A. Latar Belakang Masalah Hubungan status pekerjaan ibu bayi 0 – 2 bulan dengan pemberian imunisasi BCG di wilayah kerja Puskesmas Kandangan
Pembangunan kesehatan sebagai bagian dan upaya pembangunan manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya peningkatan kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin sejak anak masih di dalam kandungan. Upaya kesehatan ibu yang dilakukan sebelum dan semasa kehamilan hingga melahirkan ditujukan untuk menghasilkan keturunan yang sehat dan lahir dengan selamat (intact survival).
Upaya yang dilakukan sejak masih dalam kandungan sampai anak berumur lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya. Oleh karena itu kehidupan balita perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak agar kesehatannya terus mendapat jaminan dengan kesehatan maksimal (Trie Hariweni. 2002: Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Tidak Bekerja tentang Stimulasi pada Pengasuhan Anak Balita Online Journals).
Seiring dengan program pemerintah yang mengupayakan peningkatan kesehatan terhadap status kesehatan masyarakat. Sehingga peningkatan status kesehatan pada anak termasuk dalam prioritas program yang dilaksanakan. Fokus utama program tersebut adalah peningkatan gizi anak balita dan imunisasi. Salah satu program imunisasi wajib bagi anak baru lahir adalah imunisasi BCG atau Bacil Calmeta Guerine (Depkes RI, 2006 : 14).
“Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan tubuh bayi dan anak terhadap penyakit tertentu, sedangkan vaksin merupakan kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi/anak yang disebut antigen”. (Depkes RI, 2005 : 47). Sedangkan “Imunisasi BCG diartikan sebagai vaksinasi hidup yang diberikan pada bayi untuk mencegah terjadinya penyakit TBC. BCG berasal dari strain bovinum M. Tuberculosis oleh Calmette dan Duerin yang mengandung sebanyak 50.000 – 1000.000 partikel/dosis” (Dirjen PPM dan PLP Depkes RI, 2000: 27).
Program imunisasi BCG yaitu suatu program yang saat ini sudah dan sedang digalakkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pelaksanaannya dari pusat sampai ke daerah – daerah diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Program imunisasi ini berupaya untuk meningkatkan kesehatan khususnya bayi baru lahir agar memperoleh kekebalan sejak dini terhadap penyakit yang berbahaya yaitu penyakit infeksi Paru yang sering disebut dengan TBC (Tubercholosis). Apabila program ini berhasil secara maksimal pemerintah Indonesia mempunyai harapan kedepan yaitu mempunyai generasi muda yang sehat dari penyakit TBC dimana generasi muda ini merupakan generasi yang kreatif, intelek, serta mempunyai potensi tinggi untuk menjawab tantangan zaman yang semakin maju (Depkes RI, 2006: 17).
Pada tahun 2005 penderita TBC di dunia mencapai 8 juta orang yang merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung. Setiap hari di dunia ada 4400 orang meninggal. Indonesia merupakan Negara nomor tiga penderita TBC terbanyak setelah Negara cina dan India. Angka penderita di Indonesia menunjukan angka 485.000 pertahun dengan prevalensi 225 orang per 100.000 jiwa (Depkes RI, 2005 : 21).
Tujuan program imunisasi adalah tercapainya cakupan seluas dan sebanyak mungkin. Tujuan program imunisasi disusun strategi untuk mencapai UCI (Universal Child Immunization) yang secara operasional dijabarkan sebagai tercapainya cakupan imunisasi lengkap untuk bayi minimal 100% di seluruh wilayah. Target yang harus dicapai dalam program imunisasi adalah tercapainya pemerataan UCI (Universal Child Immunization), tercapainya cakupan imunisasi hingga minimal kecacatan akibat penyakit akan meningkatkan produktivitas dikemudian hari. “Jadi imunisasi adalah program yang memiliki prioritas, atau relevansi tinggi dengan kebijakan umum maupun kebijakan dasar manusia yang meningkatkan produktivitas dan kesehatan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat “ (Suprdianto & Damayanti, 2005 : 47).
The Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO menetapkan bahwa cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia.Vaksinasi terhadap 7 penyakit telah direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang adalah BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, Infuenza dan Tifoid (Ridwanamiruddin, 2007).
Banyak anggapan yang salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat, banyak pula orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap risiko dari beberapa vaksin. Adapula media yang masih mempertanyakan manfaat imunisasi serta membesar-besarkan resiko beberapa vaksin. “Pengembangan Program Imunisasi (PPI) di Indonesia yang dilaksanakan mulai tahun 1979 (awal PELITA III) menghadapi masalah yang sama dengan yang dijumpai di berbagai negara di dunia, yaitu rendahnya angka cakupan imunisasi dan tingginya angka drop-out kunjungan ulangan” (Dirjen PPM dan PLP Depkes RI, 2000: 30).
Kepercayaan masyarakat terhadap program imunisasi harus tetap terjaga, sebab bila tidak dapat mengakibatkan turunnya angka cakupan imunisasi. Perlu ditekankan bahwa pemberian imunisasi pada bayi dan anak tidak hanya memberikan pencegahan terhadap anak tersebut tetapi akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah terjadinya penularan yang luas dengan adanya peningkatan tingkat imunitas secara umum di masyarakat.
Pandangan sikap setiap dokter atau orang tua sangat penting untuk dipahami tentang arti imunisasi. Usia ibu, ras, pendidikan, dan status sosial ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi, dan opini orang tua tentang vaksin berhubungan dengan status imunisasi anak mereka. Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga merupakan hal yang penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan yang memadai tentang hal itu diberikan. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting, karenanya suatu pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu (Ali, 2002).
Indonesia sedang mengalami peralihan dari negara agraris menjadi negara industri yang mengakibatkan banyak tenaga kerja yang kemungkinan tidak akan tertampung di sektor industri, sehingga sebagian besar diantaranya akan terjun ke lapangan kerja informal, termasuk tenaga kerja perempuan. Perbaikan pendidikan dan perhatian terhadap perempuan menyebabkan semakin meningkatnya tenaga kerja perempuan, baik di sektor formal maupun informal. Peran ibu yang baik sangat penting untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak yang optimal, jika dilihat begitu beratnya peran ibu dalam perkembangan anak secara holistik, seakan-akan ibu dituntut harus diam dirumah dan memberi perhatian sepenuhnya kepada anak-anaknya. Ibu harus dapat berperan sebagai orang tua, guru, dokter sekaligus dapat menjadi teman bagi anak-anaknya. Peran tersebut memang harus dimainkan, mengingat perkembangan anak tidak hanya sebatas pertumbuhan fisik tetapi mencakup aspek secara holistik.
Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak dalam sistem perawatan kesehatan yaitu rendahnya kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat pada imunisasi, jalan masuk ke pelayanan imunisasi tidak adekuat, melalaikan peluang untuk pemberian vaksin dan sumber-sumber yang adekuat untuk kesehatan masyarakat dan program pencegahannya (Nelson, 2000).
Ibu sebagai orang tua adalah orang yang pertama berperan aktif membawa bayinya untuk mendapatkan imunisasi. Status pekerjaan ibu dapat mempengaruhi status kesehatan anak. Ada beberapa perbedaan dalam status imunisasi anak apabila disamping ibu rumah tangga juga sebagai pencari nafkah (bekerja). Karena sebagai ibu bekerja berarti sebagian dari waktunya akan tersita sehingga perannya dalam hal membawa anaknya untuk imunisasi terpaksa dilakukan oleh orang lain. Sedangkan seorang ibu yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) cenderung membawa anaknya rutin untuk melakukan imunisasi (Purwati, 2008).
Hasil penelitian yang telah dilakukan Andini (2002) dengan judul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu dalam Pemanfaatan Pelayanan Imunisasi BCG di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Kecamatan Andir Kota Bandung” terdapat faktor perilaku yang mempunyai hubungan langsung adalah tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan dan sikap ibu terhadap imunisasi, sedangkan faktor yang tidak mempunyai hubungan yang tidak langsung adalah faktor umur dan status pekerjaan ibu. Batasan ibu yang bekerja adalah ibu – ibu yang melakukan aktifitas ekonomi mencari penghasilan baik di sektor formal maupun informal, yang dilakukan secara reguler di luar rumah. Tentunya aktifitas ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki ibu untuk memberikan pelayanan/kasih sayang terhadap anaknya termasuk perhatian ibu pada imunisasi dasar anak tersebut.
Penelitian Ali (2002) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan pengetahuan tentang imunisasi antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja, dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi ini masih sangat kurang. Meskipun tanpa dasar pengetahuan yang memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan perilaku mereka tentang imunisasi lebih baik dibanding ibu yang bekerja. Namun menurut hasil kesimpulan penelitian Idwar (2000), justru menyebutkan bahwa ibu yang bekerja mempunyai resiko 2,3 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga dibandingkan dengan ibu yang bekerja.
Puskesmas Kandangan merupakan satu dari tiga Puskesmas yang ada di wilayah Kecamatan Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Wilayah kerjanya meliputi 3 Kelurahan dan 2 Desa. Berdasarkan program imunisasi nasional Kementrian Kesehatan RI, Puskesmas Kandangan melaksanakan pemberian imunisasi bayi yang meliputi HB 0, BCG, DPT HB 1, DPT HB 2, DPT HB 3, Polio 1, Polio 2, Polio 3 dan Campak. Sasaran kegiatan imunisasi Tahun 2010 sebanyak 475 bayi. Target untuk imunisasi HB 0 BCG, DPT HB 1, DPT HB 2, DPT HB 3, Polio 1, Polio 2, Polio 3 dan Campak adalah 99 %.
Data cakupan imunisasi Puskesmas Kandangan tahun 2010 terdapat cakupan DPT HB, Polio dan Campak yang sudah memenuhi target sedangkan cakupan HB 0 dan BCG belum memenuhi target. Dari total 475 bayi 0 – 2 bulan yang mendapatkan imunisasi BCG terdapat 321 (68%) bayi dan yang belum mendapatkan imunisasi BCG sebanyak 154 (32%) bayi. Dari 154 bayi yang tidak mendapatkan imunisasi BCG terdapat 102 bayi yang diasuh oleh ibu yang bekerja sedangkan 52 bayi diasuh oleh ibu yang tidak bekerja.
Ibu sebagai orang tua adalah orang yang pertama berperan aktif membawa bayinya untuk mendapatkan imunisasi BCG yang berhubungan dengan status pekerjaan ibu baik sebagai pekerja maupun sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 pasal 82, bagi wanita yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil atau Karyawan Perusahaan yang mengambil cuti sampai 2 bulan setelah melahirkan dianggap sebagai wanita yang tidak bekerja. Imunisasi BCG diberikan sekali sebelum anak berumur 2 bulan sehingga obyek yang diteliti adalah ibu bayi 0 – 2 bulan.
Peneliti pada bulan Oktober 2011 telah melakukan studi pendahuluan terhadap 20 bayi usia 0 – 2 bulan terdapat 13 (65%) bayi yang sudah mendapatkan imunisasi BCG dan 7 (35%) bayi yang belum mendapatkan imunisasi BCG. Sampel diambil secara acak di wilayah kerja Puskesmas Kandangan, dan didapatkan 13 bayi di asuh oleh ibu yang bekerja dan 7 bayi yang diasuh oleh ibu yang tidak bekerja. Dari 7 bayi yang belum mendapatkan imunisasi BCG terdapat 5 bayi yang diasuh oleh ibu yang bekerja dan 2 bayi yang di asuh oleh ibu yang tidak bekerja. Hal ini berhubungan dengan sibuknya ibu yang bekerja seperti bekerja sebagai pedagang, petani, peternak dan lain-lain sehingga tidak sempat membawa bayinya ke Puskesmas atau Posyandu sedangkan Puskesmas Kandangan dan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Kandangan hanya melayani pada pagi hari yaitu dari jam 08.00 – 11.00 Wita.
Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk mengetahui “Hubungan status pekerjaan ibu bayi 0 – 2 bulan dengan pemberian imunisasi BCG di wilayah kerja Puskesmas Kandangan”.
B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada Hubungan Status Pekerjaan Ibu dengan Pemberian Imunisasi BCG di Wilayah Kerja Puskesmas Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 2012?”.
13.31
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Hubungan status pekerjaan ibu bayi 0 – 2 bulan dengan pemberian imunisasi BCG di wilayah kerja Puskesmas Kandangan
Rating: