1.1. Latar Belakang Pengaruh Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat
Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam
kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI Eksklusif, yaitu pemberian hanya ASI kepada bayi sejak lahir sampai
berusia 6 bulan. Menyusui telah dikenal dengan baik sebagai cara untuk melindungi,
meningkatkan dan mendukung kesehatan bayi dan anak usia dini. ASI memelihara
pertumbuhan dan perkembangan otak bayi, sistem kekebalan dan faal tubuh secara
optimal, dan merupakan faktor yang vital untuk mencegah penyakit terutama diare dan
infeksi saluran nafas (termasuk pnemonia). Menyusui menyebabkan pengeluaran hormon
pertumbuhan, meningkatkan perkembangan mulut yang sehat dan membangun hubungan
saling percaya antara ibu dan bayi, (Depkes RI,2002).
Program peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu, khususnya ASI Eksklusif
merupakan program perioritas, karena dampaknya yang luas terhadap status gizi dan
kesehatan balita. Program prioritas ini berkaitan juga dengan kesepakatan global antara
lain : Deklarasi innocenti (Italia) tahun 1990 tentang perlindungan, promosi dan
dukungan terhadap penggunaan ASI, disepakati pula untuk pencapaian pemberian ASI
Eksklusif sebesar 80% pada tahun 2000 (Roesli,2000).
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002, didapati data jumlah pemberian ASI Eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi. Yakni, 46% pada bayi usia 2-3 bulan karena 14 % pada bayi usia 4-5%. Yang lebih memprihatinkan, 13%bayi dibawah dua bulan telah di beri susu formula dan satu dari t iga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan ( www.mediaindonesia.com). Sambutan yang dibacakan dalam rangka pembukaan seminar sosialisasi pekan ASI sedunia di ruang serba guna Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Rabu 14 Agustus 2002 menargetkan pada tahun 2005, 80% wanita Indonesi sudah memberikan ASI Eksklusif. Tujuan pelaksanaan seminar adalah untuk meningkatkan kesadaran pada peserta untuk memberikan ASI Eksklusif kepada para bayi sejak lahir sampai usia enam bulan dan merupakan salah satu upaya nyata dalam peningkatan pemberian ASI khususnya ibu bekerja (Azwar,2002). Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI, mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat bayi ASI (Depkes RI,2005). Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini sebelum usia enam bulan. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses menyusui ASI Eksklusif berhasil.
Banyak alasan yang dikemukan ibu-ibu antara lain, ibu merasa bahwa ASInya tidak cukup, ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal itu tidak disebabkan karena ibu tidak percaya diri bahwa ASInya cukup untuk bayinya. Informasi tentang cara-cara menyusui yang baik dan benar, pemberian ASI Eksklusif belum menjangkau sebagian besar ibu-ibu (Depkes RI, 2005). Kurangnya pengertian dan keterampilan ibu menyusui tentang keunggulan ASI dan manfaat ASI menyebabkan mereka mudah terpengaruh oleh promosi susu formula yang sering dinyatakan sebagai pengganti air susu ibu, sehingga dewasa ini semakin banyak ibu menyusui memberikan susu botol yang sebenarnya merugikan mereka (Depkes,2005). Di daerah pedesaan, pada umumnya ibu menyusui bayi mereka, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan yang kurang baik, seperti pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian makanan dan minuman untuk menggantikan ASI apabila ASI belum keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran. Jenis makanan tersebut antara lain air jernih dan madu dapat membahayakan kesehatan bayi dan menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk meransang produksi ASI sedini mungkin melalui isapan bayi pada ibu menyusui. Masih banyak juga ibu-ibu tidak memanfaatkan kolostrum (ASI yang keluar pada hari-hari pertama), karena dianggap tidak baik untuk makanan bayi atau susu basi (Depkes RI,2005). Bagi bayi, ASI merupakan makanan yang sempurna karena kandungan gizi sesuai dengan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal. Namun keberhasilan pemberian ASI terutama ASI Eksklusif kapada bayi dapat dipengaruhi oleh faktor : (1) pekerjaan, pekerjaan bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI Eksklusif bagi ibu yang bekerja. Ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI Eksklusif dengan cara memerah ASI nya sehari sebelum ibu pergi. ASI perah dapat tahan disimpan selama 24 jam di dalam termos es yang diberi es batu atau dalam lemari es. Tidak terdapat perbedaan kualitas maupun kuantitas ASI ibu yang bekeja dengan ibu yang tidak bekerja (Roesli, 2001). (2) Sikap, sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh karena itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). (3) Pengetahuan ibu menyusui, dalam memberikan ASI terutama ASI Eksklusif masalah yang utama adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung sehingga menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat menyusui bayinya dengan ASI Eksklusif (Harianja, 2002). Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita.
Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31% pada tahun 2001. saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) sedikit merebah, karena lemahnya sistem kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat. (Depkes RI, 2005). Berdasarkan data prifil Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2005, menunjukkan bahwa dari 23,455 jumlah bayi yang terdafar di seluruh puskesmas wilayah Kabupaten Langkat, terdapat 17.619 atau 75.12% (rata-rata target 80%), jumlah seluruh baik usia 6 bulan sampai dengan satu tahun yang diberi ASI Eksklusif. Sedangkan untuk wilayah kerja Perpustakaan Teluk, dari 811 jumlah bayi yang terdaftar, terdapat 78 atau 9,62%, jumlah bayi yang diberi ASI Eksklusif. Bila dilihat berdasarkan data survei awal, penulis mendapatkan keterangan pencapaian program ASI Eksklusif pada Desa Teluk, saat rendah disebabkan oleh sebagian besar perilaku ibu menyusui kurang mendukung pemberian ASI pada bayi, terutama ASI Eksklusif. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik ibu menyusui di Puskesmas Teluk Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2007.
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002, didapati data jumlah pemberian ASI Eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi. Yakni, 46% pada bayi usia 2-3 bulan karena 14 % pada bayi usia 4-5%. Yang lebih memprihatinkan, 13%bayi dibawah dua bulan telah di beri susu formula dan satu dari t iga bayi usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan ( www.mediaindonesia.com). Sambutan yang dibacakan dalam rangka pembukaan seminar sosialisasi pekan ASI sedunia di ruang serba guna Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Rabu 14 Agustus 2002 menargetkan pada tahun 2005, 80% wanita Indonesi sudah memberikan ASI Eksklusif. Tujuan pelaksanaan seminar adalah untuk meningkatkan kesadaran pada peserta untuk memberikan ASI Eksklusif kepada para bayi sejak lahir sampai usia enam bulan dan merupakan salah satu upaya nyata dalam peningkatan pemberian ASI khususnya ibu bekerja (Azwar,2002). Menurut WHO (2000), bayi yang diberi susu selain ASI, mempunyai risiko 17 kali lebih mengalami diare, dan tiga sampai empat kali lebih besar kemungkinan terkena ISPA dibandingkan dengan bayi yang mendapat bayi ASI (Depkes RI,2005). Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik dan alamiah untuk bayi. Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak berhasil menyusui atau menghentikan menyusui lebih dini sebelum usia enam bulan. Oleh karena itu ibu-ibu memerlukan bantuan agar proses menyusui ASI Eksklusif berhasil.
Banyak alasan yang dikemukan ibu-ibu antara lain, ibu merasa bahwa ASInya tidak cukup, ASI tidak keluar pada hari-hari pertama kelahiran bayi. Sesungguhnya hal itu tidak disebabkan karena ibu tidak percaya diri bahwa ASInya cukup untuk bayinya. Informasi tentang cara-cara menyusui yang baik dan benar, pemberian ASI Eksklusif belum menjangkau sebagian besar ibu-ibu (Depkes RI, 2005). Kurangnya pengertian dan keterampilan ibu menyusui tentang keunggulan ASI dan manfaat ASI menyebabkan mereka mudah terpengaruh oleh promosi susu formula yang sering dinyatakan sebagai pengganti air susu ibu, sehingga dewasa ini semakin banyak ibu menyusui memberikan susu botol yang sebenarnya merugikan mereka (Depkes,2005). Di daerah pedesaan, pada umumnya ibu menyusui bayi mereka, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan yang kurang baik, seperti pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian makanan dan minuman untuk menggantikan ASI apabila ASI belum keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran. Jenis makanan tersebut antara lain air jernih dan madu dapat membahayakan kesehatan bayi dan menyebabkan berkurangnya kesempatan untuk meransang produksi ASI sedini mungkin melalui isapan bayi pada ibu menyusui. Masih banyak juga ibu-ibu tidak memanfaatkan kolostrum (ASI yang keluar pada hari-hari pertama), karena dianggap tidak baik untuk makanan bayi atau susu basi (Depkes RI,2005). Bagi bayi, ASI merupakan makanan yang sempurna karena kandungan gizi sesuai dengan kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal. Namun keberhasilan pemberian ASI terutama ASI Eksklusif kapada bayi dapat dipengaruhi oleh faktor : (1) pekerjaan, pekerjaan bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI Eksklusif bagi ibu yang bekerja. Ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI Eksklusif dengan cara memerah ASI nya sehari sebelum ibu pergi. ASI perah dapat tahan disimpan selama 24 jam di dalam termos es yang diberi es batu atau dalam lemari es. Tidak terdapat perbedaan kualitas maupun kuantitas ASI ibu yang bekeja dengan ibu yang tidak bekerja (Roesli, 2001). (2) Sikap, sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh karena itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). (3) Pengetahuan ibu menyusui, dalam memberikan ASI terutama ASI Eksklusif masalah yang utama adalah bahwa ibu-ibu membutuhkan bantuan informasi yang mendukung sehingga menambah pengetahuan ibu serta keyakinan ibu bahwa mereka dapat menyusui bayinya dengan ASI Eksklusif (Harianja, 2002). Rendahnya pemberian ASI Eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu rendahnya status gizi bayi dan balita.
Prevalensi gizi kurang pada balita juga mengalami penurunan dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 24,6% pada tahun 2000 dan meningkat kembali menjadi 31% pada tahun 2001. saat ini kasus gizi buruk (busung lapar) sedikit merebah, karena lemahnya sistem kewaspadaan pangan dan gizi, serta menurunnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat. (Depkes RI, 2005). Berdasarkan data prifil Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat tahun 2005, menunjukkan bahwa dari 23,455 jumlah bayi yang terdafar di seluruh puskesmas wilayah Kabupaten Langkat, terdapat 17.619 atau 75.12% (rata-rata target 80%), jumlah seluruh baik usia 6 bulan sampai dengan satu tahun yang diberi ASI Eksklusif. Sedangkan untuk wilayah kerja Perpustakaan Teluk, dari 811 jumlah bayi yang terdaftar, terdapat 78 atau 9,62%, jumlah bayi yang diberi ASI Eksklusif. Bila dilihat berdasarkan data survei awal, penulis mendapatkan keterangan pencapaian program ASI Eksklusif pada Desa Teluk, saat rendah disebabkan oleh sebagian besar perilaku ibu menyusui kurang mendukung pemberian ASI pada bayi, terutama ASI Eksklusif. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh karakteristik ibu menyusui di Puskesmas Teluk Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2007.
14.10
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Pengaruh Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Teluk Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat
Rating: