A. Latar Belakang Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan : Suatu Perspektif dari Ekologi dan Hukum Lingkungan Internasional
Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena di
dalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah,
sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu
pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Pemanfaatan
hutan dan perlindungannya telah diatur dalam, UU No. 5 tahun 1990 tentang
“Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya”, UU No 23 tahun 1997
tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, UU
No. 41 tahun 1999 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan” dan beberapa
keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen
Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus
berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin
sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup
besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati,
merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro
maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta
mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Gangguanasap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.
Kebakaran hutan bukan lagi menjadi suatu kejadian yang asing bagi
negara kita. Hampir setiap musim kemarau di Indonesia pada beberapa dekade
terakhir ini sering mengalami kebakaran. Tentunya hal ini menimbulkan dampak
yang merugikan bukan hanya bagi warga setempat melainkan warga negara lain
atau tetangganya. Ironisnya dalam bencana kebakaran hutan yang terjadi di
beberapa wilayah di sumatera yaitu Jambi, Riau, dan Sumatera Barat banyak
pihak yang terkesan melepaskan tanggung jawab atas kejadian tersebut.
Tercatat rekor kebakaran hutan di dunia selalu dipecahkan di Indonesia,
kebakaran hutan yang cukup besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada
1982/1983, yang menghanguskan 3,5 juta hektar hutan yang merupakan rekor
terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2
juta hektar pada tahun 1963. Rekor kemudian dipecahkan kembali oleh kebakaran
di beberapa wilayah Indonesia pada 1997/1998 yang melalap 11,7 juta hektar
hutan. Data dari Direktoral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
menunjukan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak 1998 hingga
2002 tercatat sekitar antara 3000 hektar dan 515 ribu hektar.
Kebakaran lahan dan hutan yang hampir terjadi setiap tahun di Indonesia,
khususnya di Kepulauan Riau, sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan, tidak
saja menimbulkan dampak terhadap kondisi sosio-ekonomi masyarakat
sekitarnya, namun juga sering kali menyebabkan pencemaran asap lintas batas (transboundary haze pollution) ke wilayah negara tetangga, khususnya Malaysia
dan Singapura.
Asap dari kebakaran hutan dan lahan itu ternyata telah menurunkan
kualitas udara dan jarak pandang di region Sumatera dan Kalimantan, termasuk
Singapura, Malaysia, Brunei, serta sebagian Thailand.
Pembakaran hutan ini salah satunya diakibatkan dengan adanya praktik
konversi lahan, di mana penyiapan atau pembersihan atau pembukaan lahan oleh
perusahaan (perkebunan/HTI/HPH) dengan cara membakar. Cara ini dilakukan
karena dinilai sebagai paling murah. Kemudian, juga disebabkan penerapan teknik
babat bakar oleh petani tradisional ketika membuka atau membersihkan lahan
peladangan.
Penyebab kebakaran hutan yang berakibat pada pencemaran asap dan
meningkatnya emisi karbon disebabkan oleh kebakaran yang dilakukan secara
sengaja dan rambatan api di kawasan/lahan gambut dengan total luas hutan dan
lahan yang terbakar dalam kurun waktu 6 tahun terakhir mencapai 27,612 juta
hektar. Data menunjukkan bahwa tindakan kesengajaan secara khusus di wilayah
Sumatera dan Kalimantan dipicu oleh: pembakaran lahan untuk perkebunan sawit
dan HTI oleh perusahaan dan proyek lahan sejuta hektar yang berbuntut ekspor
asap ke wilayah negara lain, antara lain Malaysia dan Singapura.
Dampak yang ditimbulkan dari kabut asap ini sangat besar dan meliputi
berbagai aspek kehidupan. Mulai dari sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan.
Untuk itu perlu dilakukan penanganan yang lebih optimal agar bencana ini tidak
terulang dikemudian hari. Kebakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran udara disinyalir juga
memberikan tiga ancaman strategis, kompleks dan melintasi batas-batas teritorial
negara berupa penipisan (lapisan) ozon, berkurangnya oksidasi atmosfer, serta
pemanasan global. Ketiganya mempunyai daya untuk mengubah dan mengganggu
peran keseimbangan atsmosfer yang penting dalam sistem ekologi global.
Pencemaran asap ini (haze pollution) yang disebabkan oleh kebakaran
hutan saat sekarang ini sudah sampai pada tingkat pencemaran yang bersifat lintas
batas telah menjadi bagian utama dalam masalah lingkungan yang mampu
mengganggu peradapan ekosistem kehidupan.. Pencemaran lintas batas ini dengan
segala konsekuensinya pada prakteknya telah mulai disikapi secara serius oleh
semua komunitas dunia dalam setiap tingkatan baik itu bersifat lokal, nasional,
regional maupu n global.
Kebakaran hutan di Indonesia yang telah terjadi beberapa tahun terakhir,
memaksa negara-negara serantau untuk duduk bersama membahas masalah ini.
Hal ini disebabkan, asap yang ditimbulkan juga menyebar ke kawasan Asia
Tenggara. Paling parah adalah sepuluh tahun lalu sekitar tahun 1997-1998, dan
tahun 2006 lalu. Indonesia pun dianggap tidak mampu untuk berbuat apa-apa.
Memang untuk menjawab tantangan kebakaran hutan dan lahan yang berdampak
pada pencemaran asap lintas batas, yang juga mengakibatkan perubahan iklim
global serta keanekaragaman hayati, diperlukan usaha nyata dan bersama. Usaha
tersebut tidak dapat dilakukan oleh Indonesia sendiri, namun juga bersama negara-negara tetangga, masyarakat internasional, serta lembaga donor
internasional dan regional.
Kecemasan terhadap pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan ini
telah menjadi perhatian regional, terbukti dengan dijadikannya masalah
pencemaran asap lintas batas sebagai topik bahasan dalam kerja sama ASEAN
(Association of South East Asian Nations) yaitu sejak tahun 1990 negara-negara
ASEAN telah melakukan berbagai bentuk kerja sama untuk menanggulangi
masalah kabut asap. Mulai dari pembentukan ASEAN Haze Technical Taks Force;
Sub-Regional Fire Fighting Arrangements; ASEAN Regional Haze Action Plan
(ARHAP); hingga Persetujuan ASEAN mengenai Pencemaran Asap Lintas Batas
atau ASEAN Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang telah ditandatangani
oleh negara-negara ASEAN pada bulan Juni 2002, dan telah berlaku sejak tanggal
25 November 2003.
AATHP juga merupakan persetujuan regional pertama yang secara khusus
diharapkan dapat menanggulangi masalah pencemaran kabut asap di kawasan.
Salah satu konsekuensi dari berlakunya AATHP adalah akan segera dibentuk
ASEAN Coordinating Centre (ACC) for Transboundary Haze Pollution Control
yang akan menjalankan fungsi koordinasi mulai dari tahap pencegahan,
pemantauan, dan penanggulangan serta mitigasi kebakaran lahan dan hutan yang
menimbulkan pencemaran kabut asap.
B. Perumusan Masalah
yaitu :
Ada beberapa masalah yang timbul sebagai batasan dalam penelitian ini,
1. Bagaimana prinsip-prinsip perlindungan hutan dalam perspektif ekologi
dan hukum lingkungan internasional ?
2. Dalam konteks global, upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh
organisasi internasional dalam menanggulangi setiap kegiatan eksploitasi
sumber daya alam yang menimbulkan dampak lingkungan yang bersifat
lintas batas ?
3. Bagaimanakah tata cara penyelesaian sengketa internasional terkait dengan
pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan ?
12.02
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan : Suatu Perspektif dari Ekologi dan Hukum Lingkungan Internasional
Rating: