tujuan pembelajaran keterampilan berbahasa, perlu
diterapkan suatu media pembelajaran yang efektif dan dapat menunjang kegiatan
pembelajaran. Media pembelajaran yang bermacam-macam menyebabkan guru harus
selektif dalam memilih media pembelajaran yang akan digunakan. Salah satu faktor
yang mempengaruhi pemilihan media pembelajaran adalah materi pembelajaran. Hal
tersebut dikarenakan setiap materi mempunyai karakteristik tersendiri yang turut
menentukan dalam pemilihan media. Begitu pula dalam pembelajaran berbicara
khususnya bercerita, seorang guru harus memilih dan menggunakan media yang
sesuai sebagai penunjang kegiatan pembelajaran agar dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan.
Keterampilan berbicara (speaking skill) merupakan salah satu aspek dari
keterampilan berbahasa selain keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan
membaca (reading skill), dan kerampilan menulis (writing skill). Keempat aspek
tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-
kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan
perasaan (Tarigan 1981:15).
Keterampilan berbicara merupakan keterampilan kebahasaan yang sangat
penting. Syafi’ie (1993:33) mengemukakan dengan keterampilan berbicaralah
pertama-tama kita memenuhi kebutuhan berkomunikasi dengan masyarakat tempat
kita berada.
Berdasarkan hal tersebut peneliti menemukan kelemahan tingkat penguasaan
keterampilan berbicara. Hal ini terlihat pada keterampilan berbicara siswa yang sering
memilih diam ketika diberi kesempatan untuk bertanya, tidak bersedia
mengemukakan pendapat (usul, saran atau tanggapan) secara lisan atau untuk
menjawab pertanyaan. Kebanyakan dari mereka lebih memilih diam dari pada
berbicara karena berbagai alasan, misalnya takut salah, malu ditertawakan oleh teman
atau memang tidak ada keberanian untuk mengungkapkan walau sebenarnya siswa
mengetahui. Dalam hal ini perlu di upayakan suatu bentuk pembelajaran yang
variatif, menarik, menyenangkan, dan dapat merangsang siswa untuk berlatih
berbicara.
Berdasarkan kenyataan tersebut, terlihat perkembangan kemampuan berbicara
di kalangan siswa sangat memprihatinkan. Hal ini juga dialami oleh sebagian besar
siswa kelas VII-G SMP Negeri 4 Pemalang yang menjadi obyek penelitian ini.
SMP Negeri 4 Pemalang adalah salah satu SMP unggulan di Kabupaten
Pemalang, selain prestasinya juga karena letaknya yang strategis. SMP Negeri 4
Pemalang mempunyai beberapa kelas yaitu kelas VII, VIII, dan IX. Masing-masing
kelas VII terdiri atas tujuh kelas, yaitu kelas VII-A sampai VII-G, kelas VIII terdiri
dari tujuh kelas, yaitu kelas VIII-A sampai VIII-G, dan kelas IX terdiri dari tujuh
kelas juga, yaitu kelas IX-A sampai IX-G.
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan peneliti di SMP Negeri 4 Pemalang,
peneliti hanya mengambil satu kelas sebagai objek penelitian yaitu kelas VII-G,
karena menurut guru pengampu mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia kelas VII,
siswa-siswa di kelas VII khususnya kelas VII-G dari tahun ajaran yang lalu sampai
tahun ajaran sekarang siswa-siswanya mendapatkan nilai terendah dibandingkan
dengan kelas yang lain. Hal ini dilihat dari aspek berbicara khususnya kompetensi
dasar bercerita.
Proses belajar mengajar aspek berbicara khususnya dalam kompetensi dasar
bercerita kurang berhasil. Hal ini dapat diketahui oleh peneliti setelah melihat daftar
nilai siswa, diketahui bahwa nilai tertinggi yaitu 70 diperoleh 3 siswa, nilai 68
diperoleh 5 siswa, nilai 65 diperoleh 20 siswa, nilai <65 diperoleh 14 siswa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa yang mendapat nilai tertinggi,
mereka merasa senang dengan pembelajaran bercerita, walaupun mereka masih
merasa kesulitan mengeluarkan gagasan yang muncul ketika harus bercerita di depan.
Sedangkan, hasil wawancara dengan siswa yang mendapat nilai terendah yaitu nilai
54, mereka merasa tidak senang dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
terutama keterampilan berbicara. Hal ini disebabkan oleh metode dan media yang
digunakan guru kurang bervariasi sehingga siswa merasa bosan.
Kemampuan siswa dalam aspek berbicara di kelas VII-G masih lemah dan
belum sesuai dengan batas nilai ketuntasan belajar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah
siswa yang 42 anak, ada 24 siswa yang kurang memahami materi karena faktor dari
dalam diri siswa sendiri, 5 siswa disebabkan karena gurunya yang kurang jelas
menerangkan, 8 siswa merasa tidak ada yang perlu disalahkan dalam berhasil atau
tidaknya proses pembelajaran, dan 5 siswa yang berpendapat bahwa berhasil atau
tidak berhasilnya proses pembelajaran disebabkan oleh faktor diri sendiri dan
gurunya. Data tersebut diperoleh setelah peneliti melakukan wawancara dengan
siswa.
Oleh karena itu, minat berbicara siswa perlu dikembangkan. Salah satu bentuk
keterampilan berbicara dalam kurikulum 2006 yang tertuang di SMP adalah
kompetensi bercerita dengan alat peraga. Dalam kompetensi ini siswa dituntut untuk
dapat bercerita menggunakan alat peraga. Siswa bisa menuangkan ide-ide mereka ke
dalam cerita yang mereka buat dan mereka sajikan kepada siswa-siswa yang lain
menggunakan alat peraga.
Bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk
memberikan informasi kepada orang lain (Tarigan 1988:35). Dikatakan demikian
karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian-
pengertian atau makna-makna yang menjadi jelas.
Dengan bercerita, seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita,
ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat,
dibaca dan ungkapan kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang
diperoleh.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan media boneka untuk menarik perhatian
dan minat siswa. Media boneka juga berfungsi untuk membantu siswa memperoleh
kemudahan ketika bercerita, karena dengan bantuan boneka sebagai alat peraga akan
membangkitkan ide-ide siswa yang tertuang dalam sebuah cerita yang akan mereka
ceritakan di depan kelas. Mereka juga tidak akan canggung lagi bercerita
menggunakan media boneka karena mereka tidak bercerita langsung menghadapi
siswa-siswa yang lain melainkan dengan media boneka mereka merasa menjadi tokoh
dalam boneka tersebut. Dalam penelitian ini media boneka yang akan digunakan
dalam pembelajaran bercerita yaitu suatu media yang akan dibuat oleh siswa sendiri
pada mata pelajaran seni rupa. Jadi hal ini akan menambah semangat dari para siswa
itu sendiri pada keterampilan bercerita yang akan peneliti lakukan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran bahasa
Indonesia SMP Negeri 4 Pemalang, dalam keterampilan proses pembelajaran
berbicara khususnya kompetensi bercerita, selama ini siswa cenderung: (1) siswa
kurang berani bercerita di depan umum; (2) siswa merasa takut, malu-malu, dan
kurang percaya diri bila ditunjuk untuk bercerita di depan kelas; (3) kata-kata yang
digunakan siswa saat bercerita kurang menarik; (4) siswa tidak menguasai bahan
cerita; (5) guru sering membatasi topik pembicaraan; (6) teknik-teknik yang dipakai
dalam pembelajaran keterampilan bercerita kurang efektif; dan (7) penggunaan media
pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa. Menjadi pertanyaan besar bagi
peneliti, mengapa rendahnya keterampilan bercerita dapat terjadi, faktor apakah yang
menyebabkan hal itu terjadi, dan bagaimana pemecahannya? Berikut ini identifikasi
masalah secara jelas mengenai masalah tersebut.
Pertama, siswa kurang berani bercerita di depan umum. Hal ini karena siswa
menganggap bahwa berbicara khususnya bercerita di depan umum merupakan hal
yang menakutkan, sehingga siswa kurang terampil bercerita di depan umum. Oleh
karena itu, guru harus memberikan motivasi kepada siswa dengan memberikan
pengetahuan dan teknik bercerita di depan umum agar siswa lebih berani bercerita di
depan umum.
Kedua, siswa merasa takut, malu-malu dan kurang percaya diri bila ditunjuk
untuk bercerita di depan kelas. Masalah ini terjadi karena siswa kurang berlatih
bercerita. Saat guru menunjuk siswa untuk bercerita di depan teman-temannya
mereka merasa enggan, sehingga guru harus menunggu sampai dia mau maju ke
depan. Oleh karena itu, guru harus memotivasi dan memberi kesempatan kepada
siswa untuk berlatih bercerita, baik di kelas maupun di rumah.
Ketiga, kata-kata yang digunakan siswa saat bercerita kurang menarik. Siswa
kesulitan dalam memilih kata-kata yang menarik saat bercerita. Hal ini terjadi karena
mereka kurang terbiasa bercerita menggunakan bahasa Indonesia. Mereka terbiasa
menggunakan bahasa Jawa saat bercerita kepada temannya. Oleh karena itu, siswa
harus dibiasakan untuk berkomunikasi, khususnya bercerita dengan menggunakan
bahasa Indonesia, sehingga mereka terbiasa menggunakan dan mampu memilih kata-
kata yang menarik saat bercerita dengan bahasa Indonesia.
Keempat, siswa tidak menguasai bahan yang akan diceritakan. Masalah ini
terjadi karena selama ini hal-hal yang diceritakan oleh siswa adalah hal-hal yang
belum diketahui oleh siswa atau kurang dikuasai siswa. Oleh karena itu, guru harus
memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami bahan cerita yaitu dengan
memberikan waktu di luar jam pelajaran kepada siswa untuk mencari bahan cerita
dan memahaminya.
Kelima, guru membatasi topik pembicaraan. Selama ini, guru seringkali
membatasi siswa untuk bercerita dengan topik tertentu, misalnya sesuai dengan tema
atau materi saat itu, walaupun tidak sesuai dengan minat siswa. Hasilnya
pembelajaran yang berlangsung kurang optimal, karena kurang memberi kebebasan
kepada siswa untuk mengungkapkan dan mengekspresikan gagasannya. Salah satu
cara yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan
memberi kebebasan pada siswa untuk bercerita sesuai dengan minatnya.
Keenam, teknik yang dipakai dalam pembelajaran kurang efektif. Selama ini
teknik-teknik pembelajaran yang dipakai adalah teknik-teknik lama yang kurang
membuat siswa tertarik terhadap pembelajaran. Dalam prosesnya siswa dituntut satu
persatu ke depan kelas secara individu untuk bercerita, sehingga siswa merasa grogi,
takut, dan malu terhadap teman-teman sekelasnya. Salah satu cara untuk
mengatasinya yaitu dengan memperbaiki teknik pembelajaran. Guru hendaknya
membuat kelompok-kelompok kecil agar siswa dapat mendiskusikan terlebih dahulu
mengenai cerita yang akan mereka sajikan di dalam kelas yang memungkinkan siswa
dapat bercerita dengan nyaman dan berani tanpa rasa takut, malu dan grogi. Dalam
penelitian tentang kompetensi bercerita menggunakan alat peraga, peneliti
menggunakan media boneka, di mana siswa dalam kelompoknya masing-masing
membuat cerita dengan topik yang mereka imajinasikan berdasarkan kesepakatan
kelompok, yang sebelumnya kata-kata yang akan mereka tampilkan sudah
dirancang/ditulis terlebih dahulu sebelum mereka pertunjukkan di depan kelas.
Ketujuh, penggunaan media pembelajaran yang kurang menarik bagi siswa.
Media pembelajaran berfungsi untuk menunjang proses pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Penggunaan media yang tidak sesuai
dengan minat siswa akan menghambat proses pembelajaran, yang pada akhirnya hasil
pembelajaran yang dicapai tidak optimal. Permasalahan ini dapat diatasi dengan
memilih media pembelajaran yang sesuai dengan minat siswa. Dengan demikian,
siswa akan tertarik dengan media tersebut dan akan semangat dalam bercerita. Dalam
hal ini, peneliti menggunakan media boneka untuk menarik perhatian dan minat
siswa. Media boneka juga berfungsi untuk membantu siswa memperoleh kemudahan
ketika bercerita, karena dengan bantuan boneka sebagai alat peraga akan
membangkitkan ide-ide siswa yang tertuang dalam sebuah cerita yang akan mereka
ceritakan di depan kelas.
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti bermaksud untuk melakukan
perbaikan dalam pembelajaran keterampilan berbicara dalam kompetensi bercerita dengan alat peraga melalui penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VII-G di SMP Negeri 4 Pemalang dengan menggunakan media boneka.
1.2 Identifikasi Masalah
Masalah yang muncul dalam kompetensi bercerita dapat dipengaruhi oleh
faktor internal maupun faktor ekternal. Adapun faktor internal yang berasal dalam
diri siswa meliputi rasa malu, takut, dan kurang percaya diri bila bercerita di depan
kelas dan di depan umum, siswa belum bisa merangkai kata-kata dalam bercerita
sehingga kata-kata yang digunakan menjadi tidak menarik, dan siswa tidak
menguasai bahan cerita. Faktor eksternal yang berasal dari luar siswa berasal dari
guru yang kurang memberikan materi berbicara khususnya dalam kompetensi
bercerita dan kurang memberikan teknik-teknik yang kurang efektif serta penggunaan
media yang kurang menarik bagi siswa. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan
strategi pembelajaran yang menarik motivasi siswa. Strategi penbelajaran itu antara
lain pembelajaran menggunakan media boneka. Dengan media boneka, siswa dapat
mengimajinasikan sebagai tokoh dalam boneka tersebut tanpa rasa canggung lagi
ditambah dengan mereka berkelompok agar dapat berinteraksi dengan siswa lain
menggunakan imajinasi-imajinasi siswa untuk berdialog dengan baik.
1.3 Pembatasan Masalah
Permasalahan yang diteliti dalam keterampilan berbicara sangatlah kompleks
dan membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran yang cukup banyak. Untuk itu, peneliti
terfokus pada kompetensi bercerita dengan alat peraga. Media-media yang digunakan
guna menunjang dalam proses pembelajaran keterampilan berbicara juga sangat
beragam. Namun, peneliti hanya memfokuskan pada pemanfaatan media boneka
sebagai penunjang dalam keberhasilan pembelajaran keterampilan berbicara
kompetensi bercerita dengan alat peraga.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Bagaimana peningkatan keterampilan berbicara siswa dalam kompetensi
bercerita ketika mengikuti pembelajaran bercerita menggunakan media
boneka?
1.4.2 Bagaimana perubahan perilaku siswa yang ditunjukkan saat mengikuti
pembelajaran kompetensi bercerita menggunakan media boneka?
14.11
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Peningkatan Keterampilan Bercerita Menggunakan Media Boneka Pada Siswa Kelas VII-G SMP Negeri 4 Pemalang
Rating: