Follow me on Facebook! Follow me on Twitter!
 7projectsdistro.com - Toko Kaos Distro Online Terlengkap Termurah dan Terpercaya

Hubungan Antara Modal Psikologi, Kepemimpinan Pelayanan, Dan Kinerja Karyawan

PanduanTOEFL Terbaik dengan Metode MindMap
Latar Belakang Hubungan Antara Modal Psikologi, Kepemimpinan Pelayanan, Dan Kinerja Karyawan

Hakekat Manusia - Mahluk Rasional dan Spiritual
Manusia merupakan makhluk yang kompleks, yang secara fisik memiliki kemampuan untuk bekerja dan berperilaku, namun dalam kenyataannya, kualitas karya dan perilaku fisiknya dipengaruhi oleh kualitas kalbunya. Upaya untuk memahami fenomena tentang manusia, banyak dijelaskan oleh para filsuf sejak awal zaman peradaban manusia, baik filsuf dari Barat maupun Timur. Aristoteles, yang dikenal sebagai bapak filsuf Barat, mengatakan bahwa manusia berbeda dengan binatang, karena manusia merupakan mahluk rasional (memiliki akal-budi), yang menuntun manusia berdasarkan rangsangan dari lingkungan hidupnya. Sedangkan Konfusius, yang dikenal sebagai bapak filsuf Timur, mengatakan bahwa manusia berbeda dengan binatang karena manusia memiliki “hati baik/hati nurani” (memiliki perasaan) yang menuntun manusia dari dalam dirinya sendiri. Kedua pemahaman tentang manusia tersebut di atas dipengaruhi oleh generik personaliti filsuf dari kedua bangsa (Barat vs Timur) di atas. Perbedaan yang paling hakiki dari kedua filsafah tersebut adalah:
a) Orang Barat dikenal sebagai orang yang lebih mengandalkan olah-pikiran, atau lebih mengandalkan pada kekuatan rasional. Dengan akal-budinya, manusia akan mampu memahami alam dan karenanya mampu menyesuaikan diri dengan perubahan alam atau zaman.
b) Orang Timur dikenal sebagai orang yang lebih mengandalkan olah-kalbu, yang percaya bahwa di dalam kalbu setiap manusia terdapat suara kalbu yang ghoib, yang bersifat universal dan langgeng, yang memiliki kekuatan untuk menuntun dan mengendalikan setiap perilaku manusia. Suara kalbu sejatinya menjadi sumber keyakinan, menjadi petunjuk manusia untuk berperilaku dan beraktivitas, khususnya ketika manusia dihadapkan pada suatu permasalahan yang menuntut kearifan dan moralitas. Dapat dikatakan di sini bahwa orang Timur lebih mengandalkan pada kekuatan spiritual daripada akalnya. Dengan kekuatan spiritualnya, manusia akan mampu menjaga atau mengendalikan alam dan zaman agar tetap dalam keadaan yang harmonis dan seimbang, sehingga mampu lestari.
Harefa (2000) kemudian menyatakan bahwa berdasarkan filsafat manusia tersebut di atas, kemudian berkembang aliran-aliran psikologi, diantaranya adalah aliran Psikoanalis (Freud, Jung, dkk.), Psikologi Kognitif (Lewin, Heider, Piaget, dkk.), Psikologi Perilaku (Hull, Skiner, Benalusa, dkk.), Psiko-Humanistik (Rogers, Perls, Maslow, From, dkk.), yang masing-masing membahas tentang manusia dari dimensi yang berbeda-beda. Sejak saat itu pula muncul istilah- istilah yang menggambarkan tentang manusia, seperti homo valens (manusia sebagai mahluk yang berkeinginan), homo sapien (manusia sebagai mahluk yang berpikir), homo mekanikus (manusia sebagai mahluk yang mekanikal), homo luden (mahluk yang bermain), atau homo significance (manusia sebagai mahluk pemberi makna). Namun kebanyakan para ahli sepakat bahwasanya manusia itu pada dasarnya adalah mahluk yang memiliki ciri dan kemampuan semuanya karena pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang memiliki akal-pikiran yang bersifat rasional dan sekaligus memiliki hati nurani (kalbu) dan instink yang bersifat spiritual dan emosional.

Kalbu atau nurani manusia pada dasarnya merupakan sumber kekuatan spiritual atau sumber keyakinan yang akan melandasi sikap dan perilaku seorang manusia. “Manusia itu roh yang menjasmani”, demikian kata Jakob Sumardjo (2000). Oleh sebab itu, seorang manusia akan mampu belajar dan berubah menjadi manusia yang memiliki kemampuan kerja lebih baik, jika kalbunya dilibatkan, untuk kemudian suara kalbunya dipatuhi untuk dijadikan pedoman dalam berperilaku dan bekerja. Berdasarkan konteks inilah maka muncul konsep modal psikologi (Psychological Capital = Psy-Cap), yang menggambarkan bahwa kualitas kalbu (psychology) seseorang menjadi modal utama untuk membangun perilaku positif dalam bekerja. Konsep Psy-Cap telah dieksplorasi oleh Luthan dan kawan-kawannya (Luthans et al., 2004; Luthans and Youssef, 2004). Psy-Cap didefinisikan oleh Luthan dan kawan-kawan sebagai hal positif perorangan yang ditandai oleh: (1) percaya diri (self-efficacy/confidence) untukmenyelesaikan pekerjaan, memiliki pengharapan positif (optimism) tentang keberhasilan saat ini dan di masa yang akan datang; ( 3) tekun dalam berharap (hope) untuk berhasil; dan ( 4) tabah dalam menghadapi berbagai permasalahan (resiliency) hingga mencapai sukses (Luthans, Youssef & Avolio, 2007).
Hakekat Kerja dan Kinerja Manusia
Apa misi hidup manusia? Mengapa Tuhan menciptakan manusia di dunia ini? Apa yang dikehendaki Tuhan tentang manusia dalam kehidupannya di dunia ini? Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan pertanyaan fundamental, dan hanya orang yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang akan mampu memahami apa makna hidup bagi dirinya. Dengan memahami fenomena manusia sebagaimana diuraikan pada sub bab di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat bertahan hidup di dunia ini, Tuhan membekali manusia dengan akal, sebagai sumber kecerdasan intelektual sehingga mampu berpikir rasional dan dibekali instink, sebagai sumber kecerdasan emosional sehingga memiliki kepekaan atas hal-hal yang irasional, serta pada akhirnya dibelaki kalbu, sebagai sumber kecerdasan spiritual sehingga mampu berpikir holistik, untuk mensinergikan antara kecerdasan intelektual dan emosional, yang sering berbeda pemahaman. Dengan berbekal ketiga kecerdasan di atas, manusia mampu mempertahankan hidupnya dan bekerja untuk menciptakan kesejahteraan hidup, baik bagi dirinya maupun kelompok sosialnya.
Bekerja bagi seorang manusia merupakan kewajiban, selain sebagai manifestasi dari misi hidupnya, juga merupakan kebutuhan untuk mendapatkan hak hidupnya. Karya manusia berupa hasil kerjanya, dapat digunakan untuk menggambarkan prestasi atau kinerja seorang manusia dihadapan Tuhan penciptanya, maupun dihadapan sesama manusia atau dalam sebuah organisasi/ perusahaan. Makin baik kinerja seorang manusia, makin tinggi derajat kemanusiaannya, atau makin besar kontribusi dirinya terhadap organisasi/ perusahaannya, dan tentunya akan makin dihargai oleh manajemen dari organisasi/perusahaan dimana dia bekerja.
Banyak penelitian untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja para pekerja. Spencer (Spencer and Spencer, 1993) menjelaskan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh kompetensi kerjanya, yang dapat diklasifikasikan atas kompetensi teknikal (hard competence atau hard skills) dan kompetensi perilaku (soft competence atau soft skills). Lebih jauh, Spencer menjelaskan bahwa kompetensi seseorang terbentuk dari lima unsur, yaitu motif (motives), watak (traits), konsep diri (self concept), pengetahuan (knowledge), serta keterampilan (hard skills). Kelima unsur kompetensi individu tersebut di atas, membentuk kompetensi kerja seseorang, yang akan menentukan kinerjanya saat bekerja. Psy-Cap, sebagaimana diuraikan di atas, memiliki karakteristik seperti motif dan konsep diri, dan bahkan dapat digunakan untuk menjelaskan gambaran dari watak seseorang. Pemahaman akan perilaku hubungan pengaruh dari Psy-Cap terhadap kinerja seseorang, dapat memberikan pengetahuan lain atau pengayaan wawasan, baik bagi para peneliti maupun praktisi manajemen.

Hakekat Pemimpin dan Kepemimpinan
Pemimpin adalah orang yang memiliki pengikut. Manusia dengan kecerdasannya, dibekali kemampuan untuk menjadi pemimpin, baik menjadi pemimpin dirinya, maupun menjadi pemimpin orang lain. Kualitas pemimpin, ditentukan oleh kualitas kepemimpinannya, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan para pengikutnya. Banyak penelitian untuk memahami karakteristik kepemimpinan yang efektif. Perilaku kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan organisasi, khususnya dalam mengarahkan anggota organisasi agar memberikan kinerja yang terbaik bagi organisasinya. Kepemimpinan pelayanan (servant leadership), merupakan fenomena kepemimpinan yang sedang banyak dipelajari.. Karakteristik utama yang membedakan kepemimpinan pelayan dengan konsep kepemimpinan lainnya ialah: “keinginan untuk melayani hadir sebelum adanya keinginan untuk memimpin, selanjutnya mereka yang memiliki kualitas kepemimpinan akan menjadi pemimpin, sebab cara itulah yang paling efektif untuk melayani (Spears, 1995 dalam Lantu, 2007)”. Para peneliti menyimpulkan bahwa servant leadership merupakan konsep/teori yang valid dalam kepemimpinan organisasi dalam hubungannya dengan berbagai konsep seperti kepuasan kerja, kesehatan organisasi dll, baik organisasi bisnis, pendidikan, maupun yayasan. Hubungan pengaruh antara Psy-Cap, kinerja dan kepemimpinan pelayanan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia saat ini masih belum diketahui. Hubungan tersebut perlu diketahui sehingga dapat memberikan manfaat bagi dunia akademis dan dunia praktis. Walaupun secara generik manusia di dunia ini pada dasarnya memiliki potensi yang sama, namun dalam kenyataannya dapat diperhatikan dan diduga bahwa kinerja (produktivitas kerja) para karyawan di Indonesia berbeda dengan para karyawan di negara lain. Perbedaan produktivitas kerja ini menunjukkan bahwa ada faktor lokal yang bersifat kontekstual, yang membedakan antara kondisi kerja di Indonesia dengan negara-negara lain, sehingga kinerjanya berbeda. Psy-Cap dan kepemimpinan pelayanan, akan diuji untuk mengetahui hubungan pengaruhnya terhadap kinerja para karyawan, baik di perusahan jasa maupun manufaktur Indonesia.

Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, berikut diuraikan pertanyaan pokok yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini, yaitu:
1.Apakah Psy-Cap karyawan memiliki hubungan pengaruh terhadap kinerjanya?

Like Skripsi Ini :

Baca Juga Judul Menarik Lainnya di Bawah INI :

Comment With Facebook!

Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Hubungan Antara Modal Psikologi, Kepemimpinan Pelayanan, Dan Kinerja Karyawan