1.1 Latar Belakang Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Substitusi Mata Uang : Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Di Indonesia
Di era globalisasi sekarang ini, setiap negara dihadapkan pada berbagai pilihan untuk melakukan kebijakan ekonomi baik mikro maupun makro. Kebijakan makro ekonomi antara lain meliputi kebijakan moneter, fiskal dan perdagangan luar negeri. Kebijakan perdagangan luar negeri harus dilakukan secara cermat, karena kebijakan yang tidak tepat akan menjadi faktor penghambat bagi jalannya aktivitas perekonomian nasional, oleh karena itu diperlukan kebijakan-kebijakan yang mendorong perdagangan luar negeri ke arah terciptanya perbaikan ekonomi dan pembangunan nasional (gains from trade).
Sejak 1978 dalam hubungan ekonomi antar negara, telah terjadi berbagai perubahan mendasar. Kurs tetap (fixed exchange rate) dollar AS yang didasarkan pada sistem Bretton Woods telah ditinggalkan dan digantikan dengan sistem mengambang (float exchange rate) baik bebas maupun terkendali. Hal ini memberikan dampak terhadap pusat-pusat keuangan dunia dan juga terhadap stabilitas arus keuangan global dan ketidakseimbangan makroekonomi yang dikombinasikan dengan pergeseran-pergeseran struktural dari pola perdagangan negara.
Sebelum tahun 1978, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap yang kemudian berubah dengan mengikuti sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed float) terhadap dolar AS pada periode 1978-1986 dengan perkecualian, yakni Bank Indonesia memiliki kewenangan dalam mengatur nilai tukar yang dikehendaki. Sedangkan periode 1986 sampai 1997 sistem tersebut tetap dipertahankan dengan sekelompok mata uang asing yakni dolar AS, Yen Jepang, Deutsche Mark Jerman, Poundsterling Inggris dan Franc Swiss. Setiap valuta tersebut mempunyai bobot tertentu terhadap rupiah dengan bobot dolar AS paling dominan dibanding yang lainnya. Timbulnya krisis ekonomi yang ditandai dengan tekanan eksternal dan pasar yang semakin kuat, maka sejak tanggal 14 Agustus 1997 kebijakan nilai tukar Indonesia berubah menjadi mengambang bebas.
Sebagai konsekwensi dari perubahan sistem nilai tukar Indonesia ini, maka nilai tukar Indonesia menajdi sangat responsif, baik terhadap kondisi ekonomi maupun kondisi non-ekonomi. Untuk itu berbagai pengaruh terhadap nilai tukar harus dapat dikendalikan agar tidak menimbulkan gejolak (fluktuasi) dan berakibat buruk terhadap kebijakan ekonomi lainnya.
Pada saat nilai tukar mengalami fluktuasi yang besar, maka berbagai kebijakan untuk mendorong pertumbuhan dan keseimbangan internal lainnya tidak akan efektif. Sebagai negara yang menganut sistem ekonomi terbuka, Indonesia tidak bisa lepas dari gejolak nilai tukar (currency realignment) dunia. Sebagai konsekuensinya, mata uang rupiah akan menguat dengan sendirinya apabila Indonesia mampu meningkatkan ekspor secara drastis tanpa diikuti oleh peningkatan impor yang yang proporsional dan mengurangi arus modal keluar (capital outflow).
Jika diamati, telah terjadi perkembangan yang menggembirakan dengan adanya pergeseran struktur dari dominasi ekspor migas ke nonmigas tepatnya sejak 1987 dimana dari nilai ekspor nasional riil yang mencapai Rp 17,14 triliun, nilai ekspor nonmigas mencapai Rp 8,59 triliun atau 50,1% dari total ekspor. Kecenderungan nilai ekspor nonmigas ini terus mengalami peningkatan.
Disisi lain, kemerosotan nilai rupiah yang drastis, berjalan seiring dengan kebijakan moneter mendadadak oleh pemerintah yang dikenal dengan devaluasi. Hal ini tentunya menimbulkan gejolak pasar devisa yang dapat ditinjau dari sudut harga (nilai tukar mata uang) dan kuantitas (besarnya devisa yang ditransaksikan). Sepanjang sejarah orde baru, telah empat kali pemerintah melakukan devaluasi yang berturut-turut dengan tenggang waktu yang makin mengecil, menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap rupiah terus berkurang. Setiap terjadi gejolak dalam perekonomian, masyarakat langsung mengaitkan dengan devaluasi. Akibatnya terjadi rush pembelian dolar yang menguras cadangan devisa nasional.
Nilai tukar mata uang suatu negara bergantung pada kinerja ekonominya. Jika kinerja ekonomi tersebut mampu mencetak surplus terhadap negara mitra dagang nya maka hal ini secara relatif hal ini akan meningkatkan nilai mata uangnya. Dalam konsep neraca pembayaran, defisit transaksi berjalan merupakan gap antara penerimaan ekspor, yang merupakan sumber devisa, dengan kebutuhan impor. Selama gap ini masih besar, selama itu pula akan tergantung pada capital inflow. Semakin bengkaknya defisit transaksi berjalan berarti upaya mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri tidak berhasil dan berpengaruh terhadap merosotnya nilai rupiah.
Dari uraian diatas dan perkembangan perekonomian saat ini, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi tentang :
“Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Substitusi Mata Uang : Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Di Indonesia”
18.49
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Substitusi Mata Uang : Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Di Indonesia
Rating: