1.1 Latar Belakang PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA OLEH P2K3 UNTUK MEMINIMALKAN KECELAKAAN KERJA DI PT WIJAYA KARYA BETON MEDAN TAHUN 2008
Pembangunan nasional dewasa ini berjalan seiring dengan perkembangan industri yang pesat dan mandiri dalam rangka mewujudkan era industrialisasi yang ditandai dengan mekanisme, elektrifikasi, dan modernisasi. Dengan demikian maka terjadi peningkatan penggunaan mesin-mesin, pesawat- pesawat, instalasi-instalasi modern dan berteknologi tinggi serta bahan berbahaya. Hal tersebut disamping memberikan kemudahan proses produksi dapat pula menambah jumlah dan ragam bahaya di tempat kerja. Selain itu akan terjadi pula lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat, proses dan sifat pekerjaan yang berbahaya, serta peningkatan intensitas kerja operasional tenaga kerja. Masalah tersebut akan sangat mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja. (Depnaker RI, 1991) Di dalam pasal 9 Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan- ketentuan pokok mengenai tenaga kerja disebutkan bahwa tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. (Zulmiar Yanri, 2005) Sejalan dengan Undang-Undang tersebut diatas, sejak januari 1970 telah berlaku UU No. 1/ 1970 tentang keselamatan kerja yang mengamanatkan agar setiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan, setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya, setiap sumber produksi dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien serta terhindar dari peledakan, kerusakan proses produksi, kebakaran, penyakit akibat kerja yang pada gilirannya dapat tercipta tenaga kerja yang sehat, produktif serta peningkatan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh. (Zulmiar Yanri, 2005) Untuk dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi yang tinggi, sangat tergantung kepada sistem manajemen yang diterapkan dan kualitas pekerja yang digunakan.
Kualitas pekerja mempunyai korelasi yang erat dengan kecelakaan kerja sedangkan kecelakaan kerja erat kaitannya dengan produktifitas. Data dari International Labour Organization ( ILO, 2000 ) menunjukkan bahwa setiap tahun diperkirakan paling sedikit terjadi 1,1 juta kematian karena penyakit atau kecelakaan akibat kerja. Dari angka tersebut 300.000 kematian merupakan akibat 250 juta kecelakaan yang terjadi dalam industri di seluruh dunia. ( www.perdoki.or.id ) Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. Jamsostek, jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebanyak 103.804 kasus. Tahun 2003 sebanyak 105.846 kasus. Tahun 2004 sebanyak 95.418 kasus. Tahun 2005 terjadi 99.023 kasus, Tahun 2006 terjadi 95.624 kasus sedangkan tahun 2007 terjadi 81.852 kasus kecelakaan kerja. ( www.jamsostek.co.id ) Berdasarkan data PT Jamsostek wilayah I, jumlah kasus kecelakaan kerja di Sumatera Utara tahun 2006 adalah 11.414 kasus, 132 orang diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 9.349 kasus, dimana 116 orang meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2008 sampai bulan Juni terjadi 4.551 kasus kecelakaan kerja, 66 diantaranya meninggal dunia. Kepala kantor wilayah I PT. Jamsostek juga mengungkapkan bahwa setiap harinya di sumatera utara terjadi 39 kasus kecelakaan kerja dimana 5 orang diantaranya meninggal dunia. (Laporan tahunan PT. Jamsostek Wilayah I tahun 2006, 2007, 2008) Keseluruhan data diatas menempatkan Indonesia ke posisi 26 dari 27 negara dalam hal keselamatan kerja dan jauh tertinggal dari Negara asia tenggara lainnya, dimana yang menempati urutan pertama adalah Singapura, disusul Malaysia, Thailand dan Filipina. (www.ronawajah.wordpress.com) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( SMK3 ) mendapat perhatian yang sangat penting dewasa ini karena masih tingginya angka kecelakaan kerja. SMK3 bertujuan menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. (Sastro Hadiwiryo, 2002) Pengelolaan K3 dalam pendekatan modern mulai lebih maju dengan diperhatikan dan diikutkannya K3 sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Hal ini mulai disadari karena dari data kecelakaan yang terjadi juga mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Dengan memperhatikan banyaknya resiko yang diperoleh perusahaan maka mulailah diterapkan manajemen resiko yang telah menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan yang akan terjadi. Manajemen resiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. (Rudiyanto, 2003)
ILO ( International Labour Organization ) menilai penerapan SMK3 di Indonesia kurang memuaskan, dipaparkan bahwa dari sekitar 15.043 perusahaan skala besar, hanya sekitar 317 perusahaan (2,1 %) yang menerapkan SMK3. Itu berarti meskipun Indonesia sudah menerapkannya, tetapi masih perlu memperbaiki penerapan SMK3 itu. (Junita, 2005) Dari hasil penelitian Junita (2005) diperoleh bahwa secara umum persepsi tenaga kerja terhadap SMK3 kurang baik oleh sebab itu perlu dilaksanakan sosialisasi untuk menginformasikan berbagai hal tentang K3, serta perlu dibuat pelatihan tentang SMK3 secara kontiniu dan harus dipastikan bahwa tenaga kerja dapat mengerti dengan baik materi pelatihan tersebut, dan yang tidak kalah pentingnya sangat diperlukan pengawasan dan pemantauan pihak manajemen perusahaan dalam pelaksanaan SMK3 di tempat kerja. Subroto (2002) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa umumnya penerapan SMK3 secara optimal dilakukan oleh perusahaan saat akan di audit saja dan setelah di audit penerapan SMK3 mengalami kemunduran yang cukup berarti, bahkan rekomendasi upaya perbaikan yang disarankan tim audit diabaikan. Ia juga mengungkapkan bahwa dengan penerapan SMK3 yang lebih baik maka produktifitas yang diperoleh perusahaan akan lebih baik pula, sebaliknya penerapan SMK3 yang buruk maka akan terjadi penurunan produktifitas. Penerapan K3 diperusahaan sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan, baik dalam rangka pertimbangan ekonomi ( efisiensi dan safety ), maupun kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertimbangan lainnya adalah dalam rangka perdagangan bebas ( Free Trade Barrier) yang menuntut kepedulian terhadap sistem manajemen mutu, sistem manajemen lingkungan, sertifikasi produk dan sistem manajemen K3. bahkan kini, pengelolaan K3 dengan penerapan SMK3 sudah menjadi prasyarat dalam ISO (International Organization Standardization) 9000:2000 dan CEPAA (Council on Economic Priorities Accreditiation Agency) Social Accountability. (Rudiyanto 2003) Soeripto (1998) mengatakan bahwa kenyataan dilapangan masih banyak pimpinan perusahaan yang melupakan tanggung jawabnya dengan tidak memasukkan K3 kedalam fungsi manajemen. Hal ini disebabkan oleh adanya pandangan bahwa penerapan K3 diperusahaan merupakan pengeluaran kedua ( investasi kedua ) yang tidak memberikan keuntungan secara langsung atau merupakan suatu kerugian belaka. Tanpa disadari dengan tidak menerapkan SMK3 justru dapat memberikan kerugian yang besar baik bagi perusahaan tenaga kerja beserta keluarga dan masyarakat sekitar perusahaan. Mengingat tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan UU RI No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pasal 87 UU tersebut mewajibkan setiap perusahaan menerapkan SMK3 sebagai bagian dari Manajemen perusahaan, dan bagi yang tidak menerapkannya akan diberikan sanksi. Selain itu, telah dikeluarkan pula PERMENAKER No. 05/ MEN/ 1996 tentang pedoman penerapan SMK3 dan parameter audit SMK3.
PT. Wijaya Karya Beton adalah perusahaan yang meproduksi beton pracetak seperti tiang listrik beton, tiang telepon beton, tiang pancang beton, bantalan jalan rel, bridge girders, PC-U girders, sheet piles yang digunakan dalam proses konstruksi jembatan, gedung, jalan raya serta berbagai infrastruktur lainnya. Perusahaan ini mempekerjakan 299 orang pekerja, dimana 119 orang diantaranya pekerja tetap dan 180 orang pekerja harian. Pekerja harian ini bekerja sesuai permintaan barang dan dibawahi oleh mandor harian. Urusan yang menyangkut upah dan jaminan kesehatan serta keselamatan diurus secara terpisah oleh mandor harian. Perusahaan ini termasuk kedalam perusahaan besar dengan tingkat resiko tinggi. Ini terlihat dari proses produksinya yang banyak menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi sehingga menimbulkan potensi bahaya yang cukup banyak. Misalnya saja penggunaan hoyce crane untuk pengangkutan tulangan, produk, atau cetakan produk. Posisi hoyce crane yang berada diatas kepala berpotensi untuk putus dan menimpa pekerja. Begitu pula dengan penggunaan mesin baching untuk pembuatan adukan beton. Operator yang menangani mesin ini bisa terkena cipratan mortar atau tubuh terputar mixer beton. Belum lagi pada proses pengecoran beton yang menimbulkan kebisingan sampai 97 dBA. Juga penggunaan mesin spinning untuk memadatkan beton yang berputar dengan kecepatan putaran 1800 rpm, ditambah lagi dengan penggunaan mesin boiler untukmenghasilkan uap dan genset dengan kapasitas besar. Semua ini menyebabkan PT Wijaya Karya Beton wajib menerapkan SMK3. Tahun 1999 PT Wijaya Karya Beton mulai menerapkan SMK3, dan telah 4 kali melakukan audit SMK3 eksternal, yaitu tahun 1999, 2002, 2005 dan 2008. Dari 4 audit SMK3 yang dilakukan oleh badan audit Sucofindo ini, PT Wijaya Karya mendapat 4 kali sertifikat dan bendera emas. Selain audit SMK3 eksternal, PT Wijaya Karya Beton juga melakukan audit internal setiap 6 bulan sekali bersamaan dengan audit mutu internal (ISO 9001:2000).
Dari hasil survei awal dan wawancara dengan salah seorang anggota P2K3 di PT. Wijaya Karya Beton diketahui bahwa selama periode penerapan SMK3 di perusahaan ini terjadi kecelakaan kerja pada tahun 1999 sebanyak 12 kasus, tahun 2000 sebanyak 11 kasus, tahun 2001 terjadi 9 kasus, tahun 2002 terjadi 9 kasus, tahun 2003 terjadi 7 kasus, tahun 2004 terjadi 4 kasus, tahun 2005 terjadi 2 kasus, tahun 2006 terjadi 4 kasus, tahun 2007 terjadi 3 kasus dan tahun 2008 sampai bulan Oktober belum terjadi satupun kasus kecelakaan kerja. Jenis kecelakaan kerja yang terjadi sejak tahun 1999 s/d 2007 umumnya adalah kecelakaan kerja ringan yaitu kecelakaan yang menyebabkan luka dan memerlukan perawatan medis sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari 1 (satu) hari. Dari data diatas diketahui bahwa angka kecelakaan kerja dari tahun 1999 s/d 2007 rata-rata melebihi sasaran keselamatan dan kesehatan kerja PT Wijaya Karya Beton Sumatera Utara, dimana jumlah kecelakaan kerja ringan yang ditargetkan per pabrik produk beton dalam setahun tidak lebih dari 2 kali kejadian dengan jam kerja hilang sebanyak-banyaknya 16 jam kerja/orang. Namun untuk tahun 2008, belum terjadi satupun kasus dan diharapkan dapat memperoleh Zero Accident. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran penerapan SMK3 secara umum sejak awal penerapannya di tahun 1999 sampai tahun 2008 sebagai upaya untuk meminimalkan kecelakaan kerja di PT Wijaya Karya Beton Medan.
1. 2 Perumusan Masalah
Belum diketahuinya bagaimana gambaran penerapan SMK3.yang telah dilakukan di PT Wijaya Karya Beton Medan.
1. 3 Tujuan Penelitian
1. 3. 1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penerapan SMK3 dalam upaya meminimalkan kecelakaan kerja di PT. Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui komitmen dan kebijakan pihak manajemen terhadap SMK3 di PT Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
2. Untuk mengetahui perencanaan SMK3 di PT Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
3. Untuk Mengetahui bagaimana penerapan program SMK3 di PT Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengukuran dan evaluasi program SMK3 di PT. Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008
5. Untuk mengetahui tinjauan ulang terhadap program SMK3 yang telah dilakukan di PT Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
Kata Kunci : SMK3, P2K3.
| Download File Lengkapnya... |
Pembangunan nasional dewasa ini berjalan seiring dengan perkembangan industri yang pesat dan mandiri dalam rangka mewujudkan era industrialisasi yang ditandai dengan mekanisme, elektrifikasi, dan modernisasi. Dengan demikian maka terjadi peningkatan penggunaan mesin-mesin, pesawat- pesawat, instalasi-instalasi modern dan berteknologi tinggi serta bahan berbahaya. Hal tersebut disamping memberikan kemudahan proses produksi dapat pula menambah jumlah dan ragam bahaya di tempat kerja. Selain itu akan terjadi pula lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat, proses dan sifat pekerjaan yang berbahaya, serta peningkatan intensitas kerja operasional tenaga kerja. Masalah tersebut akan sangat mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan kecelakaan kerja. (Depnaker RI, 1991) Di dalam pasal 9 Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan- ketentuan pokok mengenai tenaga kerja disebutkan bahwa tiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. (Zulmiar Yanri, 2005) Sejalan dengan Undang-Undang tersebut diatas, sejak januari 1970 telah berlaku UU No. 1/ 1970 tentang keselamatan kerja yang mengamanatkan agar setiap tenaga kerja mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan, setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya, setiap sumber produksi dipakai dan dipergunakan secara aman dan efisien serta terhindar dari peledakan, kerusakan proses produksi, kebakaran, penyakit akibat kerja yang pada gilirannya dapat tercipta tenaga kerja yang sehat, produktif serta peningkatan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh. (Zulmiar Yanri, 2005) Untuk dapat meningkatkan produktifitas dan efisiensi yang tinggi, sangat tergantung kepada sistem manajemen yang diterapkan dan kualitas pekerja yang digunakan.
Kualitas pekerja mempunyai korelasi yang erat dengan kecelakaan kerja sedangkan kecelakaan kerja erat kaitannya dengan produktifitas. Data dari International Labour Organization ( ILO, 2000 ) menunjukkan bahwa setiap tahun diperkirakan paling sedikit terjadi 1,1 juta kematian karena penyakit atau kecelakaan akibat kerja. Dari angka tersebut 300.000 kematian merupakan akibat 250 juta kecelakaan yang terjadi dalam industri di seluruh dunia. ( www.perdoki.or.id ) Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. Jamsostek, jumlah kasus kecelakaan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebanyak 103.804 kasus. Tahun 2003 sebanyak 105.846 kasus. Tahun 2004 sebanyak 95.418 kasus. Tahun 2005 terjadi 99.023 kasus, Tahun 2006 terjadi 95.624 kasus sedangkan tahun 2007 terjadi 81.852 kasus kecelakaan kerja. ( www.jamsostek.co.id ) Berdasarkan data PT Jamsostek wilayah I, jumlah kasus kecelakaan kerja di Sumatera Utara tahun 2006 adalah 11.414 kasus, 132 orang diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 9.349 kasus, dimana 116 orang meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2008 sampai bulan Juni terjadi 4.551 kasus kecelakaan kerja, 66 diantaranya meninggal dunia. Kepala kantor wilayah I PT. Jamsostek juga mengungkapkan bahwa setiap harinya di sumatera utara terjadi 39 kasus kecelakaan kerja dimana 5 orang diantaranya meninggal dunia. (Laporan tahunan PT. Jamsostek Wilayah I tahun 2006, 2007, 2008) Keseluruhan data diatas menempatkan Indonesia ke posisi 26 dari 27 negara dalam hal keselamatan kerja dan jauh tertinggal dari Negara asia tenggara lainnya, dimana yang menempati urutan pertama adalah Singapura, disusul Malaysia, Thailand dan Filipina. (www.ronawajah.wordpress.com) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( SMK3 ) mendapat perhatian yang sangat penting dewasa ini karena masih tingginya angka kecelakaan kerja. SMK3 bertujuan menciptakan sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. (Sastro Hadiwiryo, 2002) Pengelolaan K3 dalam pendekatan modern mulai lebih maju dengan diperhatikan dan diikutkannya K3 sebagai bagian dari manajemen perusahaan. Hal ini mulai disadari karena dari data kecelakaan yang terjadi juga mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Dengan memperhatikan banyaknya resiko yang diperoleh perusahaan maka mulailah diterapkan manajemen resiko yang telah menerapkan pola preventif terhadap kecelakaan yang akan terjadi. Manajemen resiko menuntut tidak hanya keterlibatan pihak manajemen tetapi juga komitmen manajemen dan seluruh pihak yang terkait. (Rudiyanto, 2003)
ILO ( International Labour Organization ) menilai penerapan SMK3 di Indonesia kurang memuaskan, dipaparkan bahwa dari sekitar 15.043 perusahaan skala besar, hanya sekitar 317 perusahaan (2,1 %) yang menerapkan SMK3. Itu berarti meskipun Indonesia sudah menerapkannya, tetapi masih perlu memperbaiki penerapan SMK3 itu. (Junita, 2005) Dari hasil penelitian Junita (2005) diperoleh bahwa secara umum persepsi tenaga kerja terhadap SMK3 kurang baik oleh sebab itu perlu dilaksanakan sosialisasi untuk menginformasikan berbagai hal tentang K3, serta perlu dibuat pelatihan tentang SMK3 secara kontiniu dan harus dipastikan bahwa tenaga kerja dapat mengerti dengan baik materi pelatihan tersebut, dan yang tidak kalah pentingnya sangat diperlukan pengawasan dan pemantauan pihak manajemen perusahaan dalam pelaksanaan SMK3 di tempat kerja. Subroto (2002) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa umumnya penerapan SMK3 secara optimal dilakukan oleh perusahaan saat akan di audit saja dan setelah di audit penerapan SMK3 mengalami kemunduran yang cukup berarti, bahkan rekomendasi upaya perbaikan yang disarankan tim audit diabaikan. Ia juga mengungkapkan bahwa dengan penerapan SMK3 yang lebih baik maka produktifitas yang diperoleh perusahaan akan lebih baik pula, sebaliknya penerapan SMK3 yang buruk maka akan terjadi penurunan produktifitas. Penerapan K3 diperusahaan sesungguhnya merupakan suatu kebutuhan, baik dalam rangka pertimbangan ekonomi ( efisiensi dan safety ), maupun kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dalam rangka mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertimbangan lainnya adalah dalam rangka perdagangan bebas ( Free Trade Barrier) yang menuntut kepedulian terhadap sistem manajemen mutu, sistem manajemen lingkungan, sertifikasi produk dan sistem manajemen K3. bahkan kini, pengelolaan K3 dengan penerapan SMK3 sudah menjadi prasyarat dalam ISO (International Organization Standardization) 9000:2000 dan CEPAA (Council on Economic Priorities Accreditiation Agency) Social Accountability. (Rudiyanto 2003) Soeripto (1998) mengatakan bahwa kenyataan dilapangan masih banyak pimpinan perusahaan yang melupakan tanggung jawabnya dengan tidak memasukkan K3 kedalam fungsi manajemen. Hal ini disebabkan oleh adanya pandangan bahwa penerapan K3 diperusahaan merupakan pengeluaran kedua ( investasi kedua ) yang tidak memberikan keuntungan secara langsung atau merupakan suatu kerugian belaka. Tanpa disadari dengan tidak menerapkan SMK3 justru dapat memberikan kerugian yang besar baik bagi perusahaan tenaga kerja beserta keluarga dan masyarakat sekitar perusahaan. Mengingat tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan UU RI No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pasal 87 UU tersebut mewajibkan setiap perusahaan menerapkan SMK3 sebagai bagian dari Manajemen perusahaan, dan bagi yang tidak menerapkannya akan diberikan sanksi. Selain itu, telah dikeluarkan pula PERMENAKER No. 05/ MEN/ 1996 tentang pedoman penerapan SMK3 dan parameter audit SMK3.
PT. Wijaya Karya Beton adalah perusahaan yang meproduksi beton pracetak seperti tiang listrik beton, tiang telepon beton, tiang pancang beton, bantalan jalan rel, bridge girders, PC-U girders, sheet piles yang digunakan dalam proses konstruksi jembatan, gedung, jalan raya serta berbagai infrastruktur lainnya. Perusahaan ini mempekerjakan 299 orang pekerja, dimana 119 orang diantaranya pekerja tetap dan 180 orang pekerja harian. Pekerja harian ini bekerja sesuai permintaan barang dan dibawahi oleh mandor harian. Urusan yang menyangkut upah dan jaminan kesehatan serta keselamatan diurus secara terpisah oleh mandor harian. Perusahaan ini termasuk kedalam perusahaan besar dengan tingkat resiko tinggi. Ini terlihat dari proses produksinya yang banyak menggunakan mesin-mesin berteknologi tinggi sehingga menimbulkan potensi bahaya yang cukup banyak. Misalnya saja penggunaan hoyce crane untuk pengangkutan tulangan, produk, atau cetakan produk. Posisi hoyce crane yang berada diatas kepala berpotensi untuk putus dan menimpa pekerja. Begitu pula dengan penggunaan mesin baching untuk pembuatan adukan beton. Operator yang menangani mesin ini bisa terkena cipratan mortar atau tubuh terputar mixer beton. Belum lagi pada proses pengecoran beton yang menimbulkan kebisingan sampai 97 dBA. Juga penggunaan mesin spinning untuk memadatkan beton yang berputar dengan kecepatan putaran 1800 rpm, ditambah lagi dengan penggunaan mesin boiler untukmenghasilkan uap dan genset dengan kapasitas besar. Semua ini menyebabkan PT Wijaya Karya Beton wajib menerapkan SMK3. Tahun 1999 PT Wijaya Karya Beton mulai menerapkan SMK3, dan telah 4 kali melakukan audit SMK3 eksternal, yaitu tahun 1999, 2002, 2005 dan 2008. Dari 4 audit SMK3 yang dilakukan oleh badan audit Sucofindo ini, PT Wijaya Karya mendapat 4 kali sertifikat dan bendera emas. Selain audit SMK3 eksternal, PT Wijaya Karya Beton juga melakukan audit internal setiap 6 bulan sekali bersamaan dengan audit mutu internal (ISO 9001:2000).
Dari hasil survei awal dan wawancara dengan salah seorang anggota P2K3 di PT. Wijaya Karya Beton diketahui bahwa selama periode penerapan SMK3 di perusahaan ini terjadi kecelakaan kerja pada tahun 1999 sebanyak 12 kasus, tahun 2000 sebanyak 11 kasus, tahun 2001 terjadi 9 kasus, tahun 2002 terjadi 9 kasus, tahun 2003 terjadi 7 kasus, tahun 2004 terjadi 4 kasus, tahun 2005 terjadi 2 kasus, tahun 2006 terjadi 4 kasus, tahun 2007 terjadi 3 kasus dan tahun 2008 sampai bulan Oktober belum terjadi satupun kasus kecelakaan kerja. Jenis kecelakaan kerja yang terjadi sejak tahun 1999 s/d 2007 umumnya adalah kecelakaan kerja ringan yaitu kecelakaan yang menyebabkan luka dan memerlukan perawatan medis sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari 1 (satu) hari. Dari data diatas diketahui bahwa angka kecelakaan kerja dari tahun 1999 s/d 2007 rata-rata melebihi sasaran keselamatan dan kesehatan kerja PT Wijaya Karya Beton Sumatera Utara, dimana jumlah kecelakaan kerja ringan yang ditargetkan per pabrik produk beton dalam setahun tidak lebih dari 2 kali kejadian dengan jam kerja hilang sebanyak-banyaknya 16 jam kerja/orang. Namun untuk tahun 2008, belum terjadi satupun kasus dan diharapkan dapat memperoleh Zero Accident. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran penerapan SMK3 secara umum sejak awal penerapannya di tahun 1999 sampai tahun 2008 sebagai upaya untuk meminimalkan kecelakaan kerja di PT Wijaya Karya Beton Medan.
1. 2 Perumusan Masalah
Belum diketahuinya bagaimana gambaran penerapan SMK3.yang telah dilakukan di PT Wijaya Karya Beton Medan.
1. 3 Tujuan Penelitian
1. 3. 1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penerapan SMK3 dalam upaya meminimalkan kecelakaan kerja di PT. Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui komitmen dan kebijakan pihak manajemen terhadap SMK3 di PT Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
2. Untuk mengetahui perencanaan SMK3 di PT Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
3. Untuk Mengetahui bagaimana penerapan program SMK3 di PT Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengukuran dan evaluasi program SMK3 di PT. Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008
5. Untuk mengetahui tinjauan ulang terhadap program SMK3 yang telah dilakukan di PT Wijaya Karya Beton tahun 1999 – 2008.
Kata Kunci : SMK3, P2K3.
| Download File Lengkapnya... |
14.16
Unknown
Comment With Facebook!
4.5 | Reviewer: Unknown | ItemReviewed: PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA OLEH P2K3 UNTUK MEMINIMALKAN KECELAKAAN KERJA DI PT WIJAYA KARYA BETON MEDAN TAHUN 2008
Rating: