A. Latar Belakang PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RSKD. DADI MAKASSAR
Pembangunan kesehatan nasional salah satunya adalah gangguan jiwa
(
mental disorder
)
, yang merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan
utama di negara-negara maju, modern, industri, dan termasuk Indonesia.
Faktanya, potensi seseorang terserang gangguan jiwa sangat tinggi. Dari data
Badan Kesehatan Dunia
(
WHO
)
hingga Oktober 2007 tercatat penderita
gangguan jiwa di Indonesia mencapai 26 juta orang dari sekitar 220 juta
orang total jumlah penduduk Indonesia
(
Arief, 2009
)
. Meskipun gangguan
jiwa bukanlah sebagai gangguan kesehatan yang dapat menyebabkan
kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti
ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun kelompok
akan menghambat pembangunan bangsa dan negara, karena mereka tidak
produktif dan tidak efisien
(
Setyonegoro, 1980 dalam Hawari, 2007
)
.
Keperawatan jiwa dihadirkan sebagai upaya menuntaskan tujuan
kesehatan nasional yang merupakan bagian dari kesehatan jiwa, dan sebagai
spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia
sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai
kiatnya. Perawat jiwa dalam bekerja memberikan stimulus konstruktif kepada
klien
(
individu, keluarga, kelompok, dan komunitas
)
dan membantu berespon
secara konstruktif sehingga klien belajar cara penyelesaian masalah. Selain
menggunakan diri sendiri secara terapeutik, perawat juga menggunakan terapi
modalitas dan komunikasi terapeutik
(
Keliat, Panjaitan, Helena, 2006
)
.Perawat jiwa menggunakan pendekatan pada pasien melalui suatu proses
keperawatan yang merupakan metode ilmiah dalam menjalankan asuhan
keperawatan dan penyelesaian masalah secara sistematis yang digunakan oleh
perawat. Dimana penerapan proses keperawatan dapat meningkatkan otonomi,
percaya diri, cara berpikir logis, ilmiah dan sistematis, memperlihatkan tanggung
jawab dan tanggung gugat, serta pengembangan diri perawat. Disamping itu, klien
dapat merasakan mutu pelayanan keperawatan yang lebih baik dan berperan aktif
dalam perawatan diri, serta terhindar dari malpraktik
(
Keliat, Panjaitan, Helena,
2006
)
.
Penerapan asuhan keperawatan secara sistematis salah satunya dilakukan
pada pasien dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi. Halusinasi adalah
gangguan penyerapan
(
persepsi
)
panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh/baik. Menurut May Durant Thomas
(
1991
)
, dalam
Andre
(
2009
)
halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan
jiwa seperti: Skhizofrenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan
dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Dan berdasarkan hasil
pengkajian pada pasien di beberapa rumah sakit jiwa di Pulau Jawa ditemukan
85% pasien dengan kasus halusinasi.
Berdasarkan hasil rekapitulasi data tahun 2008 di RSKD. Dadi Makassar,
terhitung jumlah pasien dengan gangguan halusinasi sebanyak 5.264 orang pasien
(
49,52 %
)
, menarik diri sebanyak 2.105 orang pasien
(
25%
)
, dan harga diri rendah
sebanyak 1.653 orang pasien
(
10%
)
. Dengan jumlah pasien gangguan halusinasi
laki-laki 3.312 orang pasien
(
tidak termasuk pasien di ruang Ketapang
)
,
perempuan 1.792 orang pasien
(
tidak termasuk pasien ruang Ketapang
)
,
sedangkan di ruang Ketapang jumlah pasien dengan gangguan halusinasi 165
orang pasien. Dan tercatat total jumlah pasien di RSKD. Dadi Makassar adalah
10.267 orang pasien.
Proses keperawatan di rumah sakit jiwa, memiliki masalah yang hampir
sama dengan rumah sakit umum. Ditemukan beberapa kesulitan dalam penerapan
asuhan keperawatan, yaitu belum ada formulir pengkajian yang seragam,
kemampuan melaksanakan proses keperawatan yang belum memadai,
pelaksanaan proses keperawatan masih dirasakan sebagai beban
(
Keliat &
Akemat, 2004
)
. Masalah inipun terjadi di RSKD. Dadi Makassar khususnya di
ruang rawat intermediated, dari hasil wawancara dengan beberapa perawat
dijelaskan bahwa pelaksanaan penerapan asuhan keperawatan belum terlaksana
dengan maksimal dikarenakan tenaga perawat yang tidak seimbang dengan
jumlah pasien.
Berdasarkan hasil penelitian Kosegeren
(
2006
)
, didapatkan hasil penelitian
pada penerapan asuhan keperawatan klien halusinasi. Bahwa, terjadi peningkatan
skor kemampuan klien mengontrol halusinasi pada kelompok eksperimen,
sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi peningkatan skor kemampuan
mengontrol halusinasi. Dan pada penelitian Budi
(
2008)
, didapatkan hasil
gambaran responden mampu mengontrol halusinasi dengan teknik menghardik
rerata dicapai hari keduabelas.
Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian sebelumnya, peneliti
merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Asuhan
Keperawatan Pada Klien Halusinasi Terhadap Kemampuan Klien
Mengontrol Halusinasi di RSKD. Dadi Makassar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalah dengan
pertanyaan penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat pengaruh penerapan
asuhan keperawatan pada klien halusinasi terhadap kemampuan klien
mengontrol halusinasi?.
21.58
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: PENGARUH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN HALUSINASI TERHADAP KEMAMPUAN KLIEN MENGONTROL HALUSINASI DI RSKD. DADI MAKASSAR
Rating: