Follow me on Facebook! Follow me on Twitter!
 7projectsdistro.com - Toko Kaos Distro Online Terlengkap Termurah dan Terpercaya

ANALISIS INTERPRETASI KADAR GDS ( GLUKOSA DARAH SEWAKTU ) DAN GDP ( GLUKOSA DARAH PUASA ) PADA PASIEN DIABETES MELITUS ( DM ) TIPE II YANG MENGALAMI ULKUS DIABETIK DI RSUD KAB. PANGKEP

PanduanTOEFL Terbaik dengan Metode MindMap
A. Latar Belakang ANALISIS INTERPRETASI KADAR GDS (  GLUKOSA DARAH SEWAKTU ) DAN GDP  (  GLUKOSA DARAH PUASA  )  PADA PASIEN DIABETES MELITUS  (   DM )  TIPE II YANG MENGALAMI  ULKUS DIABETIK DI RSUD KAB. PANGKEP

 Dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurung waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup menyakinkan, yakni Penyakit Infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun sedang penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif semakin meningkat dengan tajam ( Sudoyo, 2006 ) . Diabetes Melitus ( DM ) adalah salah satunya. Diabetes Melitus ( DM ) sudah merupakan sebab utama Morbiditas dan Mortalitas tentu saja penyakit tersebut akan menimbulkan suatu beban bagi Pelayanan Kesehatan dan perekonomian negara tersebut pada saat sekarang dan dikemudian hari baik secara langsung maupun tidak langsung ( Waspadji, 2006 ) . Diabetes Melitus ( DM ) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah, glukosa tersebut dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Dalam distribusi glukosa tersebut memerlukan bantuan insulin, Insulin yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, untuk mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya ( Smeltzer & Susanna, 2002 ) . Kejadian ulkus diabetik terjadi 90% hingga 95% pada penderita dengan obesitas, dimana salah satu penyebab melonjaknya kejadian diabetes melitus tipe II yang tidak tergantung insulin yang terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin ( resistensi insulin ) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin, dan diabetes melitus sangat terkait dengan obesitas, karena makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten terhadap kerja insulin, terutama pada daerah yang mengalami penekanan dan terbentuknya keratin keras yang memudahkan terjadinya ulkus diabetik. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya komplikasi pada penderita diabetes melitus perlu adanya pengendalian yang baik ( Waspadji, 2006 ) . Ulkus/gangren diabetik merupakan komplikasi menahun diabetes yang paling ditakuti dan dihindari terkait dengan resiko dan beban yang besar , karena baik ditinjau dari segi hasil pengobatan, lamanya perawatan maupun biaya yang diperlukan untuk pengobatan, dimana pasien dengan ulkus/gangren diabetik ditemukan pada 2,4% sampai 14% pasien Diabetes Melitus ( Waspadji, 2006 ) . Mengingat tingginya angka kejadian komplikasi, yakni terjadinya luka atau ulkus diabetik yang sukar sembuh karena tidak adanya atau kurangnya respon neuropati perifer dan kelainan makrovaskuler sehingga baik ditinjau dari segi hasil pengobatan, lamanya perawatan maupun biaya yang tinggi yang diperlukan untuk pengobatan yang Diabetes Melitus ( Waspadji, 2006 ) . Data Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) pada tahun 2000, penderita diabetes mellitus didunia mengalami peningkatan, dari 8,4 juta jiwa, diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Tingginya jumlah penderita Diabetes Melitus ( DM ) tersebut membawa Indonesia menduduki peringkat keempat didunia dengan jumlah Diabetes Melitus ( DM ) terbanyak dibawah India ( 31,7 juta jiwa ) , China ( 20,8 juta jiwa ) , Amerika Serikat ( 17,7 juta jiwa ) . Berdasarkan perhitungan dari Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) pada tahun 2003, setidaknya ada 194 juta jiwa dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20 – 79 tahun yang menderita Diabetes Melitus ( DM ) , dan 80% diantaranya, berada di negara berkembang, salah satunya adalah Negara Indonesia ( Dhania, 2009 ) . Diantara gambaran komplikasi menahun tesebut salah satu yang tersering ditemukan ialah neuropati perifer, yang jumlahnya berkisar antara 10% sampai 60% pasien Diabetes Melitus. Pada penyelidikan terakhir di Jakarta, ditemukan 135 orang dari 224 pasien Diabetes Melitus ( 60,3% ) menderita neuropati perifer. Penelitian di daerah pedalaman juga menunjukkan angka persentase neuropati yang tinggi ( 70% ) . Kemungkinan karena pasien baru datang berobat setelah penyakitnya berlanjut ke komplikasi kronik, bukan pada stadium dini. Di negara berkembang prevalensi ulkus diabetik didapatkan jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju yaitu 2-4%, prevalensi yang tinggi ini disebabkan kurang pengetahuan penderita akan penyakitnya, kurangnya perhatian dokter terhadap komplikasi ini serta rumitnya cara pemeriksaan yang ada saat ini untuk mendeteksi kelainan tersebut secara dini ( Yuindartanto, 2008 ) . Penelitian epidemiologi yang dilaksanakan di Indonesia tahun 2009, yakni kekerapan Diabetes Melitus ( DM ) di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6%. Penelitian di daerah Depok didapatkan prevalensi Diabetes Melitus ( DM ) tipe II sebesar 14,7%, Makassar prevalensi Diabetes Melitus ( DM ) mencapai 12,5%., dengan angka kejadian ulkus diabetik di RSUPN dr. Cipto Mangkusumo tahun 2003 angka kematian dan angka amputasi masih tinggi masing – masing sebesar 16% dan 25%. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi ( Waspadji, 2006 ) . Data dari Rekam Medik ( RM ) RSUD Pangkep jumlah penderita Diabetes Melitus ( DM ) Tipe II dimana pada tahun 2006 yang rawat jalan sebanyak 134 kasus dan rawat inap sebanyak 172 kasus, pada tahun 2007 yang rawat jalan sebanyak 151 kasus dan rawat inap sebanyak 87 kasus, dan tahun 2008 yang rawat jalan 119 kasus dan rawat inap terhitung sebanyak 130, dari semua kasus Diabetes Melitus ( DM ) dengan angka kejadian ulkus diabetik pada tahun 2009 bulan januari sampai juni sebanyak 30 kasus dan kematian sebanyak 2 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih tingginya angka kesakitan dan komplikasi dari penyakit Diabetes Melitus ( DM ) Tipe II di RSUD Pangkep. Pengendalian kadar glukosa yang buruk dan kurang terkontrol glukosa darah juga memberi kontribusi terhadap perkembangan ulkus tekanan dan faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan ulkus diabetik melibatkan kerusakan pada saraf, pembuluh darah dan struktur kaki, dimana diabetes neuropati merupakan kerusakan saraf yang dihasilkan dari glukosa yang tinggi. Sehingga penyakit DM perlu mendapat perhatian dan penanganan yang baik oleh perawat, baik secara kuratif dan rehabilitatif seperti pengontrolan kadar gula darah ( salah satunya GDS dan GDP ) , melakukan perawatan luka dan mengatur diet makanan yang harus dimakan sehingga tidak terjadi peningkatan kadar gula darah. Selain itu perawat juga berperan secara preventif yaitu dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes mellitus untuk meningkatkan pemahaman klien dalam mencegah terjadinya komplikasi dan dapat menurunkan risiko terkena neuropati sebesar 60%. ( Kolatkar, 2008 ) Beberapa rekomendasi mengenai target kadar gula darah yang harus dicapai untuk mencegah neuropati. American Diabetes Association ( ADA ) , menyarankan pada pasien DM tipe 1, rata-rata kadar gula darah 155 mg/dL dan HbA1C 7,2%. Sementara pasien DM tipe 2, HbA1C dibawah 7%, dan kadar gula darah postprandial kurang dari 180 mg/dL. Di pihak lain, American Association of Clinical Endocrinologist ( AACE ) merekomendasikan HbA1C kurang dari 6,5% baik pada DM tipe 1 dan 2 ( Felix, 2006 ) , dan untuk mencegah timbulnya ulkus / kaki diabetik, penderita diabetes hendaknya mengontrol gula darah agar tetap stabil pada rentang nilai normal ( GDS < 200 mg/dl ) ( Paisal, 2009 ) . Penelitian yang telah dilakukan oleh PERKENI tahun 2009 menyatakan bahwa komplikasi pada pasien Diabetes Melitus berpengaruh pada kualitas hidup dan biaya kesehatan terutama terjadinya ulkus dan amputasi, dimana faktor yang berperan penting terhadap komplikasi kaki diabetes adalah neuropati perifer, yang diperkirakan sebanyak 80% kasus ulkus pada kaki dapat dicegah melalui deteksi dini ( PERKENI, 2009 ) . Dengan melihat jumlah penderita yang masih begitu banyak dari tahun ke tahun sebagai akibat tingginya kadar glukosa darah yang tinggi yang berakibat komplikasi berupa ulkus diabetik yang masih terbilang cukup tinggi pada penderita, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS INTERPRETASI KADAR GDS ( GLUKOSA DARAH SEWAKTU ) DAN GDP ( GLUKOSA DARAH PUASA ) PADA PASIEN DIABETES MELITUS ( DM ) TIPE II YANG MENGALAMI ULKUS DIABETIK DI RSUD KAB. PANGKEP PERIODE BULAN JANUARI SAMPAI NOVEMBER TAHUN 2009” Sehingga dengan mengetahui kadar tersebut maka dampak dan komplikasi yang dapat timbul akibat dari penyakit DM dapat dihindari sebelumnya. Untuk itu, dianjurkan agar mengenali sedini mungkin Diabetes Melitus yakni dengan mengenal faktor-faktor resiko terjadinya penyakit tersebut, Dengan cara mengontrol kadar glukosa sedini mungkin. Karena penentuan evaluasi diagnostik dengan adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan kriteria yang melandasi penegakan diagnosis diabetes melitus ( Smeltzer & Susanna, 2002 ) .

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti dalam riset ini yakni, Berapa interpretasi rerata kadar GDS ( Glukosa Darah Sewaktu ) dan GDP ( Glukosa Darah Puasa ) pada Diabetes Melitus ( DM ) tipe II yang mengalami ulkus diabetik.

Like Skripsi Ini :

Baca Juga Judul Menarik Lainnya di Bawah INI :

Comment With Facebook!

Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: ANALISIS INTERPRETASI KADAR GDS ( GLUKOSA DARAH SEWAKTU ) DAN GDP ( GLUKOSA DARAH PUASA ) PADA PASIEN DIABETES MELITUS ( DM ) TIPE II YANG MENGALAMI ULKUS DIABETIK DI RSUD KAB. PANGKEP