A. Latar Belakang ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN ( RELAPS ) PADA PENGGUNA NAPZA YANG MENDAPATKAN LAYANAN P ASCA KONSELIN DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR
Indonesia merupakan bagian dari Negara yang baru berkembang tidak
terlepas dari moderenisasi dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
teknologi secara global yang memiliki masyarakat yang majemuk dimana
masing-masing memiliki adat dan budaya serta agama yang berbeda-beda.
Perubahan dan perkembangan tersebut tidak hanya berdampak positif tetapi
tenyata membawa dampak negatif. Dampak negatif yang timbul misalnya
maraknya pergaulan seks bebas diluar nikah yang berbanding tebalik dengan
adat ketimuran, kejahatan dunia maya, penyalahgunaan NAPZA, dan lain
sebagainya. NAPZA tidak asing lagi ditelinga masyarakat, tidak hanya
masyarakat kota tetapi juga NAPZA telah merambah masyarakat dipedalaman
sekalipun. Tidak dapat dipungkiri lagi NAPZA telah dikenal oleh masyarakat
luas sebagai barang haram yang harus dimusnahkan. Indonesia tidak terlepas
dari kasus penyalahgunaan NAPZA, bahkan masalah tersebut sudah mencapai
tahap yang sangat memprihatinkan. Adiksi atau kecanduan merupakan suatu
masalah yang harus dicari solusinya secara bersama-sama dari tingkat
pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi terkait lainnya, masyarakat,
keluarga hingga masing-masing individu
(
Hawari,2006)
.
Penemuan obat-obatan tergolong jenis narkotika telah ditemukan sejak
±5000 tahun yang lalu didaerah Mediterania timur yang disebut dengan tablet
sumeria
(
Mandari, 1996)
. Permasalahan NAPZA sudah menjadi permasalahan
dunia, sejak tahun 1961 PBB sepakat untuk memerangi NAPZA dengan dikeluarkannya “The Single Convention on Narcotic Drugs”. Di Indonesia,
terungkapnya kasus penyalahgunaan NAPZA relatif baru dan tercatat secara
resmi baik dari pihak POLRI maupun DEPKES yaitu pada tahun 1969 namun
perkembangannya sangat cepat. Hal ini terlihat pada data di Dinas Kesehatan
pada dekade tujuh puluhan
(
yaitu pada tahun 1970 sampai tahun 1979)
dan
pada tahun delapan puluhan
(
tahun 1980 sampai 1989)
terjadi pelipatan atau
peningkatan kasus penyalahguna dan ketergantungan NAPZA yang cukup
tinggi yaitu dari 7000 orang meningkat menjadi 85.000 orang, atau berlipat
duabelas kali lipat selama kurun waktu dua puluh tahun
(
Maramis,2005)
.
Pemerintah menyebutkan angka resmi penyalahgunaan NAPZA 0,065% dari
jumlah penduduk 200 juta jiwa atau sama dengan 130.000 orang
(
BAKOLAK
INPRES 6/71, 1995)
. Penelitian yang dilakukan oleh Hawari, dkk
(
1998)
menyebutkan bahwa angka sebenarnya adalah 10 kali lipat dari angka resmi
(
dark number = 10)
atau dengan kata lain bila ditemukan satu orang
penyalahguna NAPZA artinya ada 10 orang lainnya yang tidak terdata resmi.
Fenomena tersebut bagaikan gunung es
(
ice berg
)
artinya yang tampak
dipermukaan lebih kecil dibandingkan yang tidak tampak (
dibawah permukaan
laut
)
(
Hawari, 2006)
.
Seseorang yang mengalami ketergantungan NAPZA tidak semata-mata
langsung mengalami kecanduan tetapi mengalami proses yang disebut
psikodinamika ketergantungan NAPZA yang terdiri dari faktor-faktor antara
lain faktor predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus. Faktor
predisposisi dalam hal ini yaitu gangguan kejiwaan seperti gangguan
kepribadian
(
antisosial
)
, kecemasan dan depresi, kemudian didukung oleh
faktor kontribusi dalam hal ini seperti kondisi keluarga
(
keutuhan keluarga,
kesibukan orang tua, hubungan interpersonal
)
dan diperkuat oleh faktor
pencetus seperti pangaruh teman, kelompok sebaya, dan keberadaan NAPZA
itu sendiri. Jika ketiga faktor ini telah terdapat pada diri seseorang sangat besar
kemungkinan penyalahgunaan NAPZA terjadi
(
Hawari, 2006)
.
Penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA tidak hanya
mengakibatkan masalah pada kondisi fisik pemakai tetapi juga menimbulkan
masalah yang cukup luas dan kompleks. Masalah-masalah fisik yang
ditimbulkan diantaranya hepatitis, endokarditis, pleuritis, HIV/AIDS, beberapa
penyakit yang berhubungan dengan hemodinamika hingga gangguan kejiwaan
seperti depresi, kecemasan, gangguan kepribadian dan resiko bunuh diri.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Hawari, dkk
(
2000)
menunjukkan bahwa
penyalahguna jenis opiat
(
heroin)
ditemukan angka kematian
(
mortality rate
)
sebesar 17,16%. Mereka yang mengalami komplikasi paru sebesar 53,73%,
liver 55,11% dan hepatitis C 56,63%, sedangkan yang terinfeksi HIV 33,33%.
Efek dari penyalahgunaan NAPZA ini juga melahirkan masalah sosial,
keamanan dan ketertiban dimasyarakat seperti tindakan kriminal, prostitusi,
disharmoni keluarga, penurunan produktifitas manusia, peningkatan jumlah
pengangguran, peningkatan jumlah putus sekolah dan masih banyak lagi kasus
yang ditimbulkan (
Hawari,2000)
.
Terapi perawatan penyalahguna NAPZA harus menggunakan
pendekatan holistik
(
holistic approach
)
yaitu tidak hanya mengobati fisik
(
jasmani
)
tetapi juga kejiwaan, sosial dan keimanan
(
bio,psiko,sosio dan
spiritual
)
. Sebagaimana diketahui bahwa penyalahgunaan NAPZA merupakan
bagian dari bidang psikiatri, hal ini dikarenakan penyalahgunaan NAPZA
dapat menimbulkan gangguan mental dan perilaku. Kejadian ini disebabkan
oleh karena NAPZA dapat mengganggu system neurotransmitter dalam
susunan saraf pusat
(
otak)
. Selain itu, penyalahgunaan NAPZA juga
menimbulkan komplikasi medik didalam tubuh pemakai tersebut. Rehabilitasi
pada penyalahgunaan NAPZA lebih ditekankan pada pemulihan fungsi
sosialnya untuk mempersiapkan penyalahguna NAPZA kembali ke lingkungan
sosialnya agar dapat beradaptasi dengan baik dan mampu mempertahankan
kondisi tubuh yang bersih dari NARKOBA dan tetap hidup sehat
(
clean and
sober
)
(
Hawari, 2006)
Perawatan penyalahgunaan NAPZA tentu saja tidak berhenti sampai
disitu, satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah kekambuhan bagi para
mantan pecandu yang sering disebut dengan istilah relaps. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, pada penyalahguna NAPZA telah terjadi gangguan
mental dan perilaku, dimana pusat pengendalian diri mengalami gangguan
sehingga mudah tergoda terjerumus untuk kesekian kalinya. Dari kondisi
penyalahguna tersebut yang didukung oleh faktor pencetus seperti masih
banyaknya NAPZA yang beredar bebas dan lingkungan sosial yang tidak
sehat, sangat menentukan terjadinya kekambuhan NAPZA disamping dari
kemauan dari masing-masing individu (
Lidya,2005)
.
Kekambuhan
(
relaps
)
pada penyalahguna NAPZA disebabkan karena
adiksi sebagai suatu penyakit yang bersifat kronis atau akut. Studi kepustakaan
menunjukkan bahwa angka kekambuhan cukup tinggi yaitu 43,9%
(
Hawari,
2006)
. Dari mereka yang kambuh ada tiga faktor utama sebagai penyebabnya
yaitu faktor teman 58,36%, faktor sugesti 23,21% dan faktor frustasi dan stress
18,43% (
Hawari,2006)
.
Sebagian besar para penyalahguna NAPZA mencari pengobatan melalui
keagamaan seperti pondok pesantren dan kepanti-panti rehabilitasi yang
menggunakan obat-obatan medis ataupun secara konvensional
(
tanpa obat-
obatan)
. Di Indonesia terdapat ratusan panti rehabilitasi untuk penyalahgunaan
NAPZA, hal ini juga menunjukkan seberapa besarnya masalah ini menarik
perhatian seluruh lapisan masyarakat yang harus segera diatasi dengan serius.
Banyaknya tempat rehabilitasi dengan berbagai metode pemulihan juga
memberikan gambaran betapa sulitnya menemukan jalan keluar untuk masalah
Adiksi tersebut. Dari sekian banyaknya tempat rehabilitasi tidak satupun
tempat yang menjamin pecandu dapat sembuh disamping dari masing-masing
pecandu itu sendiri juga dikarenakan masalah adiksi termasuk masalah rumit
(
Lidya.2005)
.
Daerah kota makassar tidak terlepas dari masalah penyalahgunaan
NAPZA, dimana seperti yang kita ketahui makassar kota pelajar, kota budaya,
kota pariwisata tentu saja tidak terlepas dari komponen penduduk yang
heterogen dari berbagai penjuru Indonesia bahkan dunia dengan latar belakang
budaya yang berbeda menyebabkan makassar sangat rentan dengan
permasalahan penyalahgunaan NAPZA. Dalam rangka menekan laju
perkembangan penyalahgunaan NAPZA dan membantu merehabilitasi korban
NAPZA, maka Pemerintah sulsel sejak tahun 2007 atas prakarsa gubernur
untuk mendirikan program perumahan terapi metadon di Puskesmas Kassi
Kassi bagi Penyalahgunaan NAPZA yang telah beroperasi sejak tahun 2007.
merupakan tempat penelitian yang dipilih oleh peneliti untuk melakukan
penelitian dimana jumlah pasien saat ini 30 orang. Data ini diperoleh
berdasarkan hasil study pendahuluan pada tanggal 16 Juni 2009.
Berkaitan dengan kejadian relaps mempunyai hubungan erat dengan
dunia NAPZA, berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh Dadang
hawari, terdapat angka kekambuhan pasien NAPZA adalah faktor
pertemanan
(
peer groop
)
, disebutkan dari 293 pasien kambuh yang diteliti,
171 diantaranya kambuh karena pengaruh dan bujukan teman, kondisi ini
terjadi akibat pasien kembali bergaul dengan teman–temanya sesama
pemakai NAPZA atau bandarnya. Teman merupakan 80 % penyebab awal
seseorang menggunakan NAPZA, selanjutnya dari teman itu pula suplai
NAPZA diperoleh, faktor ketiga adalah faktor stres, tercatat 54 pasien
kembali kambuh akibat mengalami stres atau frustasi, Tanpa perlu
memperpanjang bahasa ini, pada kenyataan banyak pengguna NAPZA justru
sering menemui jalan buntu ketika mereka pulih dan siap terjun ke dalam
masyarakat, terjadilah penolakan terhadap mereka. Bentuk frustasi seperti
itu dapat mengakibatkan terjadinya relaps
(
kembali menjadi pengguna
)
di
sisi lain masyarakat pun sering dikecewakan; Ketika pintu kesempatan
dibuka, pengguna sering labil dan kembali ke kubangan lama mereka. Itu
menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap mantan pengguna
NAPZA.
Adapun sistem yang di gunakan oleh Puskesmas Kassi Kassi adalah
dengan memberikan program perumahan terapi metadon dengan disertai
(
therapeutic community
)
yaitu suatu program layanan konseling bagi para
pecandu narkoba, program ini memfokuskan untuk membangun suatu
pribadi yang dapat kembali hidup ditengah–tengah masyarakat dengan
mental, emosi dan jiwa yang positif agar dapat bersosialisasi dengan
dukungan dari diri sendiri dengan lingkungan yang positif dan teman senasib
dan sepenanggungan. Semua usaha dan program yang dilaksanakan pada
akhirnya dapat mengantarkan seseorang mantan pecandu untuk terbebas
dari lingkungan NAPZA, mampu hidup sehat dan terbebas dari NAPZA
(
clean and sober
)
serta kualitas hidup yang positif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka peneliti
merumuskan masalah yaitu: “Faktor teman, sugesti, stres yang
menyebabkan kekambuhan
(
relaps
)
pada pengguna NAPZA yang
mendapatkan layanan Pasca konseling di Puskesmas Kassi Kassi
Makassar.”
21.52
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN ( RELAPS ) PADA PENGGUNA NAPZA YANG MENDAPATKAN LAYANAN P ASCA KONSELIN DI PUSKESMAS KASSI KASSI KOTA MAKASSAR
Rating: