A. LATAR BELAKANG Gambaran Perilaku Merokok pada Remaja Laki-Laki
Setiap individu dan masyarakat dunia tahu bahwa merokok itu
mengganggu kesehatan. Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah
nasional, bahkan internasional. Sering sekali kita melihat orang merokok dimana-
mana dalam kehidupan sehari-hari baik di kantor, di pasar ataupun tempat umum
lainnya atau bahkan dikalangan rumah tangga sendiri (Aditama, 1996). Jumlah
konsumsi rokok di Indonesia, menurut Tobacco 2002, menempati posisi tertinggi
di dunia, yaitu sebesar 1, 634 triliun batang. Mengikuti China sebanyak 451 miliar
batang, Amerika Serikat sebanyak 328 miliar batang, Jepang sebanyak 286 miliar
batang, dan Rusia sebanyak 215 miliar batang.
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan,
baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Ada beberapa riset yang
mendukung pernyataan tersebut jika dilihat dari sisi individu yang bersangkutan.
Pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO
(Karbonmonosikda) dan tar dapat menimbulkan berbagai penyakit jika dilihat dari
sisi kesehatan. Bahan kimia ini akan memacu kerja susunan syaraf pusat dan
susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan
detak jantung bertambah cepat (Kendal & Hammen dalam Komasari & Helmi,
2000), menstimuli penyakit kanker dan juga berbagai penyakit lain seperti
penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru dan
bronkitis kronis (dalam Komasari & Helmi, 2000). Bagi Ibu hamil, rokok dapat
menyebabkan kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, mortalitas prenatal,
kemungkinan lahir dalam keadaan cacat, dan mengalami gangguan dalam
perkembangan (Davidson & Neal dalam Komasari & Helmi, 2000).
Merokok juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi orang yang berada
di sekeliling perokok. Risiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya
daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat
rendah (Sarafino, 1994). Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari
perilaku merokok tetapi perilaku merokok bagi kehidupan manusia merupakan
‘fenomenal. Artinya, meskipun sudah diketahui akibat negatif dari merokok tetapi
jumlah perokok bukan semakin menurun tetapi semakin meningkat.
Masalah rokok sudah menjadi masalah nasional. Pemerintah Provinsi DKI
telah menerbitkan Peraturan Gubernur No.75/2005 tentang Kawasan Dilarang
Merokok. Peraturan ini merupakan turunan dari Perda No.2/2005 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (“Peraturan Gubernur Larangan Merokok Mulai
Disosialisasikan”, 2005). Peraturan ini sudah mulai disosialisasikan dari tahun
2005, tapi hingga saat ini masih banyak kita melihat orang merokok dimana saja
tanpa mempedulikan peraturan yang telah dikeluarkan.
Langkah selanjutnya
dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan mengeluarkan fatwa yang
menyebutkan bahwa “Merokok itu Haram” pada tanggal 12 Agustus 2008. Fatwa
ini dikeluarkan dengan alasan merokok itu hukumnya makruh dan mendekati
haram, banyak dilanggarnya peraturan pemerintah tentang merokok melalui
PP/Perda yang dikeluarkan, merokok tidak memiliki manfaat apapun khususnya
pada anak-anak, dan lain-lain (”MUI akhirnya mengeluarkan fatwa merokok itu
haram”, 2008). Banyak terjadi pro dan kontra terhadap fatwa yang dikeluarkan
ini. Orang yang pro terhadap fatwa ini berpendapat bahwa fatwa ini tidak perlu
dikeluarkan, karena merokok itu tidak merugikan orang lain. Hal ini diungkapkan
oleh Hendra (dalam ”MUI akhirnya mengeluarkan fatwa merokok itu haram”,
2008):
“MUI mestinya membuat fatwa kalau orang koruptor dipotong tangannya, tempat pelacuran di tutup jangan di legalkan, ngapain urusin orang merokok, perokok yang matikan dirinya sendiri tidak merugikan orang lain. malah membuat lapangan pekerjaan”.
Ada juga yang kontra terhadap dikeluarkannya fatwa ini. Mereka
beranggapan bahwa rokok itu tidak ada gunanya jika dilihat dari segala sisi. Hal
ini diungkapkan oleh Heru (dalam ”MUI akhirnya mengeluarkan fatwa merokok
itu haram”, 2008):
“Saya sangat setuju, karena merokok perbuatan mubazir, dan mubazir itu adalah kawannya setan. Oleh karenanya sangat setuju apabila MUI mengeluarkan fatwa rokok hukumnya haram. Ditinjau dari segi manapun tidak ada manfaatnya”.
Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI ini merupakan salah satu cara yang
dijalankan agar orang dapat berhenti mengkonsumsi rokok, tapi pada kenyataan
orang yang mengkonsumsi rokok terus meningkat. Kebiasaan merokok dimulai
dengan adanya rokok pertama. Smet (1994) mengatakan, bahwa mulai merokok
terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain)
menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Sarafino, 1994).
Merokok bukan hanya identik dengan pria dewasa, tapi juga pada remaja laki-laki.
Smet (dalam Komasari & Helmi, 2000) menyatakan bahwa usia pertama kali
merokok pada umumnya berkisar antara 11 – 13 tahun dan pada umumnya
individu pada usia tersebut merokok sebelum usia 18 tahun. Perilaku merokok
pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan
tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan
intensitas merokok, dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan
nikotin (Laventhal dan Cleary dalam Oskamp, 1984).
Penelitian yang dilakukan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS)
WHO pada 2006 mengungkap bahwa 37,3% anak-anak usia 13 hingga 15 tahun di
Indonesia pernah merokok. Penelitian lanjutan dilakukan GYTS pada tahun 2007
yang manghasilkan bahwa jumlah perokok anak usia 13-18 tahun di Indonesia
menduduki peringkat pertama di Asia. Bahkan tiga dari sepuluh pelajar SMP di
Indonesia (30,9%) mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Jumlah ini
diperkirakan terus meningkat 4% tiap tahunnya (“Identitas sebatang rokok”,
2008). Menurut hasil survei yang dilaksanakan oleh GYTS di Jakarta, Bekasi dan
Medan, didapatkan bahwa di Jakarta didapatkan 34 % murid sekolah usia SMP
pernah merokok dan sebanyak 16,6 % saat ini masih merokok. Terdapat 33 %
murid sekolah usia SMP di Bekasi pernah merokok dan sebanyak 17,1 % saat ini
masih merokok. Demikian halnya di Medan, didapatkan 34,9 % murid sekolah
usia SMP pernah merokok dan sebanyak 20,9 % saat ini masih merokok (“Survei
merokok pada remaja, 2007”).
Sirait (2001) menyatakan bahwa perokok laki-laki jauh lebih tinggi
dibandingkan perempuan, jika diuraikan menurut umur, prevalensi perokok laki-
laki paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja laki-laki pada umumnya mengkonsumsi 11-20 batang/hari (49,8%) dan yang mengkonsumsi lebih dari 20
batang/hari sebesar 5,6%. Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menemukan 27,1%
dari 1961 responden pelajar pria SMA/SMK sudah mulai merokok atau bahkan
terbiasa merokok, umumnya siswa kelas satu menghisap satu sampai empat
batang perhari, sementara siswa kelas tiga mengkonsumsi rokok lebih dari
sepuluh batang perhari.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka perumusan masalah
penelitian ini adalah:
1. Faktor apa yang menyebabkan remaja laki-laki merokok?
2. Bagaimana tahap persiapan merokok pada remaja laki-laki?
3. Bagaimana tahap permulaan merokok pada remaja laki-laki?
4. Bagaimana tahap menjadi seorang perokok pada remaja laki-laki?
5. Bagaimana tahap mempertahankan perilaku merokok pada remaja laki-laki?
17.27
Unknown
No comments
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: Gambaran Perilaku Merokok pada Remaja Laki-Laki
Rating:
0 komentar:
Posting Komentar