A. Latar Belakang ANALISIS INTERPRETASI KADAR GDS ( GLUKOSA DARAH SEWAKTU ) DAN GDP ( GLUKOSA DARAH PUASA ) PADA PASIEN DIABETES MELITUS ( DM ) TIPE II YANG MENGALAMI ULKUS DIABETIK DI RSUD KAB. PANGKEP
Dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam
kurung waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran
yang cukup menyakinkan, yakni Penyakit Infeksi dan kekurangan gizi berangsur
turun sedang penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif
semakin meningkat dengan tajam (
Sudoyo, 2006
)
.
Diabetes Melitus
(
DM
)
adalah salah satunya. Diabetes Melitus
(
DM
)
sudah merupakan sebab utama Morbiditas dan Mortalitas tentu saja penyakit
tersebut akan menimbulkan suatu beban bagi Pelayanan Kesehatan dan
perekonomian negara tersebut pada saat sekarang dan dikemudian hari baik secara
langsung maupun tidak langsung
(
Waspadji, 2006 )
.
Diabetes Melitus
(
DM
)
merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah, glukosa tersebut
dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Dalam distribusi glukosa tersebut
memerlukan bantuan insulin, Insulin yaitu suatu hormon yang diproduksi
pankreas, untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya (
Smeltzer & Susanna, 2002 )
.
Kejadian ulkus diabetik terjadi 90% hingga 95% pada penderita dengan
obesitas, dimana salah satu penyebab melonjaknya kejadian diabetes melitus tipe
II yang tidak tergantung insulin yang terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin
(
resistensi insulin
)
atau akibat penurunan jumlah produksi
insulin, dan diabetes melitus sangat terkait dengan obesitas, karena makin banyak
jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja
insulin, terutama pada daerah yang mengalami penekanan dan terbentuknya
keratin keras yang memudahkan terjadinya ulkus diabetik. Oleh karena itu untuk
mencegah terjadinya komplikasi pada penderita diabetes melitus perlu adanya
pengendalian yang baik (
Waspadji, 2006 )
.
Ulkus/gangren diabetik merupakan komplikasi menahun diabetes yang
paling ditakuti dan dihindari terkait dengan resiko dan beban yang besar , karena
baik ditinjau dari segi hasil pengobatan, lamanya perawatan maupun biaya yang
diperlukan untuk pengobatan, dimana pasien dengan ulkus/gangren diabetik
ditemukan pada 2,4% sampai 14% pasien Diabetes Melitus
(
Waspadji, 2006 )
.
Mengingat tingginya angka kejadian komplikasi, yakni terjadinya luka atau
ulkus diabetik yang sukar sembuh karena tidak adanya atau kurangnya respon
neuropati perifer dan kelainan makrovaskuler sehingga baik ditinjau dari segi hasil
pengobatan, lamanya perawatan maupun biaya yang tinggi yang diperlukan untuk
pengobatan yang Diabetes Melitus (
Waspadji, 2006 )
.
Data Organisasi Kesehatan Dunia
(
WHO
)
pada tahun 2000, penderita
diabetes mellitus didunia mengalami peningkatan, dari 8,4 juta jiwa, diperkirakan
menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya jumlah penderita
Diabetes Melitus
(
DM
)
tersebut membawa Indonesia menduduki peringkat
keempat didunia dengan jumlah Diabetes Melitus
(
DM
)
terbanyak dibawah India
(
31,7 juta jiwa
)
, China
(
20,8 juta jiwa
)
, Amerika Serikat
(
17,7 juta jiwa
)
.
Berdasarkan perhitungan dari Organisasi Kesehatan Dunia
(
WHO
)
pada tahun
2003, setidaknya ada 194 juta jiwa dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20 – 79
tahun yang menderita Diabetes Melitus
(
DM
)
, dan 80% diantaranya, berada di
negara berkembang, salah satunya adalah Negara Indonesia
(
Dhania, 2009
)
.
Diantara gambaran komplikasi menahun tesebut salah satu yang tersering
ditemukan ialah neuropati perifer, yang jumlahnya berkisar antara 10% sampai
60% pasien Diabetes Melitus. Pada penyelidikan terakhir di Jakarta, ditemukan
135 orang dari 224 pasien Diabetes Melitus
(
60,3%
)
menderita neuropati perifer.
Penelitian di daerah pedalaman juga menunjukkan angka persentase neuropati
yang tinggi
(
70%
)
. Kemungkinan karena pasien baru datang berobat setelah
penyakitnya berlanjut ke komplikasi kronik, bukan pada stadium dini.
Di negara berkembang prevalensi ulkus diabetik didapatkan jauh lebih
besar dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini
disebabkan kurang pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian
dokter terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini
untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini
(
Yuindartanto, 2008 )
.
Penelitian epidemiologi yang dilaksanakan di Indonesia tahun 2009, yakni
kekerapan Diabetes Melitus
(
DM
)
di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%.
Penelitian di daerah Depok didapatkan prevalensi Diabetes Melitus
(
DM
)
tipe II
sebesar 14,7%, Makassar prevalensi Diabetes Melitus
(
DM
)
mencapai 12,5%.,
dengan angka kejadian ulkus diabetik di RSUPN dr. Cipto Mangkusumo tahun
2003 angka kematian dan angka amputasi masih tinggi masing – masing sebesar
16% dan 25%. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi
dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi
(
Waspadji, 2006 )
.
Data dari Rekam Medik (
RM
)
RSUD Pangkep jumlah penderita Diabetes
Melitus
(
DM
)
Tipe II dimana pada tahun 2006 yang rawat jalan sebanyak 134
kasus dan rawat inap sebanyak 172 kasus, pada tahun 2007 yang rawat jalan
sebanyak 151 kasus dan rawat inap sebanyak 87 kasus, dan tahun 2008 yang rawat
jalan 119 kasus dan rawat inap terhitung sebanyak 130, dari semua kasus Diabetes
Melitus
(
DM
)
dengan angka kejadian ulkus diabetik pada tahun 2009 bulan
januari sampai juni sebanyak 30 kasus dan kematian sebanyak 2 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa masih tingginya angka kesakitan dan komplikasi dari
penyakit Diabetes Melitus
(
DM
)
Tipe II di RSUD Pangkep.
Pengendalian kadar glukosa yang buruk dan kurang terkontrol glukosa
darah juga memberi kontribusi terhadap perkembangan ulkus tekanan dan faktor –
faktor yang mempengaruhi perkembangan ulkus diabetik melibatkan kerusakan
pada saraf, pembuluh darah dan struktur kaki, dimana diabetes neuropati
merupakan kerusakan saraf yang dihasilkan dari glukosa yang tinggi. Sehingga
penyakit DM perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik oleh perawat,
baik secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah
(
salah
satunya GDS dan GDP
)
, melakukan perawatan luka dan mengatur diet makanan
yang harus dimakan sehingga tidak terjadi peningkatan kadar gula darah. Selain itu
perawat juga berperan secara preventif yaitu dengan cara memberikan pendidikan
kesehatan tentang penyakit diabetes mellitus untuk meningkatkan pemahaman
klien dalam mencegah terjadinya komplikasi dan dapat menurunkan risiko terkena
neuropati sebesar 60%.
(
Kolatkar, 2008 )
Beberapa rekomendasi mengenai target kadar gula darah yang harus dicapai
untuk mencegah neuropati. American Diabetes Association
(
ADA
)
, menyarankan
pada pasien DM tipe 1, rata-rata kadar gula darah 155 mg/dL dan HbA1C 7,2%.
Sementara pasien DM tipe 2, HbA1C dibawah 7%, dan kadar gula darah
postprandial kurang dari 180 mg/dL. Di pihak lain, American Association of
Clinical Endocrinologist
(
AACE
)
merekomendasikan HbA1C kurang dari 6,5%
baik pada DM tipe 1 dan 2
(
Felix, 2006
)
, dan untuk mencegah timbulnya ulkus /
kaki diabetik, penderita diabetes hendaknya mengontrol gula darah agar tetap
stabil pada rentang nilai normal (
GDS < 200 mg/dl
)
(
Paisal, 2009 )
.
Penelitian yang telah dilakukan oleh PERKENI tahun 2009 menyatakan
bahwa komplikasi pada pasien Diabetes Melitus berpengaruh pada kualitas hidup
dan biaya kesehatan terutama terjadinya ulkus dan amputasi, dimana faktor yang
berperan penting terhadap komplikasi kaki diabetes adalah neuropati perifer, yang
diperkirakan sebanyak 80% kasus ulkus pada kaki dapat dicegah melalui deteksi
dini
(
PERKENI, 2009
)
.
Dengan melihat jumlah penderita yang masih begitu banyak dari tahun ke
tahun sebagai akibat tingginya kadar glukosa darah yang tinggi yang berakibat
komplikasi berupa ulkus diabetik yang masih terbilang cukup tinggi pada
penderita, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“ANALISIS INTERPRETASI KADAR GDS
(
GLUKOSA DARAH SEWAKTU
)
DAN GDP
(
GLUKOSA DARAH PUASA
)
PADA PASIEN DIABETES
MELITUS
(
DM
)
TIPE II YANG MENGALAMI ULKUS DIABETIK DI
RSUD KAB. PANGKEP PERIODE BULAN JANUARI SAMPAI NOVEMBER
TAHUN 2009”
Sehingga dengan mengetahui kadar tersebut maka dampak dan komplikasi
yang dapat timbul akibat dari penyakit DM dapat dihindari sebelumnya. Untuk itu,
dianjurkan agar mengenali sedini mungkin Diabetes Melitus yakni dengan
mengenal faktor-faktor resiko terjadinya penyakit tersebut, Dengan cara
mengontrol kadar glukosa sedini mungkin.
Karena penentuan evaluasi diagnostik dengan adanya kadar glukosa darah
meningkat secara abnormal merupakan kriteria yang melandasi penegakan
diagnosis diabetes melitus
(
Smeltzer & Susanna, 2002 )
.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
masalah yang akan diteliti dalam riset ini yakni, Berapa interpretasi rerata kadar
GDS
(
Glukosa Darah Sewaktu
)
dan GDP
(
Glukosa Darah Puasa
)
pada Diabetes
Melitus
(
DM
)
tipe II yang mengalami ulkus diabetik.
08.56
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: ANALISIS INTERPRETASI KADAR GDS ( GLUKOSA DARAH SEWAKTU ) DAN GDP ( GLUKOSA DARAH PUASA ) PADA PASIEN DIABETES MELITUS ( DM ) TIPE II YANG MENGALAMI ULKUS DIABETIK DI RSUD KAB. PANGKEP
Rating: