Follow me on Facebook! Follow me on Twitter!
 7projectsdistro.com - Toko Kaos Distro Online Terlengkap Termurah dan Terpercaya

Putusan Hakim Pidana Di Bawah Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

PanduanTOEFL Terbaik dengan Metode MindMap
A. Latar Belakang Putusan Hakim Pidana Di Bawah Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara berkeseimbangan dan berkesinambungan di berbagai bidang kehidupan termasuk bidang hukum. Proses penegakan hukum di Indonesia, sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia dan sikap mental para penegak hukum itu sendiri. Walaupun pada kenyataannya, sampai saat ini, kualitas sumber daya manusia dan sikap mental para penegak hukum itu justru selalu menjadi permasalahan baru yang dianggap menghilangkan kepastian hukum dan rasa keadilan dalam proses penegakan hukum tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, terdapat beberapa lingkup lembaga peradilan yang masing-masing memiliki kewenangan absolut (absolute competentie), yaitu :
1. Peradilan umum
2. Peradilan agama
3. Peradilan Militer dan
4. Peradilan tata usaha negara
Sistem peradilan terpadu (Integrated Criminal Justice System) mencakup keterpaduan berjenjang antara peran dan fungsi kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan serta advokat. Berdasarkan Pasal 13 Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, ditegaskan bahwa sidang pemeriksaan pengadilan dilakukan terbuka untuk umum, bahkan dalam perkara yang pemeriksaannya ditentukan tertutup untuk umum, tetap saja putusannya harus dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum, sehingga proses persidangan dapat diperhatikan dan dikritik oleh masyarakat, tidak terkecuali dalam perkara-perkara pidana. Tingginya tingkat kejahatan yang terjadi di Indonesia saat ini, membuat peradilan pidana sebagai bagian dari peradilan umum menjadi sorotan berbagai pihak, karena realitas yang terjadi masyarakat sering kecewa atas ketidakpastian hukum dan ketidakadilan hakim sebagai pemegang kewenangan dalam memutuskan suatu perkara, dalam hal ini perkara pidana. Ada dua kepentingan dalam suatu perkara pidana yang masing-masing tentu saja memiliki hak untuk diperhatikan kepentingannya yakni pihak korban suatu kejahatan dan pelaku kejahatan itu sendiri. Di satu sisi, pihak yang menjadi korban sebuah kejahatan menginginkan agar pelaku (terdakwa) dijatuhi hukuman oleh hakim melalui suatu proses peradilan pidana yang seberat-beratnya, sebagai bentuk balasan dan penjeraan bagi pelaku kejahatan tersebut, mengingat pula penderitaan yang dirasakan korban dan/atau keluarganya baik secara fisik maupun psikis, secara material ataupun immaterial. Namun demikian, di lain pihak, pelaku kejahatan pun memiliki hak untuk melakukan pembelaan, berdasarkan asas praduga tidak bersalah sebelum ada putusan hakim yang memiliki kekuatan hukum yang tetap dan pasti. Bentuk pembelaan yang diajukan seorang terdakwa pada peradilan pidana merupakan salah satu pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara pidana. Putusan hakim dalam peradilan pidana sering menimbulkan ketidakpuasan para pihak, baik terdakwa maupun jaksa penuntut umum yang mewakili kepentingan korban 1 .
Pada praktiknya, terdapat beberapa perkara dengan putusan hakim yang memutuskan perkara pidana tersebut di bawah tuntutan jaksa penuntut umum. Hal ini terjadi disebabkan berbagai faktor yang dijadikan petimbangan hukum oleh hakim dalam putusan tersebut. Banyak kasus pidana yang putusan hakimnya seperti itu, seperti putusan Pengadilan Negeri Purwokerto yakni Putusan No. 32/Pid.B/1999/PN.Pwt mengenai kasus perkosaan. Selain itu, putusan hakim pada kasus mantan anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Al Amien Nur Nasution, telah dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Al Amien terbukti melakukan dua tindak pidana korupsi yang dijerat dengan Pasal 11 dan 12 (e) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yang meminta terdakwa dihukum 15 tahun. Sementara itu, Terdakwa kasus illegal logging bernama Haryadi Aryadipa dihukum dua tahun penjara oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum Rosidah dan Christian yang menuntut lima tahun penjara. Selain itu, Tiga mantan Direktur Bank Indonesia yang menjadi Terdakwa kasus penyaluran dana BLBI telah di lepaskan dari segala tuntutan hukum oleh Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, yang mana sebelumnya Jaksa menuntut tiga Terdakwa tersebut dengan enam tahun pidana penjara. Pada beberapa kasus lain, bahkan terdakwa diputus bebas dari hukuman (vryjspraak) atau dilepaskan dari segala tuntutan, yang disebabkan dianggap kesalahan terdakwa tidak terbukti maupun adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf, sebagaimana diatur dalam Buku I KUHP. Dengan demikian, pihak korban suatu kejahatan khususnya dan masyarakat pada umumnya sering merasa tidak mendapat kepastian hukum dan keadilan sebagaimana mestinya, yang mungkin disebabkan pula para penegak hukum di atas tidak menggunakan kekuasaan yang diberikan hukum sebagaimana mestinya, dapat digambarkan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman diatur bahwa hakim pengadilan memiliki kewenangan untuk menjatuhkan putusan terhadap seorang Terdakwa atas suatu tindak pidana yang telah diproses di penagdilan tersebut. Putusan yang dijatuhkan hakim merupakan hasil pertimbangan hukum hakim/majelis hakim pada perkara tersebut. Pertimbangan yang dimaksud antara lain berasal dari proses pembuktian, hal-hal yang memberatkan dan/ atau meringankan Terdakwa sehingga putusan hakim/majelis hakim dapat sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum atau di atas tuntutan jaksa penuntut umum atau bahkan di bawah tuntutan jaksa penuntut umum. Kondisi peradilan di atas sering menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat, sehingga dibutuhkan penjelasan lebih lanjut atas permasalahan termaksud. Sampai saat ini, belum ada yang membahas masalah ini secara khusus. Oleh karena itu, Peneliti tertarik untuk mencoba membahas hal di atas, yang dituangkan dalam bentuk Tesis berjudul Putusan Hakim Pidana Di Bawah Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dihubungkan Dengan Undang- Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman .

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan beberapa permasalahan, sebagai berikut :
1. Mengapa hakim pidana dapat menjatuhkan putusannya di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum ?
2. Tindakan hukum apa yang dapat ditempuh akibat putusan hakim yang putusannya di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum?

Like Skripsi Ini :

Baca Juga Judul Menarik Lainnya di Bawah INI :

Comment With Facebook!

Rating: 4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Putusan Hakim Pidana Di Bawah Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

0 komentar:

Posting Komentar